Senin, 03 Februari 2014

MALAM TEDUH

Di luar angin rada kenceng. Terasa dingin mencubit daging. Tak ada hujan, masih terdengar suara geluduk, di langit sesekali kilat muncrat, jalanan sepi meski malam minggu. Mungkin orang-orang memilih berkumpul dalam kehangatan keluarga setelah diterjang banjir tiga kali dalam sepuluh hari ini.

Di rumah mungilku malam ini hangat dan meriah. Puluhan mahasiswa berkumpul untuk menyelesaikan skripsi. Kebanyakan dari mereka sudah menyempurnakan bab tiga. Beberapa masih memperkaya dan menajamkan bab dua. Ada yang baru bergabung malam ini dan masih mendiskusikan bab satu.

Dengan pakaian rumahan yang santai, sambil minum kopi mix, menikmati gorengan, dan mendengarkan alunan musik, masing-masing asyik dengan pekerjaannya. Ada yang terus memoloti laptop dan terus mengetik, serius membaca buku, berkumpul bertiga berdiskusi, dan ada yang duduk pada peralatan olahraga di teras dan asyik berselancar mencari bahan di internet pada laptonya. Kabel berseliweran ke mana-mana.

Di ruang sebelah aku berdiskusi tentang kisi-kisi instrumen dengan beberapa mahasiswi dan mahasiswa. Aku dengan sabar mendengarkan penjelasan mereka mengapa ada beberapa butir dari kisi-kisi itu yang baru ditambahkan belakangan dan kurang sesuai dengan uraian teori di bab dua.

Kami duduk di ubin sambil bersila dan selonjoran. Tentulah diskusi hangat karena ada mahasiswa yang tampaknya kurang setuju dangan cara yang ditempuh temannya dalam pengembangan kisi-kisi instrumen. Seperti biasa, aku lebih banyak mendengar terlebih dahulu dan membiarkan mereka adu argumentasi. Aku sungguh merasa ini kuliah bener. Di kelas susah membangun suasana kondusif kayak gini.

Malam makin larut. Tak ada seorang pun mahasiswa yang beranjak naik untuk tidur. Kelihatannya hampir semua makin larut dengan laptop dan buku. Aku mengeluarkan sejumlah makanan dari kulkas untuk digoreng. Suasana agak berubah saat aroma gorengan menyebar ke seluruh ruangan. Rupanya aroma gorengan kentang dan ayam olahan ini mampu mengusik mereka. Beberapa mahasiswa mengambil inisiatif merebus air untuk membuat minuman hangat.

Sambil menikmati gorengan kami berdiskusi tentang penelitian kualitatif. Membedakan penelitian kualitatif antropologi dan pendidikan, kekhususan etnografi pendidikan, dan kekuatan penelitian kualitatif untuk meneliti proses. Pembicaraan menghangat karena terdapat sejumlah perbedaan pendapat di antara mahasiswa tentang studi kasus, karena studi kasus bisa digunakan dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif.

Diskusi juga menghangat saat membicarakan fokus penelitian kualitatif dikaitkan dengan perumusan pedoman wawancara dan pedoman pengamatan untuk mengeksplorasi data. Mahasiswa makin menyadari tidak selalu mudah memfokuskan masalah penelitian kualitatif. Ketidakmudahan itu terjadi karena realitas yang diteliti yaitu fenomena pendidikan merupakan keutuhan yang tidak gampang dicabik-cabik dalam sejumlah variabel sebagaimana yang biasa dilakukan dalam penelitian kuantitatif.

Dalam kaitan ini, pengalaman mereka melakukan praktik mengajar selama satu semester dan beberapa kali melakukan latihan penelitian kualitatif, serta melakukan penelitian kualitatif dengan fokus sangat terbatas dalam mata kuliah Manajemen Konflik sangat membantu. Aku memang merancang kuliah Manajemen Konflik mengharuskan mahasiswa pergi ke berbagai tempat di Jabodetabek yang pernah dan sedang mengalami konflik seperti Johar Baru, Waduk Ria Rio, Waduk Pluit, beberapa sekolah yang sedang atau pernah tawuran, dan banyak tempat lain untuk melakukan eksplorasi masalah secara kualitatif.

Aku menjadi bisa dan terbiasa dengan penelitian kualitatif karena sejak mahasiswa dan sebagai dosen muda sudah melakukan penelitian kualitatif di bawah bimbingan atau melakukan penelitian dengan arahan dari Prof. Dr. Conny R. Semiawan yang saat itu menjadi Rektor IKIP Jakarta, Prof. Dr. Ir. Jujun Surisumantri selaku Ketua Lembaga Penelitian IKIP Jakarta, Prof. Dr. H.A.R Tilaar M, Sc, Ed. yang memimpin Lembaga Penelitian dan Manajemen Pendidikan IKIP Jakarta, dan Dr. A. L Molleong yang pertama sekali menulis buku Metode Penelitian Kualitatif dalam bahasa Indonesia. Berbagai pengalam itu yang membuatku bisa dan sangat terbiasa. Kini giliranku memberi kesempatan yang sama pada mahasiswa. Bisa karena biasa. Mereka harus mengalami, agar pemahaman dan penghayatannya mendalam.

Diskusi malam ini terus berlanjut.  Mahasiswa yang melakukan penelitian tindakan kelas dan kuasi eksperimen juga heboh mendiskusikan siapa yang paling tepat untuk mengajar, mereka sebagai peneliti atau guru saat melaksanakan tindakan atau perlakuan. Kita bahas ini secara hati-hati dan rinci, plus minusnya serta berbagai konsekuensinya.

Suasana memang hangat, namun terasa sangat teduh. Kami berdiskusi diiringi petikan indah gitar Earl Klugh, gorengan dan minuman hangat. Melampaui semua itu, diskusi ini dilakukan dalam suasana pencarian yang melibatkan mahasiswa sebagai pelaku utamanya. Suasana kekeluargaan dengan racikan canda dan kelucuan saat memberi contoh, nyambi ngeledekin mereka yang lagi jatuh cinta atau ngambek dengan doinya, sungguh membuat pertemuan ini lebih mirip kumpul keluarga saat lebaran daripada mengerjakan skripsi.

Proses belajar yang menyenangkan seperti ini terbukti lebih mampu meledakkan energi kreatif para mahasiswa untuk berkreasi dan mengeksplorasi keunggulan tiap individu, dalam suasana kebersamaan. Inilah yang memungkinkan sejumlah mahasiswa sudah menyelesaikan bab tiga dan mulai meracik instrumen penelitian hanya dalam waktu sebulan sejak kita mulai saat liburan natal dan tahun baru.

Belajar dan bekerja dalam kebersamaan dan saling berbagi bukan saja sangat efektif, juga sangat indah. Kami makan bersama, menikmati apa yang ada secara bersama dan saling bantu, bahkan untuk makan malam, menyediakan cemilan dan sarapan.

Di tengah asyik diskusi, tiba-tiba ada mahasiswa yang minta izin mau mandi. Semua yang hadir kaget karena waktu sudah melampaui pukul 00.00. Biasalah, ada saling ledek dan macam-macam komentar. Beberapa waktu sebelumnya ada mahasiswa yang baru datang menjelang tengah malam, menyedu minuman hangat, kemudian membuka kasur lipat dan tidur. Kesannya dia cuma mau numpang tidur di sini setelah malam mingguan dengan pacarnya. Ia bilang akan kerjakan skripsi setelah selesai shalat subuh.

Mahasiswa memang sangat beragam latar belakang agama, suku, asal sekolah, dan dalam banyak hal lain. Di rumah mungilku ini, kami semua larut dalam kebersamaan, diiktat erat oleh kesamaan tujuan, dan membangun persaudaran. Kami menyadari, kampus dan ruang kelas hanyalah titik permukaan. Jalinan persaudaraan dan kesalingpengertian yang mendalam ditumbuhkembangkan dalam berbagai tempat, suasana, dan waktu. Kami semua pernah bersama meneliti di Kepulauan Seribu, melaksanakan KKL ke Bali dan Yogyakarta.

Secara keseluruhan kami sudah sangat terbiasa bersama di luar kelas, dalam semangat mencaritemukan berbagai kemungkinan kebenaran keilmuan, sebagai para pengabdi pendidikan yang mengusahakan masa depan yang lebih baik. Dengan cara meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam semangat dan suasana persaudaraan. Sebab hakikinya

PENDIDIKAN ADALAH WAHANA UNTUK TERUS MENGEMBANGKAN KESADARAN BAHWA BAGI MANUSIA, ADA SELALU BERMAKNA ADA BERSAMA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd