Sponge Bob sakit. Ia sangat terganggu.
Semua kraby patty yang digorengnya terlihat menjadi sangat besar dan ingin
memakan Sponge Bob. Ia kehilangan orientasi diri, bahkan ia tidak lagi
mengenali dirinya. Semuanya jadi kacau. Apa pun yang dilihatnya berubah menjadi
kraby patty. Akhirnya, tuan Krab meminta Sponge Bob mencari psikiater agar
terbebas dari penyakit mengerikan ini.
Sialnya, Sponge Bob datang pada
Planktoon yang menyamar sebagai psikiater. Kondisi ini dimanfaatkannya untuk
mencuri menu rahasia kraby patty dengan cara memanipulasi Sponge Bob. Tetapi
Sponge Bob tidak juga mengungkapkan resep rahasia itu. Akhirnya, Planktoon
memintanya istirahat, dalam tidurnya Sponge Bob bermimpi bertemu kraby patty
dan bersahabat kembali. Ia terbangun, sehat kembali dan meninggalkan Planktoon
yang kecewa berat karena gagal mendapatkan rahasia resep kraby patty.
Di restoran, tuan Krab menyambut
gembira kedatatangan kembali Sponge Bob yang telah sehat. Ia merasa bersalah
karena telah mempekerjakan Sponge Bob selama 24 jam. Kini ia memberi bonus,
Sponge Bob boleh bekerja 23 jam. Sponge Bob sakit karena terlalu keras bekerja,
jadi sangat kelelahan.
Bisakah kita bayangkan melewati waktu, menjalani hidup tanpa
bekerja, tanpa pekerjaan, tanpa ada yang bisa dikerjakan. Dalam jangka pendek
mungkin bisa dan menyenangkan. Bagaimana bila dalam jangka waktu yang panjang.
Pasti mengerikan! Menganngur dalam jangka panjang sangat tidak enak dan
memuakkan. Inilah yang membuat banyak pensiunan terserang berbagai penyakit,
terutama stroke.
Pada hakikatnya bekerja bukanlah
sekedar cara untuk mendapatkan penghasilan. Bekerja adalah aktualisasi diri,
pekerjaan memberi makna dan menyempurnakan kemanusiaan kita. Melalui pekerjaan
kita memberi cap pada dunia, pekerjaan menegaskan kehadiran kita di dunia. Hasil pekerjaan atau karya mengabadikan
keberadaan, bahkan ketika kita telah tiada. Hasil karya lah yang membuat kita
masih mengenal Socrates, Aquinas, Al Ghazali, Ibn Sinna, Pramoedya Annata Toer,
dan Buya HAMKA.
Pekerjaan sangat penting bagi manusia
dan kemanusiaan. Tetapi, pekerjaan bukanlah segala-galanya. Bagaimanapun
pentingnya pekerjaan, pekerjaan hanyalah satu dimensi saja dari kemanusiaan
kita yang multidimensi. Banyak dimensi lain dari kemanusiaan kita yang harus
diberi perhatian, dipelihara, dikembangkan, dan terus diberi tempat. Bila
seluruh hidup dikorbankan hanya untuk
pekerjaan, kita telah bermetamorfosa dari manusia menjadi mesin atau robot.
Paling kurang, kita jadi manusia dengan jiwa yang lara, jiwa yang sakit.
Pekerjaan menghancurkan kemanusiaan,
bila kita hanyut tenggelam di dalamnya. Jika tak ada lagi celah bagi
kesantaian, canda tawa, dan keliaran berfikir. Otak kita ternyata tidak
diciptakan hanya untuk bekerja, keseriusan, dan linieritas berfikir. Otak kita
terdiri dari banyak belahan, cerukan, lipatan, irisan yang memiliki fungsi yang
sangat beragam. Ada banyak teori yang menjelaskan keberagaman kemampuan dan fungsi
otak kita, seperti belahan otak kanan dan kiri dan perkembangannya menjadi
quadran otak, kecerdasan jamak, kecerdasan emosional, spiritual, sosial,
kultural, dan sejumlah besar kecerdasan lainnya. Semuanya menunjukkan otak kita
sangat kaya. Betapa sedih jika dikorupsi hanya untuk pekerjaan, bekerja,
bekerja, dan bekerja.......
Pekerjaan, bila proporsional adalah
rempah yang membumbui dan menghangatkan hidup. Tapi menjadi benalu bagi otak
dan tubuh jika berlebihan. Penyakit adalah konsekuensi yang tak terelakkan.
Lihatlah siklus hidup kebanyakan eksekutif muda metropolis. Bekerja keras
sepenuh hari. Kemana mereka pergi setelah jam kerja usai. Apakah pulang ke
kediaman dan istirah? Tidak! Mereka memburu kegembiraan ke club-club, diskotik,
karaoke, dan hiburan malam lain yang penuh gairah, peluh, dan teriakan
menggelegar. Berjoget dalam kerlap-kerlip lampu, di tengah aura penuh gairah
dan birahi. Alkohol adalah bagian dari kegambiraan itu, terkadang ada narkoba
dan seks bebas. Mereka tampaknya gembira, tapi apakah mereka bahagia? Tak
bakal! Pekerjaan telah menyandera syaraf dan menyedot keseimbangan otak mereka.
Pekerjaan telah jadi virus yang menggerogoti tubuh dan hidup mereka. Ujungnya
adalah kelelahan.
Kelelahan, kelelahan yang terlalu
menghancurkan kemanusiaan kita. Bisa merubah kita jadi monster. Monster seperti
Planktoon yang memanipulasi Sponge Bob yang lelah dan sakit untuk kepentingan
dan ambisi pribadi. Ia halalkan segala cara, dan tak peduli pada derita yang
dialami orang lain. Planktoon hanyalah simbol dari dimensi lain kemanusiaan.
Ketakpedulian pada derita orang lain, pada sakit yang tengah mendera sesama.
Otaknya sepenuhnya berisi rencana jahat untuk menguasai dan mencuri, bahkan
mencuri kesadaran orang memanfaatkan ketaksadaran atau kondisinya yang sakit.
Jadi, ada penyakit yang tak kalah bahaya, libido untuk menguasai, dan merampas
hak dan milik orang, tanpa kerja keras, untuk kepentingan sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd