Beberapa pertanyaan belum dijawab pada
seri sebelumnya, dijawab pada seri ini dengan sejumlah pertanyaan lain. Ada
pertanyaan yang bersifat lebih umum yang akan diusahakan untuk dijawab.
Beberapa pertanyaan yang bersifat kebih umum dimaksud adalah: apakah menulis
dapat membantu menenangkan jiwa? Apakah menulis dapat menigkatkan kepercayaan
diri? Apakah menulis dapat dijadikan terapi, terutama untuk mengatasi stres?
Pertanyaan yang lebih dahulu dijawab adalah: Apa yang harus dilakukan jika
belum berani mengumumkan tulisan ke publik? Bagaimana menjaga konsistensi
tulisan dari awal sampai akhir?
MENGUMUMKAN TULISAN
Bila sudah mulai menulis dan
menghasilkan tulisan bersyukurlah. Anda sudah menjadi penulis. Bagi para
pemula, memang ada rasa ragu dan khawatir untuk menunjukkan hasil tulisannya
pada orang lain. Ini gejala normal, dialami oleh banyak orang. Sejumlah alasan
yang biasanya melatarbelakangi keraguan itu adalah perasaan bahwa tulisan yang
dibuat belum bagus, kurang berguna, dan banyak salahnya.
Menulis adalah keterampilan yang memang
tidak dapat dimiliki secara instan. Seperti keterampilan lain, dibutuhkan
proses dan rentang waktu untuk terus mengasahnya agar menjadi terampil. Dalam
rentang waktu itu tentulah terjadi perkembangan bila kita rajin berlatih dengan
terus menulis. Merupakan hal yang wajar jika saat memulainya masih terdapat
kesalahan. Santai saja, ini bagian dari proses belajar yang normal.
Kita bisa belajar dari kesalahan yang
dibuat sendiri atau yang dikerjakan orang lain. Intinya, kesalahan adalah
bagian integral dari proses belajar. Jadi, jangan takut berbuat salah, dan
jangan menjadi tidak pede (percaya diri) bila masih ada kesalahan dalam tulisan
yang dibuat. Jangan risau. Semua kita pernah dan akan berbuat salah, yang
penting tidak tenggelam dalam kesalahan.
Cara paling aman untuk mengumumkan
tulisan adalah memberikan tulisan itu pada orang-orang terdekat. Kemudian
mintalah pada mereka untuk memberi masukan. Jangan tetapkan masukan apa yang
harus mereka berikan. Agar mendapat banyak masukan, lebih banyak teman dekat
yang dimintai tolong membaca tulisan itu, dan memberi masukan lebih bagus.
Sebab, semakin banyak masukan, kita makin menyadari kesalahan dan kelemahan
tulisan itu. Setiap orang yang memberi masukan pastilah memberi masukan sesuai
dengan pengetahuan dan pengalamannya. Dengan demikian tulisan itu akan
dianalisis dengan beragam cara dan prespektif.
Kemudian perbaikilah tulisan itu,
berdasarkan berbagai masukan. Tentu saja penulis dapat memilah dan memilih mana
di antara masukan itu yang perlu dimanfaatkan demi perbaikan tulisan. Jangan
membuat tulisan baru sebelum memperbaiki tulisan yang telah diberi masukan.
Hasil perbaikannya kembalikan pada tiap orang yang telah memberi masukan. Bila
ada waktu, berdiskusilah dengannya. Mudah-mudahan perbincangan itu memberi
manfaat untuk terus memperbaiki tulisan.
Secara bertahap lebarkan lingkaran
pembaca tulisan Anda. Cari teman lain, atau saudara yang mau membacanya. Lebih
baik bika membuat grup, seperti grup bbman. Dalam grup itu terjadi saling tukar
menukar tulisan, dilanjutkan untuk saling memberi masukan.
Bila proses ini sudah berjalan baik,
yakinlah tulisan kita akan semakin baik dan bermutu. Saatnya untuk
mempublikasikannya ke khalayak yang lebih banyak. Manfaatkan media sosial dan
berbagai fasilitas di internet seperti membuat blog sendiri atau bergabung
dengan komunitas penulis yang sudah sangat banyak di internet. Agar tetap
bersemangat, ingatlah pesan ini: MENULISLAH SEBELUM DITULIS!
MENJAGA KONSISTESI TULISAN DARI AWAL SAMPAI AKHIR
Aku sering jadi penguji ujian skripsi,
tesis, dan disertasi. Beberapa waktu lalu, aku agak kaget saat menjadi penguji
pada ujian tertutup kandidat doktor. Kaget karena judul disertasi dengan
rumusan pertanyaan penelitiannya beda banget. Lebih kaget lagi ketika membaca
isinya, beda betul dengan judulnya. Sebut saja judulnya begini: Pandangan Agama
X terhadap Q. Tanpa penjelasan yang cukup, isinya ternyata pandangan ahli-ahli
agama X terhadap Q. Ini kan beda betul.
Tadinya aku membayangkan isi disertasi
itu adalah bagaimana penulisnya melakukan analisis terhadap sumber-sumber utama
agama X untuk menjelaskan pandangan agama itu terhadap Q. Ternyata aku salah.
Isinya sepenuhnya pandangan ahli-ahli agama X terhadap Q. Inilah contoh tulisan
yang tidak konsisten. Judul dan rumusan pertanyaan, serta isinya seperti lagu
Cakra Khan, ku menangis kau tersenyum, ku pergi kau kembali. Gak nyambung
bener.
Tulisan itu dapat diusahakan
konsistensinya bila dilakukan paling tidak tiga hal yaitu:
1. Memberikan penjelasan dan
argumentasi mengapa memilih ahli-ahli agama X untuk menjelaskan Q. Apakah
karena para ahli itu dianggap sebagai reprensentasi atau perwakilan dari pandangan
agama X. Meskipun, hal ini bisa memunculkan perdebatan, tetapi paling tidak ada
alasan mengapa disertasi berkembang seperti ini.
2. Pendapat para ahli itu janganlah
dibuang, pastilah merupakan kerja keras untuk membuatnya. Tetapi sebelum
pendapat para ahli tersebut dikedepankan, penulis disertasi itu tetap harus
mengedepankan pandangan agama X terhadap Q yang bertolak dari sumber-sumber
utama agama X yaitu kitab sucinya. Untuk memberi pengayaan bolehlah pendapat
para ahli tersebut ditampilkan.
3. Merubah judul dan pertanyaan
penelitian sesuai dengan isinya yaitu pandangan ahli-ahli agama X terhadap Q.
Tampaknya ini merupakan cara yang paling mudah dan aman.
Apa yang aku paparkan di atas hendak
menegaskan bahwa menjaga konsistensi tulisan memang rada ribet, agak sulit,
tetapi tiap kesulitan bisalah diatasi. Yakinlah! Sejak kecil kita diajarkan: di
mana ada kemauan, di situ ada jalan. Di mana ada jalan, di situ ada gajlukan,
belokan, tanjakan, turunan, dan orang jualan makanan serta minuman. Jadi santai
aja.
Tulisan formal yang memiliki format
standar seperti skripsi, tesis, disertasi, dan jurnal biasanya lebih mudah
melihat konsistensi internalnya. Formatnya memudahkan untuk analisis. Biasanya
kemudahan itu bukan untuk menilai rangkaian kalimat dan paragraf. Tetapi untuk
melihat konsistensi antar-bagian tulisan.
Analisis itu biasanya dilihat dengan
cara sebagai berikut:
1. Perhatikan judul, termasuk anak
judul atau judul tambahan
2. Bandingkan judul dengan rumusan
masalah
3. Kaitkan rumusan masalah dengan
kajian teori dan hipotesis
4. Hubungkan kajian teori dan hipotesis
dengan hasil penelitian
5. Bandingkan rumusan masalah dengan
hasil penelitian dan kesimpulan.
Bila tidak nyambung, atau tidak sesuai,
maka konsistensi internal tidak terjaga. Ini cara menilai dengan mudah dan
cepat. Tetapi memeriksa konsistensi internal tulisan tidak cukup dengan cara
seperti itu. Sebab konsistensi internal tulisan dibangun sejak tataran kata
yang dirangkai menjadi kalimat, kalimat membentuk paragraf, paragraf membangun
wacana, wacana mengkonstruksi seluruh tulisan.
Dengan cara kerja seperti itu, kerangka
karangan dapat membantu menjaga konsistensi internal untuk seluruh tulisan.
Namun, intinya tetap pada bagaimana kalimat dirangkai. Perangkaian kalimat itu
dapat terjaga bila ditulis mengikuti dua aturan yaitu aturan bahasa dan aturan
penelaran. Penalaranlah yang menjadi perekat tulisan.
Tetapi perlu kutegaskan, aturan itu
jangan sampai memborgol kita. Jangan karena hendak mengikuti aturan, kita tidak
jadi menulis, atau tulidan kita tidak jadi. Aku tetap menyarankan, menulislah
semaumu, menulislah dengan cara yang paling menyenangkanmu, lupakan semua
aturan dan menulislah. Nabi Adam mengajarkan, peraturan dibuat untuk dilanggar.
Nanti, setelah tulisan kita selesai, jedalah, dan mulai menatanya. Saatnya
untuk memperhatikan dan ikut aturan. Adam pun bertobat dan mengikuti aturan
setelah menikmati kebebasaanya dengan melanggar aturan. Bayangkan jika Adam
taat sejak mula. Adakah manusia di bumi ini? Jadi, bila Anda ikuti aturan sejak
mula, percayalah Anda akan mengalami
kesulitan menghasilkan tulisan.
Artinya, kita harus menghayati betul
bagimana bersikap atau menempatkan aturan dalam tulis-menulis. Dahulukan proses
menulis, lakukan sesering mungkin, sampai menemukan sendiri gaya menulis, dan
rasa bahasa kita terus tumbuh, semakin sensitif dan tajam.
Percayalah, para peneliti neurosains
dan para ahli yang berkutat dengan cara kerja otak membuktikan bahwa
keterlibatan kita dalam suatu aktivitas seperti menulis secara terus menerus
akan menumbuhkan lebih dari sekadar pengetahuan. Aku menyebutnya rasa bahasa,
suatu kondisi ketika sesorang melampaui pengetahuan teoritis dan masuk ke
wilayah penghayatan bahasa yang lebih intuitif dan sensitif. Atas dasar
pengalamanku, dan pengalaman banyak orang yang lebur dalam suatu aktivitas
secara intens, keberadaan rasa intuitif itu semakin diakui. Karena itu aku
berkeyakinan untuk menulis, dan menjaga konsistensi internal tulisan, yang
penting dilakukan adalah terus saja menulis, bukan bersibuk diri dengan belajar
tentang aturan-aturan kebahasaan dan penalaran.
Bila ada yang ingin membantah
pernyataanku ini, silahkan simak sejumlah buku hasil penelitian tentang otak.
Beberapa di antaranya adalah Bernard J. Baars & Nicole M. Gage (2010). Cognition, Brain and Consciousness: Introduction
to Cognitive Neurosience; Eric R. Kandel, James H. Schwartz, Thomas M.
Jessell (2000). Principles of Neural
Science. Eric R. Kandel adalah Pemenang Nobel Kedokteran. Geoff Colvin
(2008). Talent Is Overrated; John J.
Ratey & Eric Hagerman (2008). SPARK:
The Revolutionary New Science of Exercises and The Brain; Les Fehmi &
Jim Robbins (2007). The Open Focus Brain.
Pada buku-buku itu ditunjukkan bahwa keterlibatan kita pada satu kegiatan
secara intens dan fokus akan terus meningkatkan keterampilan di atas rata-rata.
Dalam keberlangsungan prosesnya keterampilan bahkan intuisi kita terus
dipertajam. Jadi, jangan heran bila melihat Lionel Messi yang semakin produktif
menciptakan gol, bahkan dengan cara-cara dan teknik-teknik yang sama sekali
baru dan spektakuler. Semuanya itu dapat terjadi karena Messi terus-menerus
bertanding pada level yang tinggi dan penuh tantangan.
Di sini berlaku prinsip kuantitas dapat
meningkatkan kualitas. Semakin sering Messi bertanding, semakin meningkat
kualitas permainannya dan gol-golnya. Messi tidak perlu membaca buku atau
menonton bagaimana Pele, Maradona, dan Van Basten membuat gol pada masa lalu.
Yang dibutuhkan Messi adalah terus bertanding dan menemukan gayanya sendiri,
dan melahirkan gol-gol yang beda banget.
Tentu saja untuk sampai pada tingkat
seperti ini, Messi pernah belajar dasar-dasar sepak bola sampai mahir. Kemudian
latihan dan pertandingan menajamkan dan meningkatkan kualitas permainannya.
Dalam konteks keterampilan menulis, bukankah kita pernah belajar dasar-dasar
menulis dari SD sampai SMU. Kita tetap tidak dapat menulis karena kurang
latihan dan kurang menulis. Karena itu, sejak saat ini menulislah terus. Sampai
menemukan gaya sendiri, dan rasa bahasa itu semakin tumbuh, tajam, dan
sensitif.
Dengan demikian, aku akan tetap
menegaskan dan menyerukan, menulislah terus. Ketika tulisan telah jadi,
waktunya untuk memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Konsistensi internal tulisan
dibangun dengan memperhatikan bagaimana kalimat dirangkaikan. Pilihan kata dan
penggunaan kata penghubung sangat menentukan
2. Kalimat harus dirangkai dengan tepat
agar membentuk paragraf yang utuh
3. Paragraf harus dikonstruksi dengan
logis agar terbangun wacana yang padu.
Untuk memenuhi ketiga hal di atas,
biasanya digunakan peralatan bahasa terutama kata penghubung. Kalimat mesti
jelas subjek dan predikatnya. Paragraf tidak boleh terdiri dari lebih dari satu
pokok pikiran. Pokok pikiran itu harus dijelaskan dengan kalimat-kalimat yang
mendukung. Usahakan penjelasannya lengkap. Ini sebuah contoh,
1).Suasana saling menghormati dalam kebebasan mesti diciptakan secara
positif. 2).Ini perlu ditegaskan agar kebebasan tidak dimaknai secara
negatif.3). Karena kebebasan sering diartikan sebagai keliaran, "semau
gue", pelecehan aturan dan tata tertib.4). Kebebasan dalam pembentukan
perilaku harus dimaknai secara positif konstruktif dan secara langsung
dikaitkan dengan tanggung jawab dan kesadaran akan kebebasan orang lain.
5).Kebebasan seperti inilah yang dapat melahirkan kegembiraan yang
menyenangkan.
Perhatikan dengan seksama, apakah
rangkaian kailmat di atas sudah membentuk paragraf yang padu? Topik utama pada
paragraf itu sangat jelas yaitu kebebasan yang positif. Untuk menjelaskan
kebebasan postif, penulisnya memberikan penjelasan menggunakan cara
mempertentangkannya dengan kebebasan negatif. Ini dilakukan untuk menegaskan
apa itu kebebasan positif. Namun, pada kalimat ke 4), Kebebasan dalam pembentukan perilaku....tiba-tiba penulisnya
memasukkan pikiran baru yaitu kebebasan
dalam pembentukan perilaku. Aku merasa ini menunjukkan gangguan terhadap
konsistensi internal. Lebih baik melengkapi penjelasan tentang kebebasan
positif dengan memberi contoh, daripada secara halus mengalihkannya ke topik
baru.
Contoh di atas memperlihatkan bahwa
konsistensi internal tulisan tidak hanya dibangun oleh piranti kebahasaan, juga
penalaran. Konsistensi itu dibangun kalimat demi kalimat. Di sinilah pentingnya
topik tulisan. Topik tulisan mengarahkan agar kita tetap konsisiten dan fokus
untuk menjelasuraikan topik itu. Dengan demikian konsistensi tulisan bisa
dibangun dan dipertahankan. Kerangka karangan akan semakin memudahkan untuk
mencapai konsistensi itu.
Beberapa di antara kita mungkin mulai
terganggu dengan istilah penalaran. Karena yang terbayangkan adalah kerumitan
logika. Keharusan untuk berfikir logis yang teratur, terstruktur dan terukur.
Santai sajalah. Aku menulis menggunakan akal sehat yang kita gunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Bukankah kita dapat menjalani hidup dengan akal sehat
itu?
Pengalaman hidup mengajari kita lebih
banyak daripada yang kita dapat di lembaga pendidikan. Kadang terasa sekali,
yang kita pelajari di sekolah atau universitas kurang berguna dalam kehidupan.
Andaipun berguna tidak dapat langsung digunakan karena mesti disesuaikan dengan
konteks kehidupan lebih dulu.
Oleh sebab itu, dalam menulis pun
gunakan saja akal sehat yang biasa kita gunakan dalam hidup sehari-hari.
Aristoteles yang pertama kali menyusun buku tentang logika pada kurun sebelum
masehi, tetapi sampai hari ini masih digunakan, juga beranjak dari pengalaman
bagimana kita berfikir dalam hidup sehari-hari. Jangan sampai terjadi,
gara-gara hendak mengikuti penalaran yang canggih, kita tidak menghasilkan
tulisan. Menulis saja dulu sedapat-dapat atau sebisa-bisanya menggunakan akal
sehat. Percayalah bahwa setiap kita sudah memiliki dan terbiasa dengan
penalaran akal sehat.
Mulailah menulis menggunakan akal sehat
yang kita gunakan sehari-hari, kemudian mempercanggih penalaran tatkala membaca
ulang tulisan yang sudah selesai ditulis. Jadi, ada proses penataan yang akan
mengasah ketajaman penalaran kita. Pengalamanku menulis seperti itu. Mengapa
aku yakin cara ini akan lebih berhasil. Beberapa alasan dapat kukemukakan
yaitu:
Pertama, dengan cara seperti ini aku
telah menulis lebih dari 20 buku, beberapa di antaranya sudah cetak ulang.
Kedua, berbagai penelitian neurosains
(beberapa bukunya telah disebut di atas) membuktikan bahwa keterlibatan
intensif dan fokus pada satu kegiatan akan meningkatkan dan memperbarui
jejaring sinapsis yang membuat kemampuan kita makin tajam terasah, bahkan
meningkatkan kemampuan intuitif yang sangat membantu kita memecahkan banyak
masalah.
Ketiga, aku mengenal sejumlah orang
termasuk profesor yang mengajar tentang penalaran, dan membuat tulisan kecil
tentang penalaran, tetapi sangat langka bukunya. Setahuku, dia hanya menulis
dua buku keroyokan, buku yang ditulis rame-rame. Malah ada profesor yang juga
mengajar penalaran, cuma menulis satu buku keroyokan. Artinya, pengetahuan
canggih tentang penalaran belum tentu membuat orang bisa menulis.
Oleh sebab itu, anjuranku adalah
teruslah menulis dengan gaya mengalir bagai sungai atau layaknya banjir.
Konsistensi tulisan, baik yang terkait dengan piranti kebahasaan, maupun
penalaran diperbaiki dan dipercanggih belakangan. Yang penting sediakan waktu
untuk membaca tulisan yang telah selesai ditulis. Dibaca dengan seksama dan
hati-hati. Lebih bagus jika membacanya berulang kali.
Jadi, prinsip yang kukembangkan adalah:
menulislah, yang lain-lain dilengkapi dan disempurnakan belakangan. Menulis,
sejelek apa pun, lebih baik daripada tidak menulis. Bila ada orang yang bilang,
lebih baik tidak menulis daripada menulis tapi jelek. Yakinlah, orang seperti
ini tidak akan pernah menghasilkan tulisan, apalagi tulisan yang bagus. Karena
itu, mari menulis!
MENULIS DAN KETENANGAN JIWA
Sejumlah penelitian menunjukkan, orang
yang rajin menulis buku harian memiliki stabilitas emosi yang lebih baik, dan
dapat menjalani hidup lebih bermakna. Koq bisa? Saat menulis, kita fokus atau
khusuk, terlibat secara total dalam prosesnya. Total bermakna bukan hanya
tubuh, tetapi fikiran rasional dan emosi juga terlibat. Meskipun yang ditulis
adalah tulisan formal yang membutuhkan penalaran logis. Apalagi jika yang
ditulis menyangkut perasaaan.
Tatkala menulis kita seperti berbincang
dan berdiskusi dengan diri sendiri, memasuki palung hati dan ceruk-ceruk
fikiran sampai jauh. Ada keasyikan dalam proses itu. Kadang ada jeda untuk
mencari lebih dalam apa yang hendak dituliskan. Kemudian semuanya dimuncratkan,
atau tumpah ruah keluar menjadi rangkaian kata. Sesuatu yang tadinya bergolak
atau berkecamuk secara mental, kemudian mengalir keluar, memberi sensasi
kebebasan. Inilah yang membuat orang yang sedang asyikmasyuk menulis sampai tak
ingat lapar dan haus, apalagi hutang.
Ada perasaan hangat, senang, bahagia
dan lega tatkala tulisan itu mengalir. Hormon kebahagiaan seperti memenuhi
seluruh otak dan tubuh. Aku sering menyebutnya 'narkotika alami' bagi otak,
yang bisa memberi perasaan penuh kebahagiaan dan kebermaknaan. Proses ini lebih
merupakan pencerahan daripada sekadar sensasi. Itulah yang menyebabkan aku
menyebutnya orgasme mental.
Perasaan senang, tenang, bahagia dan
bermakna yang dirasakan setelah tulisan selesai dikerjakan rupanya berlangsung
dalam jangka panjang, tidak singkat. Itulah sebabnya, bila sebuah tulisan
selesai, tulisan apapun itu, bahkan hanya sebuah surat, membuat rasa lega yang
panjang.
Keseluruhan proses dengan segala
rasanya itulah yang bisa menenangkan jiwa, bahkan menimbulkan ketagihan. Memang
proses kreatif dalam bidang apapun selalu diwarnai oleh perasaan misterius yang
seringkali terasa menekan, menghempas, dan merisaukan. Karena memasukkan kita
dalam labirin ketidakpastian. Kadang ada semacam rasa sepi yang perih, saat
gagasan atau perasaan yang mulai muncul belum bisa dirumuskan dengan tepat.
Bahkan secara fisik bisa menimbulkan rasa pusing alias pening. Tetapi jangan
pernah minum obat sakit kepala bila keadaan seperti itu muncul. Lanjutkan saja
terus, sebab bila dilanjutkan akan berujung pada suasana pencapaian yang nikmat
tiada tara, tatkala menjelma jadi tulisan. Menariknya saat tulisan itu mewujud
menjadi benda seperti buku atau artikel junal yang diterbitkan, rasa bahagia
itu terus saja mengalir. Apalagi bila buku atau artikel itu muncul di banyak
tempat, dan digunakan banyak orang. Inilah efek berkelanjutan yang dirasakan
oleh para penulis. Kelihatannya aura seperti ini dirasakan dan dihayati oleh
orang kreatif dalam bidang apapun.
Untuk memberi gambaran lebih konkrit,
coba bayangkan saat kita ingin buang hajat kecil atau besar ketika di
perjalanan. Di sepanjang jalan itu tidak ada tempat untuk melakukannya. Kita
terpaksa menahannya dengan rasa sakit dan gelisah sambil terus melihat
kiri-kanan kalau-kalau ada tempat yang bisa disinggahi, sampai akhirnya
ditemukan tempat untuk melepas hajat itu. Bayangkan tatkala hajat itu di
lepaskan. Ada rasa sakit dalam kenikmatan. Serelah dilepaskan semuanya, rasakan
betapa leganya. Kelegaan dan kebahagiaan menulis mungkin lebih hebat 1000x dari
kelegaan itu. Efeknya adalah ketenangan jiwa.
MENULIS DAN RASA PERCAYA DIRI
Tatkala tulisan telah jadi dalam bentuk
artikel, makalah atau buku, perasaan lega, puas dan bahagia muncul. Apalagi
bila tulisan itu beredar dan digunakan orang lain, pastilah semakin terasa
betapa bermaknanya tulisan, dan keberadaan penulisnya. Wajar jika rasa percaya
diri meningkat dibuatnya. Bahkan seandainya ada orang yang mengecam tulisan
kita tidak bermutu, kita masih bisa bilang, aku sudah menulis, Anda sudah
membaca tulisan saya. Lantas, mana tulisan Anda? Kalau dia katakan, ini tulisan
saya. Kita bisa bilang, mari bandingkan. Kalau ternyata tulisan dia lebih
bagus, katakan, Anda kan sudah lama menulis, saya baru saja menulis, lihat
halamannya lebih banyak daripa tulisan Anda. Sebutkan saja kelebihan tulisan
kita, misalnya ketikannya lebih rapih, tampilannya lebih bersih, apa sajalah.
Terasa agak narsis ya? Narsis yang
proporsional adalah ujud rasa percaya diri! Tulisan yang kita buat merupakan
bukti, paling tidak bagi diri kita sendiri, bahwa kita telah mampu merumuskan
secara sistematis apapun yang kita fikirkan dan rasakan. Kita telah tunjukkan
karya dan prestasi kita. Dalam bentuk sesuatu yang nyata, yaitu tulisan yang
bisa dibaca orang lain.
Kita tahu, tidak semua orang bisa
menulis. Bahkan tidak sedikit orang yang sangat pandai bicara, namun tidak
dapat menulis. Ada juga yang pandai bicara, tetapi tulisannya tidak oke.
Tulisan, entah berapa persen, menunjukkan siapa penulisnya. Bahkan karakter
penulis bisa dilihat dari tulisan yang dihasilkannya. Itu bermakna, kita telah
berhasil menunjukkan siapa aku, sang penulis.
Bila ada yang katakan tulisan kita
tidak bagus, santai saja. Dulu, penulis angkatan sebelum Khairil Anwar bilang
karya-karyanya tidak mutu. Mereka bilang begitu, karena cara menulis Khairil
beda dengan mereka. Coba ingat, ada tidak sastrawan sebelum Khairil Anwar yang
masih Anda ingat? Sejarah membuktikan, Khairil Anwar adalah penyair dan
satrawan yang paling dikenal orang Indonesia. Ia bahkan lebih terkenal dari
banyak penyair lain yang lahir setelah ia wafat.
Banyak penulis yang kemudian sangat
terkenal, pada mulanya dianggap pecundang karena gaya tulisan, dan topik yang
dipilihnya berbeda dengan penulis yang dianggap sudah mapan. Beberapa tulisan
Wittgeinstein dan Husserl baru diterbitkan dan berpengaruh setelah kematiannya.
Padahal sebelumnya dianggap kurang penting. Tulisan-tulisan Schopenhauer pernah
diabaikan orang karena kuatnya pengaruh Hegel. Tetapi filsafat modern akhirnya
sangat dipengaruhi tulisan-tulisannya.
Jadi, menghasilkan tulisan itu
mestinya, dan seharusnya mendatangkan perasaan bahagia dan bermakna yang pasti
meningkatkan rasa percaya, bahkan harga diri. Bukuku Penelitian Kualitatif: Proses dan Aplikasi, dikecam oleh beberapa
profesor. Aku santai aja. Karena mereka yang mengecam belum lagi menulis buku.
Bila menulis buku, diterbitkan sendiri karena ditolak penerbit yang ada.
Kemudian mahasiswa dipaksa membeli. Buku itu beredar di kalangan terbatas, jadi
kurang atau tidak teruji. Ada lagi yang menerbitkan buku keroyokan, sehingga
tidak kelihatan keterampilan dan warna pribadinya. Sedangkan bukuku itu beredar
ke seluruh Indonesia dan akan cetakan ketiga. Para profesor yang banyak menulis
buku yaitu: Prof. Dr. Conny R. Semiawan dan Prof. Dr. H.A.R Tilaar, M.Sc.,Ed.
sangat memuji dan mendorong aku terus menulis. Ya aku lebih pecaya beliau
berdualah.
Menulis itu memang bisa meningkatkan
rasa percaya diri. Tetapi yang lebih penting, menulis itu meningkatkan amal
sholeh kita.
MENULIS SEBAGAI TERAPI
Sangat banyak penelitian yang
menegasbuktikan bahwa menulis merupakan terapi efektif untuk membantu banyak persoalan kejiwaan dan
kepribadian manusia. Bahkan sangat membantu untuk tumbuh kembang manusia secara
kreatif. Beberapa buku menunjukkan itu,
seperti: Joe Dispenza (2012). Breaking
the Habit of Being Yourself: How to Lose Your Mind and Create a New One;
Valerie Maholmes & Carmela Gina Lomonaco ed. (2010). Applied Research in Child and Adolescent Development: A Practical Guide;
Thomas Armstrong (2010). The Power of
Neurodiversity: Unleashing The Advantages of Your Differently Wired Brain; Angela
Hobday & Kate Ollier. (2007). Creative
Therapy with Chlidren & Adolescents; Judith Aron Rubin (2005). Child Art Therapy; Lucy Willetts &
Cathy Creswell (2007). Overcoming Your
Child's Shyness & Social Anxiety: A self-help guide using Cognitive
Behavioral Techniques; Norman Doidge (2007). The Brain That Changes Itself; Sharon Begley (2007). Train Your Mind Change Your Brain.
Ada keberagaman pemanfaatan menulis
sebagai terapi. Beberapa di antaranya
adalah: menulis secara fisik, yaitu menggunakan tangan untuk menuliskan sesuatu
di atas kertas sebagai upaya pengendalian kemarahan, dan emosi negatif lain,
terutama bagi anak-anak. Mengungkapkan atau menumpahmuntahkan semua perasaan
marah, sedih, takut, kecewa dalam bentuk tulisan. Biasanya, setelah
melakukannya ada rasa lega, enteng, dan bebas dari tekanan. Kemudian, saat
emosi terkendali, dilanjutkan dengan menuliskan apa yang harus dilakukan untuk
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
Orang-orang yang mengalami gangguan
yang membuatnya tidak merasa nyaman, gelisah atau takut terhadap sesuatu yang
tidak jelas, dapat dengan bebas menuliskan sesuatu yang tidak jelas itu, sampai
ia dapat mengidentifikasinya menjadi lebih jelas. Bagi orang yang mengalami
tekanan karena berbagai masalah kepribadian, atau akibat ketidakharmonisan
hubungan antar-manusia, bisa menuliskan khayalannya tentang apa yang dia sukai,
atau yang paling diinginkannya. Banyak teknik lain yang digunakan untuk
memanfaatkan menulis sebagai terapi.
Akar dari semua terapi itu adalah pada
hakikatnya menulis merupakan upaya untuk mengungkapkan apa yang terpendam,
tersimpan dalam ceruk hati, dan fikiran manusia. Apapun yang mengganjal di
dalam hati dan fikiran bila dapat diungkapkan dengan bebas melalui dan dengan
tulisan membuat energi yang menekan itu diledakkan keluar. Proses dan mekanisme
ini paling kurang dapat mengurangi tekanan stres dan gangguan emosi lainnya.
Sebab menulis itu melibatkan keseluruhan kemanusiaan kita, fisik dan psikis,
rasa dan rasio, getar dan nalar.
NAMA : YURIDA ADLANI
BalasHapusKELAS : REG B
FAKULTAS/ JURUSAN : FIS/ P.IPS
KOMENTAR : Tulisan bapak sungguh sangat menginspirasi saya untuk terus belajar menulis dengan baik :)
Pak Nusa Amazing :D
NAMA : YURIDA ADLANI
BalasHapusKELAS : REG B
FAKULTAS/JURUSAN : FIS/ P.IPS
KOMENTAR :
Tulisan bapak sungguh sangat menginspirasi saya untuk terus menulis dengan baik.
Pak Nusa Amazing :) :D
Nama : Agustina R
BalasHapusKelas : REG B
Jurusan / fakultas : pend IPS/ FIS
KOMENTAR : sebelumnya saya masih kurang percaya diri untuk menulis, tetapi setelah membaca tulisan pak nusa saya lbh percaya diri.
Nama : Ari Setiya Dewi
BalasHapusKelas : Reguler B
Fakultas/Jurusan : FIS/Pend.IPS
Komentar : Tulisannya menginspirasi banget pak :) bagus banget pokoknya.
Nama :Yolla Rachmaan Ismatullah
BalasHapusJurusan :Pendidika IPS (FIS)
Kelas :Reguler B
Komentar:
saya banyak mendapat pelajaran dan motivasi darisini tentang menulis yang menurut saya salah satu kegiatan yang kurang saya sukai dan saya ingin belajar menyukainya dan ingin bisa seperti bapa yang menjadikan menulis menjadi suatu hobby dan bermanfaat bagi orang lain
nama saya Tiara Indah Pertiwi dari p.ips reg b 2013.
BalasHapustulisan bapak bagus dan sangat menginspirasi untuk menulis.
pak bagaimana tips bapak supaya saat saya menulis dari paragraf awal sampai akhir saling berkesinambungan/
makasih sebelumnya pak