Korupsi memang menjadi masalah akut pada banyak negara di dunia. Tranparansi Internasional sejak 1995 melakukan penelitian untuk mengukur indeks persepsi korupsi berbagai negara di dunia. Banyak hal menarik dari hasil kerja Transparansi Internasional yang berpusat di Berlin.
Hasil survey 2004 dan 2014 menunjukkan hal sebagai berikut:
2004. Peringkat 1. Finlandia, Islandia, Selandia Baru, 4. Denmark, 5. Singapura, 6. Swedia,7. Swiss, 8. Norwegia.
2014. Peringkat 1. Denmark, 2. Selandia Baru, 3. Finlandia, 4. Swedia, 5. Norwegia, Swis, 7. Singapura...12. Islandia.
Terlihat dengan jelas penghuni peringkat atas ini negara yang sama hanya ada perubahan peringkat. Sungguh negara-negara ini sangat konsisten karena selama sepuluh tahun bisa bertahan menjadi negara yang bersih dari korupsi.
Bagaimana dengan negara-negara yang mayoritas penduduknya orang Islam? Inilah peringkat sejumlah negara itu dalam survey 2004 dan 2014, Qatar (32 dan 26), Yordania (40 dan 55), Malaysia (44 dan 50), Kuwait (46 dan 67), Tunisia (51 dan 79), Lebanon (63 dan 136), Mesir (70 dan 94), Arab Saudi (70 dan 55), Maroko (79 dan 80), Aljazair (84 dan 100), Libya (105 dan 166), Yaman (111 dan 161), Indonesia (130 dan 107), Pakistan (142 dan 126), Bangladesh (156 dan 145). Ada yang naik dan turun. Namun secara keseluruhan tingkat korupsinya tinggi dan sangat tinggi. Bila memasukkan Afghanistan, Sudan, Turkmenistan, dan Uzbekistan keadaannya makin parah karena menempati posisi paling bawah yang berarti sangat dan paling korup.
Islam adalah agama yang sangat tegas mengharamkan kejahatan korupsi. Islam menyebut kejahatan jenis korupsi ini seperti memakan daging saudaramu. Artinya mengambil yang bukan haknya. Mencuri saja hukumannya potong tangan. Korupsi itu mencuri yang sistematis dan mengambil milik publik yang menimbulkan kerugian publik. Hukumannya pastilah lebih dari potong tangan. Mungkin yang paling tepat adalah potong leher.
Namun, para pejabat di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim sangat korup. Artinya semangat keislaman itu tidak mewarnai kehidupan sehari-hari yang nyata. Jika menggunakan bahasa sehari-hari, banyak orang hanya Islam KTP. Islam cuma atribut. Islam bukan pedoman hidup yang dihayati dan dijalani.
Maknanya banyak orang mengaku Islam tetapi hidup dengan cara-cara yang tidak islami. Islam diperlakukan seperti makan prasmanan, diambil yang disukai saja. Saat kepentingan pribadi atau kelompoknya terganggu, menggunakan Islam untuk menyerang orang lain. Bahkan dengan cara-cara yang tidak islami.
BagI kebanyakan mereka, Islam sungguh belum menjadi pedoman hidup yang benar-benar dijalani. Tragisnya semakin miskin negara dengan penduduk mayoritas muslim, korupsinya makin parah. Pastilah akibatnya sangat menghancurkan masyarakat miskin.
Dalam konteks Indonesia, pengadaan Al Qur'an dan urusan haji pun dikorupsi. Banyak urusan dan kepentingan yang berkaitan langsung dengan agama dan umat yang dikorupsi.
Pelaku korupsi justru tokoh yang sangat mengerti ajaran Islam dengan segala atribut keislaman yang sebenarnya sangat terhormat seperti kiyai haji atau hafal Al Qur'an. Tanpaknya atribut keislaman itu belum mencerminkan perilaku yang islami. Baru-baru ini, Fuad Amin seorang tokoh masyarakat dan sekaligus tokoh keagamaan ditangkap tangan oleh KPK dalam kasus penyuapan.
Karena negeri ini mayoritas penduduknya muslim, maka pejabatnya juga banyak yang muslim. Ketika tingkat korupsi sangat tinggi pastilah yang paling banyak korupsi pejabat muslim. Wajar jika ada yang berpendapat bahwa meski mereka muslim, ajaran Islam belum mempengaruhi mereka secara bermakna.
Dalam konteks ini menarik untuk menyebutkan penelitian Hossein Askari yang kontroversial. Penelitiannya menunjukkan bahwa negara yang paling menggambarkan perujudan ajaran-ajaran Islam dalam praktik hidup sehari-hari adalah Selandia Baru dan sejumlah negara barat lain. Sedangkan negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim tidak ada yang menduduki posisi atas. Sebagian kecil ada di tengah, kebanyakan di bawah.
Beberapa negara dan peringkatnya adalah Malaysia (urutan ke-38), Kuwait (48), Uni Emirat Arab (66), Maroko (119), Arab Saudi (131), Indonesia (140), Pakistam (147), dan terburuk adalah Somalia (206). Negara barat yang dinilai mendekati nilai-nilai Islam yaitu Kanada pada peringkat ke-7, Inggris (8), Australia (9), dan Amerika Serikat (25). Jepang pada urutan 29. Bahkan peringkat Israel (61) berada di atas banyak negara berpenduduk mayoritas muslim.
Pastilah penelitian Askari bisa dipersoalkan terutama indikatornya. Namun, paling tidak dapat digunakan untuk memotret kesungguhan umat Islam mewujudkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata sebagaimana yang menjadi fokus penelitian ini.
Siapa pun yang pernah berkunjung atau tinggal di beberapa negara Eropa dan Jepang, serta negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim seperti Pakistan dan Indonesia pasti merasakan bahwa temuan Askari ada kebenarannya, meski tentu saja tidak sepenuhnya benar. Tertib sosial di sejumlah negara barat dan Jepang memang lebih baik dan bermutu dibandingkan negara dengan mayoritas penduduk muslim. Contoh paling nyata adalah kebersihan dan keteraturan sebagai bukti tatakelola masyarakat. Di negara barat yang masuk peringkat atas memang sangat terlihat bedanya dengan di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim.
Khusus dalam bidang korupsi tampaknya harus diakui, banyak negara yang berpenduduk mayoritas muslim tingkat korupsinya memang masih tinggi. Tentu banyak faktor penyebab. Tetapi lemahnya penghayatan dan pengejawantahan iman dalam kehidupan sehari-hari harus diakui sebagai faktor yang ikut mempengaruhi.
Pastilah ini tidak terkait dengan kebenaran Islam sebagai ajaran. Tetapi lebih pada ketidakmampuan orang Islam menjalankan ajaran agamanya secara konsisten.
Fakta tentang korupsi ini secara tegas menunjukkan bahwa,
AGAMA BERMAKNA HANYA BILA DIUJUDKAN DALAM KEHIDUPAN NYATA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd