Di antara pembaca Menulislah Seperti
Shalat ada yang mempertentangkan menulis dengan gaya mengalir bagai banjir yang
tampak lebih bersifat intuitif, dengan menulis yang terstruktur menggunakan
kerangka karangan yang terlihat lebih terukur dan rasional. Pertanyaannya mana
yang lebih baik? Untuk menjawab pertanyaan ini aku coba jelaskan berbagai
temuan mutakhir dalam nuerosains. Beberapa di antaranya telah kutulis pada bab
pertama bukuku Penelitian Kualitatif Paud
dan Penelitian Kualitatif Pendidikan.
Penjelasan agak panjang diberikan untuk mendudukkan masalahnya secara
proporsional.
Penelitian tentang otak kini berkembang
sangat pesat. Kepesatan ini terjadi karena telah dibuat berbagai piranti yang
memungkinkan meneliti otak saat manusia melakukan berbagai aktivitas. Pada masa
lalu penelitian otak hanya bisa dilakukan terhadap otak manusia yang telah
wafat. Tentu saja hasilnya sangat berbeda. Terkait dengan pertanyaan di atas
beberapa temuan penelitian otak yang relevan dijelaskan adalah:
1. Otak emosional dan otak rasional
2. Belahan otak
3. Kecerdasan majemuk
4. Pemerkayaan otak
1. Otak Emosional dan Otak Rasional
Selama berabad-abad diyakini manusia
adalah makhluk rasional. Konsekuensinya dalam pendidikan formal fokus utamanya
adalah mengusahakan agar anak didik terus dikembangkankan kemampuan berfikir
rasionalnya melalui sejumlah mata pelajaran seperti matematika dan bahasa.
Dalam semua mata pelajaran, anak didik dilatih untuk berfikir logis dan
sistematis. Jejak betapa kuatnya dominasi pemikiran rasional itu masih tampak
sampai kini. Perhatikan dengan seksama materi ujian nasional. Selain
matematika, materi bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sangat kental warna
rasionalnya, yang terlihat dari bentuk-bentuk penalaran bahasanya.
Dalam abad-abad panjang ketika berfikir
rasional meraja, hampir tak ada celah bagi emosi. Emosi diyakini sebagai sisi
negatif yang selalu membawa manusia ke arah yang tidak tepat dan tidak benar.
Dalam sejarah filsafat moderen misalnya, pemikiran Schopenhauer yang lebih
mengedepankan intuisi dan emosi sama sekali tidak dianggap berhadapan dengan
pemikiran-pemikiran Hegel yang sangat rasional. Ini tidak mengherankan, karena
sejarah pemikran moderen telah menetapkan Rene Descartes sebagai bapaknya.
Descartes dikenal dengan ungkapannya aku berpikir, maka aku ada. Itu
bermakna berpikirlah yang menentukan keberadaan manusia.
Ogle (2008:2-3) dalam Smart World: Breakthrough Creativity and the
New Science of Ideas menegaskan sampai kini pemikiran rasional yang digagas
oleh Plato dan Descartes masih sangat berpengaruh bukan saja dalam bidang ilmu
dan kreativitas, juga dalam kehidupan sehari-hari. Pemikiran rasional secara
esensial memampukan kita untuk mengetahui sesuatu, dan memberi pemahaman
tentang mana yang benar. Sebagai sebuah model berfikir, berfikir rasional
menjadi fondasi bukan saja bagi kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada akal
sehat, juga penentu perkembangan fisika,
teknologi, ilmu ekonomi, dan ilmu-ilmu sosial lain, bisnis dan banyak aktivitas
lain. Rasionalitas juga merupakan dasar yang esensial dan prinsip bagi
kreativitas. Pemikiran rasional menjadi landasan bagi kehidupan personal dan
profesional, menyediakan dan memungkinkan untuk meningkatkan dan menanjakkan
pengetahuan kita, melampaui pengalaman, melahirkan pemikiran baru dan pemahaman
mendalam tentang hakikat dunia kita.
Dalam konteks seperti yang dijelaskan
di atas, tak mengherankan bila emosi selalu dipersepsi secara negatif, dan
dianggap sebagai hal yang kurang penting. Sampai penelitian-penelitian yang
mendalam menunjukkan hal sebaliknya. Penelitian Damasio (1994), dan LeDoux
(1996) menunjukkan bahwa otak emosi yang dikenal sebagai sistem limbik sangat
penting dan menentukan. Damasio (2009: vii-viii) menegaskan, bahwa emosi
merupakan simpul-simpul nalar, dan emosi dapat membantu proses menalar,
bukannya mengganggu seperti diyakini banyak orang..., pada beberapa kasus,
emosi memang menjadi pengganti nalar.
Penelitian terhadap perkembangan otak
anak dalam kandungan juga menunjukkan bahwa otak emosi lebih dulu tumbuh
kembang dibanding otak berfikir (neo korteks). Fakta ini semakin menegaskan
pentingnya emosi bagi kehidupan manusia. Emosi ternyata sangat menentukan bukan
saja bagi kesuksesan, bahkan bagi keberadaan manusia.
Temuan-temuan itu telah
menjungkirbalikkan keyakinan bahwa manusia adalah makhluk rasional yang
memiliki emosi. Kini yang berlaku adalah manusia
adalah makhluk emosional yang memiliki rasio. Dalam konteks inilah gagasan
Goleman tentang kecerdasan emosional menjadi sangat penting. Buku Goleman yang
menggemparkan dan sangat populer Emotional
Intelligences menegasbuktikan betapa
pentingnya sitem limbik bagi manusia. Emosi ternyata penentu yang sangat bermakna
bagi manusia.
Berbagai temuan penelitian yang
dikedepankan di atas seharusnya membuat kita tidak lagi mempertentangkan emosi
dan nalar. Keduanya memang berbeda, namun tidak dapat dipisahkan dalam proses
berfikir. Harus diakui memang ada orang yang memiliki kecenderungan sisi emosi
lebih menonjol, dan orang lain yang nalarnya lebih dominan. Namun, mesti
disadari keduanya dibutuhkan dalam proses berfikir untuk memecahkan masalah dan
berkreativitas.
Kahneman Pemenang Hadiah Nobel Ekonomi
2002 dalam buku terbarunya (2011) Thinking,
Fast and Slow menguraikan, menghadapi kompleksitas masalah yang kian
bertambah-tambah, semua jenis berfikir yang mungkin harus digunakan. Kini bukan
saat yang tepat untuk berkutat hanya dengan satu car berfikir.
Manfaat, kepentingan dan keberhasilan
cara berfikir yang cenderung emosional-intuitif dan rasional-terstruktur telah
dibuktikan oleh dua pialang saham tingkat dunia. Soros adalah pialang saham
yang telah mempengaruhi pola tata uang dunia. Ia menjadi salah satu orang terkaya
dunia. Soros adalah tokoh yang memiliki kecenderungan sangat intuitif. Di
perusahaannya dia mempekerjakan ahli-ahli analisis ekonomi terbaik dan secara
intens melakukan berbagai penelitian dan analisis pergerakan saham dan mata
uang dunia. Ia membuat sesi khusus mendengarkan masukan dari para ahli yang
dibayar sangat mahal itu. Namun, jika hendak mengambil keputusan penting ia
lebih mengandalkan intuisinya. Sejauh ini ia belum pernah salah.
Sebaliknya dengan Warren Buffet, pilang
dan investor yang sangat rasional, rigid, sistematis, terstruktur dan sangat
terukur. Buffet sungguh sangat jeli melakukan perhitungan yang rasional, ia
terkenal sangat hati-hati. Seperti Soros, ia juga pemain tingkat dunia dan
menjadi salah seorang yang paling kaya di dunia. Tapi jangan dikira ia tidak
pernah mendengar kata hatinya dan menggunakan sisi-sisi emosi dari otaknya.
Tetapi tentu saja tidak sedominan dan seekstrim Soros.
Contoh di atas menunjuktegaskan bahwa
amatlah salah untuk mempertentangkan sisi emosional dan rasional dari otak
kita. Terkait dengan proses menulis, aku menyarankan agar setiap orang mencoba
menentukan sendiri apa kecenderungannya. Dengan cara seperti itu ia akan
menemukan cara atau modus terbaik untuk menulis. Intinya adalah menulislah
dengan cara yang paling menyenangkan bagi Anda. Anda yang harus menentukannya
sendiri. Apakah Anda orang yang cenderung intuitif, rasional, atau sintesis
keduanya. Yang penting dan utama adalah teruslah berlatih menulis dan
menulislah terus. Silahkan baca buku dari para penulis, pelajari pengalaman dan
saran mereka. Tetapi, temukan modus Anda sendiri. Jangan membuang waktu untuk
meributkan bagusan mana intuitif-emosional atau rasional-terstruktur.
Karena merasa lebih intuitif, aku
menulis dengan modus mengalir lebih dulu. Setelah itu baru aku melakukan
penataan tulisan itu secara rasional dan terstruktur. Jadi, pada hakikatnya aku
menyintesiskan kedua sisi otakku yaitu emosional-intuitif dan
rasional-terstruktur. Berikut aku tampilkan contoh tulisanku yang berjudul Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar.Tulisan ini merupakan penugasan dari
Balitbang Kemdikbud. Sudah barang tentu merupakan tulisan formal yang
ditentukan tujuan, isi, dan formatnya. Modus penulisannya dilakukan dengan
mengalir terlebih dahulu, baru kemudian ditatata. Inilah contoh beberapa bagian
dari tulisan itu. Berikut ini dicuplik dari latar belakang.
Kesadaran pentingnya pendidikan,
terutama pendidikan dasar bagi anak bangsa telah tumbuh mekar sejak sebelum
kemerdekaan diproklamirkan. Jauh sebelum kemerdekaan, Kebangkitan Nasional
ditandai oleh gerakan pendidikan yang dipelopori Budi Utomo. Bahkan jika
dirunut, kesadaran itu sudah tumbuh sebelumnya.
Para pendiri negara bangsa Indonesia
seperti Soekarno dan Hatta memulai perjuangannya dalam dunia pendidikan. Pada
waktu itu pendidikan adalah wahana yang paling tepat untuk membangkitkan
semangat kebangsaan. Terbukti kemudian bahwa yang berhasil memroklamirkan
kemerdekaan adalah kaum pergerakan yang berpendidikan dan aktif dalam dunia
pendidikan.
Sesudah kemerdekaan, kesadaran akan
pentingnya pendidikan distrukturkan dan diformalkan sebagai landasan hukum yang
mengikat melalui Undang-undang Dasar 1945 pada pembukaan yang menegaskan bahwa
"mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan negara bangsa Indonesia".
Keyakinan itu kemudian ditegaskan dalam Pasal 31.
Penegasan pentingnya pendidikan
kemudian dilanjutkan dengan
Undang-undang No. 4 Tahun 1950 jo Undang-undang No. 12 tahun 1954 yang
menjadi landasan dan dasar hukum bagi Sistem Pendidikan Nasional. Kehadiran
undang-undang ini merupakan bukti legal-formal bahwa Pemerintah Indonesia sejak
kemerdekaan memang telah dan terus berusaha mengusahakan dan membangun
pendidikan, terutama pendidikan dasar. Kesadaran ini berakar pada keyakinan
bahwa pendidikan, terutama pendidikan dasar merupakan modal dan pemicu
kebangkitan dan kemajuan negara bangsa.
Pada keempat paragraf di atas, tampak
dengan jelas bahwa pencantuman Undang-undang No.4 merupakan bagian yang
ditambahkan pada saat penataan setelah aku menggali berbagai sumber tentang
sejarah perkembangan pendidikan dilihat dari aspek perkembangan undang-undang.
Karena saat tulisan mengalir, yang baru muncul adalah keyakinan bahwa
Pemerintah Indonesia pastilah melakukan berbagai upaya untuk memberikan
landasan hukum bagi penyelenggaraan pendidikan. Simpulan ini sama sekali
berdasar akal sehat. Kemudian dicari berbagai sumber untuk membuktikan
keyakinan itu. Berikut contoh dari bagian lain tulisan itu.
Desentralisasi dan otonomi daerah,
sebagai satu contoh perubahan sistem ketatanegaraan, telah membawa dampak yang
sangat besar terhadap kebijakan, regulasi dan penyelenggaraan pendidikan
khususnya pendidikan dasar. Bukan saja menyangkut kewenangan, juga keuangan dan
pengawasan. Oleh karena itu, pendidikan dasar dan permasalahnnya tidak dapat
difahami lepas dari berbagai persoalan yang terjadi di luar ranah pendidikan.
Sebab sistem pendidikan merupakan bagian dari sistem lain dan lebih besar di
luarnya. Ini perlu ditekankan agar semua pemaparan tentang kondisi pendidikan
dasar saat ini selalu berada dalam konteks yang lebih besar itu, dan tidak
direduksi atau disederhanakan dalam pemikiran teoritik yang cenderung
simplistis dan reduktif.
Ambilah contoh Ujian Nasional. Beragam
perspektif teoritis dapat dikedepankan untuk mendukung atau menolaknya, juga
pengalaman banyak negara dapat dijadikan rujukan. Namun, ketika persoalan itu
masuk ke ranah pengambilan keputusan, penentunya adalah para politisi di gedung
DPR yang melihat persoalannya dari kaca mata kepentingan politik tiap fraksi
yang mewakili partai masing-masing. Tentu saja ada pertimbangan-pertimbangan
yang belum tentu memiliki kaitan dengan perspektif teoritis yang bersifat
akademik. Bahkan sering kali bertentangan. Bukan hanya Ujian Nasional yang
harus diputuskan dalam perspektif politik seperti dijelaskan di atas, juga
sertifikasi guru, anggaran pendidikan, dan banyak kebijakan pendidikan lainnya.
Ini bermakna, kebijakan dan keputudan yang dirumuskan dan diambil dalam ranah
pendidikan tidak lepas dari banyak sekali kepentingan yang bertarung pada ranah
politik. Keadaan ini tidak terelakkan karena beginilah sistem ketatanegaraan
kita mengaturnya.
Ini semua terjadi karena kebijakan
pendidikan merupakan kebijakan publik yang harus melibatkan publik dalam poses
pengambilan keputusannya. Meskipun secara legal keputusan itu pada akhirnya
ditentukan oleh para politisi. Semua ini bermakna kebijakan pendidikan memang
akhirnya lebih merupakan keputusan politik. Pertarungan kepentingan dan
lobi-lobi politik lebih menentukan daripada perdebatan akademik dan pertarungan
gagasan dalam kerangka strategi kebudayaan yang lebih komprehensif dan
mengedepankan kepentingan masa depan bangsa. Ini mengisyaratkan bahwa
pendidikan selalu berada dalam dominasi kekuasaan. Pakar pendidikan Tilaar dalam
banyak bukunya selalu mengingatkan bahwa keadaan ini tidak selalu baik bagi
perkembangan pendidikan.
Dalam kerangka fikir seperti itu
mestilah difahami, berbagai analisis yang mengedepankan masih terdapatnya
berbagai kelemahan dalam banyak kebijakan pendidikan dan implementasinya
tidaklah dimaksudkan mengabaikan berbagai upaya keras dan sistematis yang telah
dilakukan terutama oleh Pemerintah. Namun, sebagai suatu pandangan dari sisi
lain sebagai upaya penyempurnaan berkelanjutan yang merupakan usaha bersama
untuk memajukan dan meningkatkan mutu pendidikan, khususnya pendidikan dasar.
Tiga pargraf di atas sepenuhnya ditulis
dengan modus mengalir. Namun dapat diperiksa dan dianalisis bahwa isinya
bukanlah sekadar cetusan emosi yang melulu intuitif. Ada gagasan, nalar, dan
argumentasi. Sebab, tulisan itu merupakan campur sari atau sintesis dari
pengalaman, pengamatan, refleksi, membaca berbagai sumber, dan bersidkusi
dengan berbagai kalangan. Dengan demikian, jangan pernah berfikir dan
berprasangka bahwa modus menulis mengalir yang cenderung intuitif tersebut
tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan nalar. Ketahuilah pemahaman
intuitif itu bersifat sangat mendalam dan langsung. Hasil keterlibatan dan
interaksi si penulis bukan saja dengan buku, juga dengan masalah nyata.
2. Belahan Otak
Pembicaraan tentang belahan otak kanan
dan kiri, kini sudah memasuki wilayah publik yang sangat populer lengkap dengan
penyederhanaan dan beberapa kekeliruannya. Ada kesan seakan-akan ada orang yang
hanya berfikir dengan otak kanan saja atau kiri saja. Bahkan ada yang percaya
bahwa belahan otak itu bekerja sendiri-sendiri secara terpisah.
Otak kita bekerja secara holistik
integratif. Otak kita memang terdiri dari banyak ceruk, liku, serat, lekukan
dan secara fisik terbedakan menjadi belahan kiri dan kanan yang dihubungkan
dengan jembatan yang bernama corpus callosum. Otak memang bisa dikategorikan
dengan banyak cara seperti otak besar dan otak kecil, otak bawah dan otak atas,
otak reptil, mamalia, dan manusia. Semua pembagian dan kategorisasi ini
menunjukkan kompleksitas otak.
Konsep belahan otak kiri dan kanan
bukanlah sesuatu yang sederhana dan tiba-tiba. Pink dalam Buku Pintar Otak Kanan Manusia: Misteri Otak Kanan Manusia (2012:27-28)
menjelaskan dengan panjang,
Selama masa Hippocrates, para dokter percaya bahwa sisi
kiri, sisi yang sama yang menempati hati, adalah belahan yang penting. Dan pada
tahun 1800-an, para ilmuwan mulai mengumpulkan bukti untuk mendukung pandangan
itu. Pada tahun 1860-an, neurologis Perancis Paul Broca menemukan bahwa bagian
belahan otak sebelah kiri mengontrol kemampuan untuk mengucapkan bahasa. Satu
dekade berikutnya, neurologis Jerman yang bernama Carl Wernicke membuat
penemuan yang sama tentang kemampuan memahami bahasa.
Penemuan-penemuan ini membantu menghasilkan silogisme yang sesuai dan
meyakinkan. Bahasa adalah apa yang memisahkan manusia dari binatang buas.
Bahasa bertempat pada sisi kiri otak. Oleh karena itu, sisi kiri otak adalah
apa yang membuat kita sebagai manusia.
Pandangan ini tetap bertahan selama abad berikutnya--hingga
seorang profesor Caltech yang bersuara lembut Roger W. Sperry membentuk kembali
pemahaman kita tentang otak kiri dan kita sendiri. Pada tahun 1950-an, Sperry
mempelajari pasien-pasien yang menderita epilepsi yang mengharuskan
penghilangan corpus callosum, ikatan yang tebal dari 300 juta urat otak yang
menghubungkan dua belahan otak. Dalam serangkaian eksperimen terhadap
pasien-pasien yang mengalami "keterbelahan otak" ini, Sperry
menemukan bahwa pandangan yang telah mapan tersebut cacat. Memang, otak-otak
kita dibagi ke dalam dua bagian, namun seperti yang Dia jelaskan, "Yang
disebut belahan subordinat atau minor, yang sebelumnya kita anggap buta huruf
atau cacat mental dan dikira oleh sebagian pihak berwenang tidak sadar, pada
kenyataannya ditemukan sebagai anggota otak superior ketika ia melakukan
jenis-jenis tugas mental tertentu". Dengan kata lain, otak kanan tidaklah
inferior dari otak kiri. Ia hanya berbeda. "Di sana muncul dua model
pemikiran,"tulis Sperry, "yang direpresentasikan agak terpisah dalam
belahan otak kanan dan otak kiri secara berturut-turut. Belahan otak kiri
berpikir secara berurutan, superior dalam analisa, dan menangani kata-kata.
Belahan otak kanan berpikir secara holistik, mengenali pola-pola, serta
menafsirkan emosi-emosi, dan ekspresi-ekspresi nonverbal. Secara literal,
manusia terdiri dari dua pikiran.
Uraian panjang di atas menunjukkan
bagaimana Sperry yang kemudian menerima Hadiah Nobel Kedokteran itu
menjungkirbalikan keyakinan tentang superioritas belahan otak kiri selama satu
abad. Pandangan Sperry ini membawa revolusi yang sangat luar biasa dalam banyak
bidang kehidupan terutama pendidikan, dan cara pengasuhan manusia.
Penelitian terus berlanjut sampai
akhirnya Ned Hermann (1994) merumuskan kuadran otak. Ia membagi belahan otak
menjadi empat yaitu kiri atas dan kiri bawah, serta kanan atas dan kanan bawah.
Setiap belahan itu mengelola keterampilan yang spesifik. Secara lengkap inilah
kategorisasi itu,
kanan atas:.
kanan bawah:. kiri
atas:. kiri bawah:
-konseptual. -emosional. -logis. -sekuensial
-sintesis. -indrawi. -kuantitatif. -terkontrol
-metaforis. -humanistik. -kritis. -konservatif
-visual. -musikal. -analisis. -struktural
-integratif. -ekspresif. -faktual. -mendetail
Bila kita cermati dengan seksama,
proses menulis melibatkan seluruh kuadran otak. Menulis itu membutuhkan
kemampuan konseptual dalam arti merumuskan atau menjelaskan konsep. Untuk itu
dibutuhkan kemampuan analisis-kritis. Menulis merupakan ekspresi emosi, bisa
pula merupakan uraian mendetail tentang pengamatan visual yang bersifat
indrawi. Menulis itu membutuhkan
kemampuan menstrukturkan gagasan baik secara sekuensial maupun integratif yang
dikontrol secara logis. Pada hakikatnya menulis itu membutuhkan kemampuan
holistik-integratif yang melibatkan keseluruhan kuadran otak.
Dengan demikian, rasanya sama sekali
tidak relevan untuk mempersoalkan modus seperti apa yang hendak digunakan bila
ingin menulis. Bisa saja dimulai dengan pengamatan visual yang dirempahi dengan
analisis logis dan struktural, dan berakhir dengan simpulan yang sintesis.
Dapat juga dimulai dengan analisis konsep, diperkaya dengan pemanfaatan data
faktual, dihiasi dengan metafora yang ekspresif dan mendetail.
Kuadran otak memberi peluang bagi
siapapun untuk menulis dengan modus apapun. Aku memperlihatkan suatu modus
campuran pada tulisan berikut yang dipetik dari buku Penelitian kualitatif PAUD. Berikut petikannnya,
Dr. Lise Elliot (Sears, 2004:137)
menunjukkan, segala sesuatu yang dilihat, disentuh, didengar, dikecap,
dipikirkan anak, dan seterusnya diterjemahkan ke dalam kegiatan listrik dari synapses. Sebaliknya, synapses yang jarang diaktifkan--apakah
karena bahasa tidak pernah didengarkan, musik tidak pernah dipedengarkan, olah
raga tidak pernah dimainkan, gunung tidak pernah dilihat, cinta tidak pernah
dirasakan--akan layu dan mati.
Penegadan Elliot ini merupakan fakta
yang tak terbantahkan bahwa PAUD mesti menjadi masa peragian bagi anak
untuk mematangkan semua dimensi kemanusiaannya, rohani-jasmani, pikiran-tubuh,
jiwa-raga. PAUD jangan pernah direduksi menjadi lembaga pendidikan yang hanya
fokus pada penjejalan muatan
intelektual-kognitif semata.
........................................(ada
kutipan dalam bahasa Inggris).....................................
Menjadikan hidup lebih baik, mengaitkan
pelajaran dengan realitas merupakan keniscayaan yang mesti dialami oleh
anak-anak di PAUD. Pengalaman ini akan menjadikan keberadaan anak-anak di PAUD
sungguh bermakna bagi tumbuh kembangnya kini, dan kehidupannya di masa depan.
Karena itu biarkanlah PAUD tetap menjadi TAMAN
KEHIDUPAN KANAK-KANAK, di mana anak-anak dapat menikmati harumnya bunga-bunga
cinta, merasakan buah kasih sayang, berteduh di bawah pohon kehidupan,
berlarian di rumput harapan, bernyanyi bersama kupu-kupu kemesraan, berdendang
bersama kicau persahabatan burung-burung, dinaungi pelangi empati, ditimpali
gemericik air ketenangan, dan semilir angin kepedulian, dalam tembang cinta tak
berkesudahan. Dengan demikian, anak-anak itu tak pernah mekar karena memar atau
mengalami salah asuhan, dan pada akhirnya pergi ke dunia luas anakku sayang,
pergi ke hidup bebas, menjadi panji-panji Indonesiaku.....
PAUD adalah TAMAN KEHIDUPAN BAGI
ANAK-ANAK.
Tulisan di atas menggunakan semua kuadran
otak. Ada keharusan melakukan analisis, kutipan mana yang cocok untuk mendukung
gagasan utamanya. Kemudian bagaimana membuat sintesis antara kutipan dengan
gagasan penulis. Lalu membuatnya menjadi tulisan yang terstruktur secara
integratif. Ada pandangan kritis terhadap kenyataan faktual PAUD yang
berkembang. Kemudian dihiasi dengan ekspresi meraforis yang
emosional-humanistik dan mendetail.
Contoh di atas semakin menegaskan,
menulis membutuhkan keempat kuadran otak. Oleh sebab itu menulislah dengan
modus yang paling menyenangkan Anda. Tidak usah meributkan mana modus mana yang
paling baik dan fungsional. Anda memilih sesuai dengan yang paling Anda suka.
Karena dalam prosesnya, menulis melibatkan keseluruhan kuadran otak dan
kemanusiaan kita. Dengan begitu menulis menjadi wahana yang tepat dan efektif
untuk menumbuhkembangkan dan mengasah kuadran otak dan kemanusiaan kita. Karena
keseluruhan kuadran otak kita terlibat, menjadi tidak penting dari mana
memulainya.
3. Kecerdasan Majemuk
Howard Gardner melalui Frames of Mind: The Theory of Multiple
Intelligences (1983, 2004) menjelaskan cara baru merumuskan kecerdasan.
Tidak berbeda dengan Damasio, LeDoux, dan Sperry, Gardner juga merumuskan
kecerdasan majemuk berbasis penelitian terhadap sejumlah orang yang otaknya
bermasalah. Kecerdasan manusia itu ternyata majemuk dalam keberagaman. Ia
menerangkan paling tidak terdapat kecerdasan bahasa, musikal,
logikal-matematika, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan
natural. Kemudian ditambahkan spiritual. Artinya semua manusia pada dasarnya
cerdas. Ada yang menonjol dalam matematika, yang lain musikal, yang lain lagi
bahasa. Tetapi mungkin perlu dibantu dalam kecerdasan interpersonal dan
natural. Dalam pendidikan, konsep Gardner yang terus dikritik ini sangat
membantu untuk mengidentifikasi dan mengembangkan siswa didasarkan pada
kecerdasan mana ia kuat atau menonjol dan dalam kecerdasan apa ia perlu bantuan
lebih.
Konsep ini diperdalam oleh rekan
Gardner yaitu Thomas Armstong dalam buku The
Power of Neurodiversity: Unleasing the Advantages of Your Differently Wired
Brain (2010). Pada hakikatnya
Armstrong menegaskan kekuatan platisitas otak untuk terus dikembangtumbuhkan
sehingga pelangi kecerdasan bisa terus dimekarkan. Armstrong menguraikan dukungan
dari neurosains untuk meningkatkan pelangi kecerdasan ini.
Dampak berbagai fakta penelitian yang
kemudian dirumuskan menjadi pelangi kecerdasan (istilah yang digunakan
Armstrong) ini pada keterampilan menulis adalah, selama kita terus berlatih dan
terus menulis, kemampuan menulis akan terus meningkat. Sebab kata kuncinya
adalah intensitas dan fokus pada pengembangan kecerdasan yang secara potensial
kita miliki. Kecerdasan majemuk atau pelangi kecerdasan mengajarkan, bila Anda
memiliki kekuatan pada kecerdasan matematika, Anda tetap bisa mengembangkan
kecerdasan yang lain. Jadi, anggapan yang selama ini berkembang bila Anda
menonjol pada kecerdasan natural, Anda tidak bisa mengembangkan kecerdasan yang
lain,merupakan pandangan yang keliru.
Secara praktis ini berarti, bila Anda
memiliki kecerdasan musikal, hebat dalam bermain musik, maka kehebatan Anda
dalam bermusik bisa menjadi lahan untuk tulisan Anda. Anda bisa menulis apa
saja tentang musik. Termasuk hubungan musik dengan kuliner. Misalnya adakah hubungan
antara cara orang Jogja mengolah gudeg dengan musik asli Jogja. Atau pengaruh
musik terhadap arsitektur. Intinya kecerdasan majemuk memperkuat pandangan
betapa pentingnya fokus dan intens untuk terus menulis agar menghasilkan
tulisan yang semakin berkembang dan berkualitas.
4. Pemerkayaan Otak
Banyak pakar yang memanfaatkan beragam
temuan otak untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pendidikan. Satu di
antaranya yang produktif dan terkenal adalah Eric Jensen (2008). Ia menyebut
lima hal yang bisa memperkaya otak yaitu: 1) tantangan, 2) kebermaknaan, 3)
rentang waktu, 4) umpan balik, dan 5) kebaruan.
Aku coba jelaskan satu persatu dalam kaitannya dengan proses menulis.
1). Tantangan
Agar proses menulis semakin asyik dan
menjadi petualangan yang menyenangkan, serta menghasilkan tulisan yang semakin
bermutu, maka buatlah tantangan yang terukur sesuai dengan kemampuan yang sudah
dimiliki. Bila telah mampu membuat tulisan tiga paragraf dan tulisan itu telah
diperbaiki dan semakin bagus, targetkan membuat tulisan 5-10 paragraf. Jika
telah bisa menghasilkan tulisan naratif, buatlah yang deskriptif, lanjutkan ke
argumentatif.
Buatlah makalah, tingkatkan lagi
menjadi artikel. Tulislah buku kecil, lanjutkan dengan buku yang lebih serius
dan tebal. Cobalah menulis berbagai artikel dengan beragam topik. Begitulah
seterusnya. Tantangan memicu dan memacu otak untuk terus meningkat, tajam, dan
plastis. Bersamaan dengan itu kualitas tulisan akan semakin meningkat.
Tantangan mesti terus diciptakan agar
kemapuan menulis meningkat, hasil tulisan juga bertambah bagus dan berkualitas.
Tentu saja setiap orang bebas menentukan tantangan yang akan dihadapi dan
diatasinya.
2) Kebermaknaan
Otak diikat dan ditingkatkan oleh
makna. Artinya bila mengerjakan sesuatu
yang bermakna bagi kita, otak akan menyimpannya lebih lama dan bisa mengikatnya
dengan yang lain. Karena itu jadikanlah menulis sebagai sesuatu yang bermakna
bagi diri sendiri dan orang lain . Misalnya, menulis merupakan bentuk amal kita
untuk kebaikan bersama, menulis merupakan upaya untuk mengungkapkan diri agar
berguna bagi sesama. Kebermaknaan ini memberi dampak ganda. Pertama,
meningkatkan kemampuan otak dan memperkayanya. Kedua, meningkatkan motivasi
untuk terus menulis, dan meningkatkan kualitas tulisan.
Kebermaknaan itu akan meningkat bila
tulisan yang kita hasilkan sungguh dimanfaatkan dan berguna bagi orang lain.
Kondisi ini akan memberi efek yang dahsyat bagi kita. Biasanya bias mondorong
kita untuk terus menulis dan meningkatkan kualitas tulisan. Ini bisa terjadi
karena kebermaknaan itu bersifat emosional yang mampu menggerakkan otak untuk
meningkatkan kinerjanya.
3) Rentang Waktu
Otak tidak dapat diperkaya secara
instan. Perlu waktu, harus menjalani proses yang berulang, bertahap dan
berkelanjutan. Karena otak perlu mengalami proses penyerapan, inkubasi, peragian, pengulangan dan
pengujian. Dalam kaitannya dengan menulis, kita harus terlibat dalam proses
menulis yang terus menerus. Melakukan analisis terhadap tulisan,
memperbaikinya,menulis ulang, meningkatkannya, dan menulis terus.
Rentang waktu diperlukan untuk terus
berproses. Menulis harus dilakukan berulang-ulang, berkali-kali. Jangan pernah
berpikir tulisan bisa dibuat secara instan. Memang, setelah latihan yang
panjang dan berulang-ulang, kemampuan menulis akan meningkat, kecepatannya
juga. Namun, tetap saja tulisan tidak bisa sekali jadi. Paling tidak, setelah
selesai ditulis harus dibaca ulang, dikoreksi, diedit, dan disempurnakan.
Coba ingat pengalaman kita sewaktu
sekolah atau kuliah. Bila mengerjakan tugas berupa tulisan, apakah makalah atau
laporan yang dikerjakan dengan modus SKS atau sistem kebut semalam, hasilnya
pasti tidak memuaskan. Jangankan isinya, hasil ketikannya pun banyak yang
salah. Rentang waktu memberi kesempatan bagi otak untuk menjalankan fungsinya
dengan baik.
4) Umpan Balik
Pada bagian mengumumkan tulisan telah
dijelaskan carilah teman untuk membaca tulisan yang sudah diselesaikan,dan
mintalah umpan balik. Lebih banyak teman yang bersedia memberi umpan balik, lebih
baik. Bila perlu buat grup menulis agar bisa saling memberikan umpan balik.
Gunakan umpan balik untuk memperbaiki tulisan.
Ternyata otak kita bisa diperkaya dan
ditingkatkan kemampuannya dengan diberi umpan balik. Mengapa? Karena umpan
balik membangkitkan kesadaran tentang apa yang benar dan apa yang salah dari
apa yang telah kita lakukan. Umpan balik yang memberitahu tentang yang benar
memperkuat pemahaman, karena menimbulkan rasa senang. Emosi positif ini
meningkatkan kinerja otak. Sementara itu, umpan balik tentang kesalahan,
membantu kita untuk bukan saja mengenali kesalahan, juga mengggali kembali
tentang aturan atau konsep yang benar. Mekanisme ini membantu kita untuk
melakukan koreksi diri dan segera memperbaikinya.
Hal yang sama berlaku bagi tulisan yang
telah kita selesaikan. Mengapa harus umpan balik dari orang lain. Sebab kita
sendiri terkadang sulit menemukan kesalahan dalam tulisan. Keterlibatan
emosional kita dengan tulisan sendiri membuat kita kurang terjarak dan agak
sulit menemukan kesalahan. Orang lain yang membacanya, biasanya lebih mudah
menemukan keunggulan dan kesalahan dalam tulisan kita. Umpan balik bahkan
dibutuhkan oleh penulis yang tergolong penulis berkaliber atau penulis ahli.
5) Kebaruan
Otak seperti diisi ulang bila mengalami
kebaruan. Apakah yang dimaksud kebaruan? Kebaruan meliputi: mengalami sesuatu
yang baru, yang sebelumnya tidak pernah dialami, melihat dengan cara baru,
melakukan sesuatu yang sama sekali baru, merakit sesuatu dari bahan yang sudah
ada, dan bergam bentuk kebaruan lainnya.
Ketika aku memutuskan untuk menulis
buku:
1. Research & Development,
Penelitian dan Pengembangan Suatu Pengantar
2. Penelitian Kualitatif PAUD
3. Metodologi Penelitian Kebijakan
4. Metode Penelitian Kualitatif
Manajemen
5. Metode Penelitian Kualitatif Ilmu
Sosial
6. Metode Penelitian Kualitatif
Pendidikan Agama Islam,
merupakan satu bentuk tantangan dan
sekaligus kebaruan. Tantangan karena topik-topik itu merupakan hal baru bagiku.
Penelitian kualitatif tentu sudah sangat akrab, tetapi topik PAUD, Manajemen,
Kebijakan, Ilmu Sosial, dan Pendidikan Agama Islam adalah kajian yang relatif
baru bagiku. Baru dalam arti aku tidak pernah secara formal mempelajarinya.
Tentu ada pengalaman terkait dengan topik itu, namun pengalaman yang terbatas.
Karena itu dibutuhkan rentang waktu
yang memadai untuk mempelajari topik itu dengan sungguh-sungguh agar didapatkan
hasil yang baik. Juga dengan cara mengajak orang yang tepat untuk bersama-sama
menulis topik itu. Menulis bersama juga merupakan tantangan dan kebaruan
bagiku. Inilah contoh kebaruan dalam menulis. Intinya kita mencoba menulis
sesuatu yang bagi diri kita sendiri merupakan sesuatu yang baru. Dengan
demikian kita memasuki suatu kondisi baru yang penuh tantangan dan meningkatkan
kinerja otak. Bersamaan dengan itu, kemampuan menulis juga meningkat.
Assalamualaikum pak, untuk berkomentar apa saya pun jadi bingung sendiri. Saya salut sama bapak karena didalam tulisan ini bahasa yang bapak pergunakan sangat berbobot walaupun sejujurnya masih banyak kata2 yang sulit untuk otak saya cerna, bahkan untuk saya pahami. Meskipun begitu, terlihat bapak adalah orang yang berwawasan luas yang menguasai banyak hal. Empat jempol deh pak dari saya, jempol tangan kanan, jempol tangan kiri, jempol kaki kiri dan jempol kaki kanan !! Sekian itu saja mungkin pak komentar dari saya : Maulida Nurul Atikah, PIPS Reg B 2013
BalasHapusnama : Pathurochmah
BalasHapuskelas non reguler B PIPS 2013
setelah saya membaca karya Bapak yang berjudul " Menulislah seperti Sholat" saya terpacu lagi untuk menulis, dalam karya Bapak banyak sekali pengetahuan baru yang sebelumya tidak saya ketahui seperti otak emosional. intuisif dan banyak hal lain. saya sering kali mengatakan tidak "mood" dalam menulis, namun alasan saya itu bisa Bapak jelaskan dengan baik. fokus saya memang agak sedikit kesulitan ketika menulis dalam keadaan yang tidak begitu kondusif. pikiran dan apa yang saya tuliskan tiba-tiba hilang, seperti halnya ketika membaca karya Bapak saya seidikit bingung. bapak menjelaskan begitu detail sampai pada fungsi otak kanan dan kiri beserta komposisinya bahkan cara memperkaya otak pun Bapak tak lupa menyampaikanya. saya rasa yang Bapak katakan bahwa menulis bisa dilakukan dimana pun, kapan pun memang benar adanya. terimakasih atas pengalaman yang Bapak berikan dalam " Menulislah seperti Sholat" hampir saya pernah mengalaminya pak, jadi benar-benar membantu.
Nama : Firman Surahman
BalasHapusKelas : Reguler B 2013
pak disini saya tidak bisa berkomentar banyak karena saya hanya bisa tercengang ketika saya membaca tulisan-tulisan bapak salah satunya menulis seperti shalat ini. memang luar biasa, namun saya sedikit bingung pak, otak manusia pasti jelas berbeda dan bakat sudah tentu akan berbeda pak, bagaimana caranya untuk bisa memaksimalkan suatu hal yang bukan bakat kita sehingga kita melakukan pekerjaan meski itu tak sesuai kemampuan kita ? saya juga ingin bertanya, saya sangat suka membuat cerita namun hanya saya ungkapkan saja karena saya tidak suka menulis pak, bagaimana cara memaksimalkan kesukaan saya dalam membuat cerita sehingga ide-ide cerita saya tidak sia-sia dan bagaimana caranya menyatukan setiap paragrafnya pak ? satu lagi pak, bagaimana kita bisa tahu mana tulisan yang asli pemikiran sendiri dan tulisan yang copy paste dari ungkapan orang lain pak ? terimakasih mohon maaf pak bila ada yang salah. mohon dijawab pak pertanyaan saya.
Siti Alawiyah
BalasHapusP.ips 2013
Setelah saya membaca "menulis seperti solat". saya dapat lebih mengerti tentang menulis. saya jadi tahu bahwa menulis tidak sekedar cetusan emosi tapi harus memakai gagasan,nalar, dan argumentasi.bahwa sumber tulisan didapat dari manasaja seperti pengalamn pribadi,membaca buku,berdiskusi dengan teman. dan menulis harus fokus dengan apa yang ditulis.dan menulis harus mempunyai tantangan,kebermaknaan,rentang waktu dan umpan balik. semua itu membuat saya mendapat ilmu lagi setelah membaca.
Nama :Aginda nabila putri yudia
BalasHapusno reg : 4915131408
kelas : reguler A
sebenernya saya bingung harus komentar apa. Tapi menurut saya bahasa yang digunakan terlalu rumit bagi para pemula, terutama seperti saya. Saya bingung dengan tulisannya, tapi saya tertarik untuk membacanya sampai habis.
Makasih :)
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
BalasHapusSaya yulinda i.p pak dari kelas p.ips reg b 2013, saya sudah membaca tulisan bapak yang berjudul menulislah seperti shalat. Tulisan tersebut sangat inspiratif dan dapat memotivasi saya untuk membuat tulisan. Tapi ada satu hal yang ingin saya tanyakan pak, bagaimana tips bapak agar saat menulis itu pilihan kata yang kita gunakan dalam kalimat tidak monoton? Terimakasih sebelumnya pak. Wassalamualakium Warahmatullahi Wabarakatuh
Setelah membaca tulisan ini, saya setuju dengan penulisan yang membutuhkan emosi. Bukan untuk keluar dari konteks rasional, namun ini penting untuk menyatukan emosi dengan fakta yang ada. Saya sangat senang membaca, terutama membaca novel yang tentu saja pemilihan diksi kata di dalamnya lebih dipahami oleh remaja pada umumnya. Bukan hanya novel yg suka saya baca, artikel apapun yg dirasa menarik pasti saya baca. Dari berbagai sumber tulisan yang senang saya baca, saya belajar banyak hal dari model tulisan. Saya lebih senang dengan tulisan yg seperti bapak buat. Lebih melibatkan emosi namun tetap mengacu kerasionalitasan dan faktanya. Ini membuat saya lebih termotivasi untuk menulis, bukan hanya sekedar membaca saja. Terimakasih pak
BalasHapusIntan Bahriani Khaer PIPS A 2013
keseluruhanya bagus kena sekali klimaks permasalahan ,namun banya kekurangab huruf atau di slah pengetikan ..nur muhammad p.ips b 2013
BalasHapuskenapa bapa menganjurkan cara menulis pada awalan itu, sama seperti ketika awalan dalam meneliti, yaiyu spesifikasi fokus utmama topik, itu yang menurut saya yang membuat tulisan bapa kurang atraktif, dana bagaimana menurut bapa seorang penulis fiksi sekelaas J.K. Rowling itu, saat menulis
BalasHapusannisa musdalifah P.IPS Non reg
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
BalasHapusSaya yulinda i.p pak dari kelas p.ips reg b 2013, saya sudah membaca tulisan bapak yang berjudul menulislah seperti shalat. Tulisan tersebut sangat inspiratif dan dapat memotivasi saya untuk membuat tulisan. Tapi ada satu hal yang ingin saya tanyakan pak, bagaimana tips bapak agar saat menulis itu pilihan kata yang kita gunakan dalam kalimat tidak monoton? Terimakasih sebelumnya pak. Wassalamualakium Warahmatullahi Wabarakatuh
Dinny Mayangsari. Jurusan P.IPS B 2013
BalasHapusSetelah saya membaca posting blog bapak yang berjudul "Menulislah Seperti Sholat" saya menyadari sesuatu yang berharga, bahwa sejelek apapun tulisan kita itulah hasil karya kita yang belum tentu orang lain bisa membuatnya...
sejujurnya, saya memang hobby menulis semenjak kelas 2 SD. menulis cerpen lebih tepatnya. sampai ketika saya SMP, saya iseng membuat novel romance ala2 ABG seumuran saya sebanyak 2 novel. tentunya itu tidak saya publikasikan, karena saya merasa tulisan saya masih sangat payah, apalagi alur ceritanya..
ketika saya SMA, saya mulai menulis lagi. membuat sebuah novel yang menurut saya lumayan bisa di terima di kalangan anak muda. saya berpendapat seperti itu karena saya sudah menyuruh teman-teman di kelas saya untuk membacanya. hehehe dan mereka bilang, novel saya cukup menarik dan menyarankan agar saya mencoba mengajukannya ke sebuah penerbit. tapi ya entah mengapa saya masih saja ragu untuk mempublikasikannya. saya merasa masih sangat payah.. lebih tepatnya saya takut ditolak. dan sampai akhirnya saya berhenti menulis dan tidak pernah lagi menulis.
tapi setelah saya baca postingan bapak (sejujurnya saya belum baca semuanya. baru membaca 4 postingan bapak) saya menyadari bahwa menulis itu memang sangat penting. selain bisa menuangkan ide-ide yang ada dipikiran saya, menulis juga dapat melatih saya untuk memperindah tulisan saya dalam arti saya dapat merubah diksi yang sesuai...
saya berharap, suatu saat nanti saya bisa sehebat bapak, yang sudah mengeluarkan buku-buku bermanfaat bagi khalayak. karena seperti yang tertera di psotingan bapak, setelah kita meninggal memang hanya 3 amal yang akan terus mengalir, doa anak sholeh, amal jariyah, dan ilmu yang bermanfaat..
Menulislah seperti shalat ini memberikan saya referensi mengenai bagaimana cara membuat suatu tulisan yang berkualitas. Tulisan ini banyak mengandung berbagai aspek kehidupan yang menurut saya sangat bagus karna sesuai dengan pokok pembicaraan. Menjelaskan pula bagaimana cara memperkaya otak agar bisa membuat suatu tulisan yang tidak hanya cetusan emosi semata tetapi tetap ada nya gagasan, nalar dan argumentasi. Semoga setelah saya membaca tulisan Bapak ini, saya bisa mebuat sebuah tulisan yang baik dan berkualitas.
BalasHapusM Rizky Stevano, Pend.IPS Nonreguler 2013
nama : Fani Novi Alvianta
BalasHapusjurusan : Pendidikan IPS
pak, saya bingung gimana caranya agar saya bisa memperbaiki tulisan saya ketika saya sedang mengoreksinya? ketika saya sedang membaca ulang, yang ada saya malah bingung harus menambah dan memperbaiki dimananya. terima kasih pak
ya walaupun saya belom baca sampai selesai tapi saya sudah mulai termotivasi untuk menulis walaupaun tulisannya tidak sebagus punya bapak nanti.
BalasHapusTarmuji
P.IPS REG B 2013
Menurut saya, tulisan Menulislah seperti Shalat ini sangat bagus untuk dibaca semua kalangan terutama bagi kami yang masih sangat awal untuk mulai belajar menulis. Tulisan ini dapat memotivasi kami untuk menulis, dan membuat kami lebih percaya diri dengan kemampuan yang kami miliki untuk menulis.
BalasHapus