Mandela adalah matahari paling cerlang
dalam kepemimpinan dunia. Di tanah airnya ia dipanggil Buya Mandela. Artinya
yang terpilih, terhormat dan terpuji. Kecerlangannya merupakan konsekuensi
logis dari keterpilihan, keterhormatan, dan keterpujiannya. Bukan karena
lamanya ia berkuasa dan banyaknya harta yang ia kumpulkan selama berkuasa.
Buya Mandela adalah moralitas yang
hidup, etika yang mengejawantah. Ia menunjukkan keteladanan bagaimana berjuang
tanpa kebencian dan dendam, memimpin dengan hati dan kasih. Dengan tegas ia
menunjukkan dengan perilaku apa makna manusia adalah sesama yang harus saling
menghormati. Ia menunjukkan semuanya lebih banyak dengan perbuatan, bukan
dengan kata-kata.
Buya Mandela adalah korban. Korban dari
sejumlah manusia yang dengan sengaja menghina orang lain karena perbedaan. Para
penghina itu melakukan penjajahan bersenjata untuk menghancurleburkan orang
lain yang karena berbeda kemudian dinyatakan lebih rendah dan hina. Para
penjajah penghina itu merasa lebih tinggi derajatnya karena mereka putih dan
lebih beradab. Siapa pun selain mereka dianggap hanya binantang.
Buya Mandela menentang melawan karena
ia berkeyakinan bahwa di hadapan Tuhan semua manusia adalah sama. Perbedaan
antara manusia seperti perbedaan warna kulit dan perbedaan-perbedaan lain
justru sebagai bagian dari anugerah Tuhan yang memperkaya kemanusiaan.
Berbeda dari banyak pergerakan yang
melawan dan menentang rezim apartheid, Buya Mandela memilih jalan damai dengan
cara membentuk partai politik. Jalan damai yang dipilihnya justru membuat dia
menghadapi dua pihak sekaligus yaitu rezim aparthheid dan saudara setanah
airnya yang memilih perlawanan dengan kekerasan bersenjata.
Buya Mandela menempuh jalan damai
karena ia berkeyakinan melawan kekerasan dengan kekerasan hanya akan melahirkan
kekerasan yang lebih parah. Sebab melawan kekerasan dengan kekerasan akan
beranak pinak kekerasan, yang menjerumuskan orang dalam siklus kekerasan tak
berujung.
Buya Mandela sangat menyadari arti dan
konsekuensi dari kekerasan karena ia adalah seorang petinju. Tak ada petinju
yang bisa memenangkan pertarungan dengan kelembutan. Tinju adalah kekerasan.
Justru karena itu, Buya Mandela lebih memilih cara-cara damai.
Namun, rezim apartheid malah
mengganjarnya dengan penjara seumur hidup. Buya Mandela tidak menyerah. Ia
tetap memimpin dan menggelorakan perlawanan dari dalam penjara. Seruan
perlawanannya tetap mempertahankan cara-cara damai. Buya Mandela selalu
mengingatkan, jika kamu ingin dihargai orang lain, maka hargai orang lain
terlebih dahulu.
Sejarah mencatat, jalan damai yang
ditempuh Buya Mandela akhirnya dapat meruntuhkan rezim apartheid, meski untuk
itu dia harus mengalami penghinaan di penjara selama 27 tahun.
Saat terpilih secara mutlak sebagai
Presiden Afrika Selatan, Buya Mandela mengingatkan semua orang agar hidup dalam
penghayatan sebagai sebuah keluarga besar kemanusiaan. Tak boleh ada kemarahan
karena masa lalu, apalagi balas dendam. Kehidupan dan kemanusiaan harus dijaga
dalam harmoni dan saling menghormati. Jangan heran bila Buya Mandela diberi
hadiah Nobel Perdamaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd