Ini bukan yang pertama. Tetapi yang sangat mengganggu.
Beberapa kali aku pernah "disapa" gay. Biasanya di mal. Umumnya si gay itu mengikuti ke toilet dan "menyapa". Basa-basi berbincang, kemudian mengajak kenalan.
Aku yakin para "penyapa" itu gay dari gaya dan cara bicaranya. Umumnya mereka sangat rapih untuk ukuran pria. Menonjolkan bentuk badannya yang biasanya berotot dan terawat. Menggunakan pakaian ketat, lengkap dengan tas yang menggantung di pundak, jarang mereka menggunakan tas gemblok yang menggantung di punggung.
Akan semakin terlihat bila mereka mulai bicara. Cara dan gaya bicaranya agak dibuat-buat atau kurang wajar, dengan mata yang digenit-genitkan. Tatapan matanya langsung ditujukan ke mata kita dengan sedikit kedipan. Sungguh berupaya menggoda.
Beberapa di antara mereka malah berani memegang tangan atau pundak orang yang "disapa". Bila "sapaan" ditanggapi dengan positif, ada yang berani mencubit mesra tangan orang yang "disapa".
Sewaktu berada di klub-klub gay di Seminyak Bali untuk melakukan pengamatan bagi keperluan tulisan, aku menyaksikan dan mengalami "sapaan" yang lebih pantas disebut godaan. Dengan cara yang lebih langsung, berani dan nantang.
Suasananya sungguh berbeda, sebab pengunjungnya mayoritas gay. Hiburan yang disajikan juga menegaskan ini komunitas gay. Wajar bila mereka sangat berani, dan menunjukkan identitasnya sebagai gay secara terbuka.
Kali ini di Bandara Soekarno-Hatta. Aku menuju toilet membawa koper kecil yang bisa ditarik karena memiliki dua roda. Karena mengenakan tongkat di tangan kiri, aku tidak dapat bergerak cepat seperti biasanya. Kala hendak meletakkan koper kecil itu di tempat yang disediakan dekat pintu masuk toilet, seorang pria bertubuh atletis membantu meletakkan. Ia bukannya memegang koper, tetapi tanganku.
Ia lelaki macho. Ganteng beneran. Tingginya melampui tinggiku. Tubuh tegapnya menonjol karena ia mengenakan kaos oblong putih yang menempel melekat di badan. Lekuk tubuhnya yang atletis sangat menonjol. Rambutnya sangat pendek bergaya tentara. Pada kedua tangannya yang kekar terlukis tatto warna-warni. Hiasan yang biasa digunakan para rocker. Tengkorak, naga dan dedaunan seperti daun ganja. Ia mengenakan semua barang bermerek terkenal. Ia menggunakan kalung, rasanya dari platinum berbentuk rantai. Namun hiasannya terasa mengundang senyum. Lambang Givenchi. Lelaki tegap menggunakan hiasan yang cewek bangets. Pada dada kiri kaos oblonngya tertera Armani, label pakaian mahal.
Bila arloji yang digunakannya asli bukan kw-kwan, harganya melampaui tiga ratus juta. Arloji kelas atas dengan merek yang sangat terkenal. Sepatu dan kepala ikat pinggannya juga Armani. Parfumnya sangat terasa aroma rempah. Tas hitam yang menggantung di pundaknya juga merek terkenal. Ia memegang iphone dan ipad keluaran Apple. Benar-benar berkelas.
Rupanya ia tidak sendirian. Ikut dibelakangnya lelaki yang terlihat lebih kemayu. Mengenakan kemeja ketat penuh bunga dengan warna dasar putih. Sama seperti lelaki pertama, semua barang yang dikenakannya bermerek terkenal. Rambutnya bergaya CR7. Ia berjalan dengan anggun.
Lelaki pertama berjalan mengikutiku ke tempat buang air kecil. Ia berdiri di sebelahku. Juga membuang air kecil. Ia menanyakan nama dan tujuanku. Ia memandangiku, matanya mulai dikedipkan. Sungguh sangat tidak enak caranya menatap dengan kedipan itu. Namun yang terasa sangat mengganggu adalah tindakannya saat akan menyelesaikan buang air kecil. Ia sengaja menarik nafas panjang dan setelah itu mengeluarkan keluhan sambil menjulurkan lidahnya. Rasanya tindakan ini merupakan pelecehan seksual. Ada rasa jijik dalam benakku. Keterlaluan lelaki ini.
Saat aku berjalan menuju tempat koper, lelaki yang kemayu membawakan koperku. Aku meminta agar aku saja yang membawa, ia tidak memberikan koperku itu. Keluar dari toilet aku didampingi dua pria. Di kiri yang membawakan koper dan di kanan lelaki yang bertingkah menjijikkan saat buang air kecil.
Mereka mengajakku makan di resto yang sangat dekat dengan toilet. Agak memaksa, aku menolak dan tetap berjalan. Mereka mengikutiku sambil bertanya macam-macam. Tinggal dimana, apakah sudah berkeluarga, kerja dimana, apakah pergi sendirian atau bersama teman dan banyak pertanyaan lain. Mereka juga meminta nomor kontakku.
Aku bersikap dingin dan menjawab seadanya. Aku sengaja kurang peduli, dan tetap berjalan. Saat melintasi warung kopi Amerika yang sangat terkenal, mereka menawarkan untuk singgah dan ngopi. Aku juga menolak dan meminta koper.
Mereka malah terus mengikuti. Setelah pemeriksaan barang untuk masuk ruang tunggu, aku langsung menuju ruang tunggu. Rasa kesal mulai muncul karena mereka terus mengikuti dan mengajak ngobrol. Di ruang tunggu, belum ada seorang pun temanku yang akan bersama-sama ke Semarang. Aku menuju ke arah yang bangku kosongnya tinggal satu dan di tengah. Di kiri kanannya ada dua ibu paruh baya. Aku meminta koper dan mengucapkan terima kasih. Keduanya bergantian salaman padaku dan melambaikan tangan. Saat berada di pintu, keduanya melambaikan tangan lagi. Aku merasa lega karena akhirnya terbebas dari dua lelaki itu. Mereka meninggalkan ruang tunggu sambil berpegangan tangan sebagaimana layaknya orang pacaran.
Kedua lelaki itu hanya sebagian sangat kecil dari komunitas yang semakin besar, berani, dan terkesan unjuk diri. Sejumlah pertanyaan nyembul, perubahan seperti apakah yang sedang terjadi dalam masyarakat kita sehingga anak muda yang memilih untuk mencintai sesama jenis semakin banyak? Mengapa mereka semakin berani menampilkan diri sebagai pasangan sejenis di depan publik secara mencolok? Perubahan apa saja yang terjadi dalam pola asuh keluarga sehingga orang macam begini terus bertambah? Kemakah arah reproduksi kultural bangsa ini?
Apakah kemunculan masif pasangan sejenis ini hanya kecenderungan sesaat karena sedang mendapat perhatian? Atau memang menegaskan arah perkembangan masyarakat kita makin menjauh dari nilai-nilai utama bangsa ini? Apakah kecenderungan ini merupakan rekayasa sistematis kekuatan yang bersifat global untuk tujuan-tujuan tertentu? Paling tidak semakin nyata bahwa komunitas pasangan sejenis ini membutuhkan banyak peralatan khas dan model serta tempat hiburan yang khusus, bukankah semuanya akan bermuara pada penciptaan pangsa pasar baru? Apakah ada ideologi tertentu yang menjadi daya dorong semakin suburnya kemunculan pasangan sejenis?
Paling kurang keberadaan pasangan sejenis, komunitas dan perilaku serta tindakannya telah menjadi pemicu kegaduhan dan kontroversi pada banyak negara dan masyarakat pada tingkat global. Pro kontra telah berubah menjadi pemicu konflik dan keterbelahan dalam masyarakat.
Menariknya sebagian aktivis HAM memberikan dukungan pada mereka atas nama hak dasar untuk hidup dan memilih pasangan. Sementara itu sejumlah anggota masyarakat terutama atas dasar dan atas nama agama, menolak keras keberadaan mereka dan mengaitkannya dengan dosa besar dan tanda-tanda kiamat.
Pasangan sejenis atau ketertarikan pada sesama jenis bukanlah fakta baru. Pada zaman dahulu kala pernah muncul dan tercatat dalam kitab suci. Kita tidak tahu apakah kemunculan komunitas ini bisa terjadi bila ada sejumlah kondisi yang memicunya. Dengan demikian kemunculannya sebenarnya menunjukkan bahwa telah terjadi sejumlah anomali dalam kehidupan masyarakat.
Pencermatan terhadap perkisahan kehancuran bangsa yang melakukan hubungan sejenis dalam kitab suci menunjukkan beberapa pertanda yaitu ketidakpatuhan manusia pada aturan yang telah digariskan oleh Sang Penentu Aturan. Abai pada himbauan dan peringatan agar kembali pada kebenaran, ketidakpedulian masyarakat terhadap berbagai perilaku buruk yang berkembang di sekitarnya. Sejumlah orang kompak melakukan kejahatan berjamaah. Pembiaran terhadap berbagai perilaku dan tindakan tidak terpuji karena beranggapan semua itu bukan urusan saya. Secara keseluruhan dapat ditegaskan terjadi penjungkirbalikan aturan dan norma. Ada kesenangan dan kebanggan melakukan dosa dan kesalahan.
Kita tidak tahu apakah kondisi sekarang ini memiliki kesamaan dengan masa ketika bangsa yang membiarkan hubungan sejenis itu akhirnya hancur. Modernitas memang mendorong agar setiap manusia menjadi individu yang bebas dan mandiri. Memberikan batas yang sangat tegas bagi masyarakat agar tidak memasuki wilayah dan kebebasan individu.
Akibatnya setiap individu merasa bebas memilih tindakan yang dapat memenuhi keinginannya tanpa memperdulikan masyarakat di sekelilingnya, yang penting tidak mengganggu orang lain. Sementara masyarakat juga tidak mau memasuki wilayah pribadi, karena percaya pilihan individu bukan merupakan urusannya. Boleh jadi cara pandang moderen ini merupakan salah satu pemicu tumbuh kembangnya perilaku menyukai dan mencintai sejenis.
Modernitas juga mendorong setiap individu mencari jalan dan cara-cara sendiri yang khas untuk mengungkapkan diri. Boleh jadi, dorongan itu memicu dan memacu anak-anak muda yang sedang mencari dan merumuskan jati diri, mencoba-coba apa saja yang tidak biasa, yang sama sekali berbeda.
Bila kini banyak anak muda yang menjadi gay atau lesbian, boleh jadi karena faktor-faktor itu. Meskipun kita tidak dapat mengabaikan adanya faktor pribadi dari tiap individu yang melakukannya. Apapun alasan dan pemicunya, kita memang mesti prihatin.
Dalam masyarakat, berkembang sejumlah reaksi yang berbeda. Ada yang secara keras dan kasar melakukan penolakan dan menghujat. Menuduh para pelakunya sebagai pendosa dan penjahat. Karena itu para penolak ini menyerukan perlawanan dan mendorong tindakan keras terhadap para pencinta sejenis.
Apakah mereka memang harus dihadapi dengan cara tunggal seperti itu? Saat "disapa" gay, terutama di Bandara Soekarno-Hatta, saya sungguh merasa sangat terganggu. Pada tingkat tertentu juga ada rasa jijik. Namun, saya tetap menahan diri, tidak bereaksi berlebihan. Sedapat mungkin tidak menunjukkan reaksi negatif berupa kemarahan.
Saya mencoba memahami mereka secara empatis. Saya membayangkan jika saya adalah mereka, boleh jadi akan bersikap sama dengan mereka. Rasanya mereka lebih baik direspon dengan cara yang baik. Tidak perlu menghujat, tetapi mencari tahu mengapa mereka bisa seperti itu. Syukur-syukur bisa ikut membangun pemahaman dan kesadaran agar mereka bisa menjadi normal kembali.
Seperti kita, mereka adalah manusia yang membutuhkan perhatian, penghargaan, dan ingin diperlakukan dengan baik. Karena itu paling tidak, kita tidak ikut-ikutan menghujat mereka. Sikap baik yang kita tunjukkan, mudah-mudahan merupakan jalan untuk membangun saling pemahaman. Sangat bagus bila menjadi cara untuk menyadarkan mereka.
Menaiknya jumlah pencinta sejenis, paling kurang ikut membangun kesadaran kita bahwa
KETIDAKPATUHAN INDIVIDU DAN KETIDAKPEDULIAN MASYARAKAT MERUPAKAN SUMBER BERAGAM PENYIMPANGAN.
Senin, 19 Oktober 2015
"DISAPA" GAY
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd