Minggu, 09 Desember 2012

SPONGE BOB BERLIBUR


Sponge Bob dan Patrick akan berlibur bersama kepramukaan. Mereka menunggu kapal yang akan dinaiki di dermaga. Biasalah, keduanya terlibat perbincangan lebay tentang indahnya liburan ini, dan sama sekali tak menyadari kapal yang akan ditumpangi berangkat meninggalkan mereka. Keduanya dengan gaya alay menaiki kapal berikutnya. Mereka sama sekali tak menyadari bahwa kapal ini adalah pengangkut para tahanan kelas kakap yang hendak dipenjarakan di pulau terpencil.

Sejak berada di kapal, keduanya diperlakukan dengan keras, kasar, kejam, dihinalecehkan, dan dianiaya oleh para sipir dengan beragam macam cara sebagaimana layaknya narapidana. Karena sejak mula berniat berlibur, dan seluruh isi otak  yang kepikir hanya berlibur, Sponge Bob merasa dan menghayati semua perlakuan keras dan kasar itu adalah bagian dari permainan, kesenganan, dan hiburan berlibur. Para sipir jadi semakin panas hati dan meningkatkan derajat siksaan dan kekerasan terhadap keduanya dan para narapidana. Tetapi Sponge Bob dan Patrick bertambah senang dan menikmatinya. Kesenangan dan kegembiraan itu menulari para sipir. Sekarang semuanya jadi bergembira. Pada akhirnya para sipir yang kelelahan, tidak tahu harus berbuat apalagi, dan menyerah pasrah.

Para sipir itu tidak bermain-main, mereka memang menyiksa para narapidana, serta Sponge Bob dan Patrick. Para narapidana pada mulanya sungguh sangat tersiksa dengan perlakuan itu. Namun, Sponge Bob dan Patrick sungguh menikmatinya dengan gembira dan senang., karena sejak mula dan terus menerus berfikir bahwa semua kekerasan dan kekejaman yang sadis itu adalah bagian dari kesenangan liburan yang harus dinikmati. Inilah bukti betapa hebat kuatnya pengaruh berpikir positif yang dipraktekkan dan dihayati secara sungguh-sungguh oleh Sponge Bob. Semuanya jadi indah dan menyenangkan, meskipun yang didapatkan perlakuan yang keji. Di sini berlaku apa yang dikatakan filsuf radikal dan eksentrik Nitszhe, bahwa apapun yang tidak dapat mengalahkan kita, membuat kita bertambah kuat.

Siapakah di antara kita yang tak pernah dilumat duka nestapa, diluluhlantakkan pilu, dileburhancurkan kekecewaan, dipunukpatahkan lara? Bukankah acapkali kita tenggelam dalam samodra kepiluan, kehilangan arah di belantara kesepian, kesepian di dangau-dangau kesendirian, saat orang yang sangat dicintai menguap berlalu pergi, kekasih hati khianat, para karib menjauh menghindar, belahan jiwa mengabaikan, dan diremukkan penolakkan. Hidup ini dukha, kata Budha.

Tampaknya lara, duka, pilu, luka, kecewa, sepi, pengabaian, dan penolakan melekat erat dalam kemanusiaan kita, tak terhindarkan selama jiwa menyaturaga, semuanya menggayuti, mencengkram kita dengan kuaterat.

Persoalannya adalah: apakah kita jatuh terjerembab, hanyut, tenggelam, kehilangan arah dan menyerah menghadapinya atau memilih bermukamuka, menantang dan menaklukkkannya! Masing-masing kita bebas tentukan pilihan.

Bila kekasih hati pergi, mengapa tidak berfikir, Tuhan akan memberikan yang lebih ok. Jika gagal, bukankah lebih elok meyakini ada keberhasilan yang lebih spektakuler menanti di seberang kegagalan ini!

Menariknya, ahli gizi bilang, kamu adalah apa yang kamu makan, pakar neurosain tegaskan: KAMU ADALAH APA YANG KAMU FIKIRKAN!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd