Selasa, 05 Maret 2013

TENTANG LELAKI (3)



Ada dua lelaki. Yang satu santun, baik hati, sangat pengertian, cool, calm, confiden. Tetapi membantai istrinya dengan cara yang biadab di malam pengantin. Mungkin ini mirip dengan pepatah, air tenang menghanyutkan dalam arti yang paling negatif. Yang satu lagi kelihatan hebat, tegar, berkuasa, dan selalu menunjukkan keunggulan dirinya pada orang lain. Ternyata ia seorang lelaki sepi hati yang rapuh, yang kalah di panggung utama di rumah, dan mencari panggung di mana-mana dengan cara merendahkan orang lain. Barangkali yang kedua ini seperti air beriak tanda tak dalam.

Kedua lelaki itu adalah contoh ekstrim paradoks manusia. Para psikolog memliki banyak penjelasan tentang tipe manusia kayak gini. Mereka biasa disebut dengan macam-macam istilah. Istilah yang paling ekstrim adalah pribadi terbelah. Tentu saja kategorinya manusia abnormal. Tidak normal, bukan kurang normal. Sebenarnya sulit menemukan manusia yang sungguh-sungguh normal. Ini bukan sekadar soal pengukuran yang ditentukan oleh sejumlah indikator. Persoalannya tentu lebih rumit dan melampaui  soal pengukuran dan kategorisasi.

Para psikolog juga dapat menjelaskan mengapa ada manusia dengan kepribadian seperti itu. Yang menyukai psikoanalisis Sigmund Freud akan menggali kehidupan masa kanak-kanak kedua lelaki itu. Biasanya manusia yang tumbuh dengan kelainan kepribadian seperti kedua lelaki itu pernah mengalami pengalaman buruk pada masa kecil, terutama kekerasan, khususnya kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang-orang terdekat. Bila menggunakan pendekatan C.G. Jung bisa lebih rumit, karena bisa jadi perilaku ini muncul sebagai ungkapan ketidaksadaran kolektif yang berakar pada gen. Adler akan mengaitkannya dengan interaksi si anak dalam kehidupan sosial yang sangat kompleks. Sementara Rogers melihatnya sebagai akibat terjadinya hambatan untuk mengaktulisasikan diri.

Para ahli neurosains akan mencari akar perilaku itu pada otak kedua lelaki tersebut. Mereka percaya perilaku itu merupakan akibat dari terjadinya gangguan atau kerusakan pada bagian tertentu dalam otak mereka. Sebagai akibatnya otak sebagai pusat pengendali tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Kemungkinan penyebabnya sangat banyak. Tidak tunggal seperti yang dikedepankan oleh masing-masing aliran psikologi di atas. Di samping semua penyebab yang dikedepankan oleh berbagai aliran psikologi itu, juga bisa disebabkan oleh makanan, virus, lingkungan yang tercemar, dan berbagai penyebab lain.

Apa yang dikemukakan para psikolog dan ahli neurosains tentulah memiliki nilai dan kebenaran. Apalagi kesimpulan yang mereka buat biasanya didasarkan pada hasil penelitian mendalam. Dengan demikian, tidak mudah untuk mengatakan kedua lelaki itu jahat. Mungkin lebih tepat menyebut mereka sakit, jadi ada kemungkinan untuk disembuhkan. Meskipun tidak mudah.

Apa pun penjelasannya, yang pasti kisah kedua lelaki itu menunjukkan satu hal yang pasti. Bahwa manusia tidak pernah bisa dipersepsi, disikapi, dan dinilai seperti matematik atau statistik yang bersifat terukur dan pasti. Manusia lebih merupakan puisi, yang maknanya multi dan tak pasti. Mari kita renungkan, apa makna sajak Khairil Anwar, aku ini binatang jalang. Apakah yang dimaksudnya anjing kurus kurapan yang sekarat di pinggir jalan? Atau ayam jago yang kawin dengan semua ayam betina, tidak peduli betina itu ibunya, anaknya, bahkan neneknya? Atau binatang jalang itu adalah politisi yang korup?

Seperti puisi manusia itu penuh misteri. Ia melampaui samodra tak bertepi, mengatasi bentangan langit yang tak berujung. Manusia itu seperti onggokan tanda tanya, persis hologram yang bisa berisi apa saja. Meski menyakitkan menghadapi realitas kayak begini, tapi inilah realitas manusia yang paling mendasar. Manusia bukan makhluk satu dimensi, tapi makhluk multidimensi yang merupakan teka-teki. Karena itu sisi luarnya yang tampak tidak selalu menggambarkan pribadi yang sesungguhnya. Bisa jadi  penampilannya yang sopan dan rasional merupakan topeng menutupi kerapuhan yang bersifat sebaliknya.

Dalam sejarah panjang manusia, kita bisa menyaksikan banyak sisi tragis yang menunjukkan kelemahan, kerentanan, dan keirasionalan, bahkan 'kegilaan' dari tokoh-tokoh besar seperti Alexander Agung, Julius Caesar, Napoleon, Hitler, Gandhi, Soekarno, dan banyak orang hebat lain dari berbagai bidang kehidupan seperti Michael Jackson, Picasso, Salvador Dali, Hemingway, Soros, dan lain-lain. Mereka semua hebat dan luar biasa, tatapi menyimpan banyak problem yang menggambarkan sisi lemah pribadinya.

Semua mereka menunjukkan paradoks itu. Hemingway yang selalu menceritakan dengan indah semangat luar biasa menghadapi tantangan dan perjuangan hidup dalam semua karyanya, mati bunuh diri. Ini menegaskan ada lubang hitam dalam kemanusiaan kita, ada ruang kosong di palung hati kita, ada kabel yang korslet dalam otak kita.  Rasanya semua kita memiliki dan mengalaminya, dalam derajat yang berbeda-beda. Perbedaan derajat itu yang membedakan tingkat kewarasan dan kegilaan setiap manusia.

Ada manusia yang pintar untuk menyembunyikannya.  Ada yang mampu mengendalikannya, tak sedikit yang memamerkannya dan terus memeliharanya. Ada pula yang sangat ingin mengelolanya agar tak meledak, namun kekuatannya tak cukup untuk itu. Inilah kerentanan kita sebagai manusia.

Sepanjang sejarah, manusia mencoba untuk membuat demarkasi atau garis batas yang jelas, pasti, dan terukur untuk membedakan dan memisahkan kewarasan dan kegilaan manusia . Dirumuskanlah sejumlah indikator untuk menentukan posisi manusia, siapa yang berada di kawasan kewarasan, dan siapa yang berada dalam kawasan kegilaan. Memang ada manusia yang dengan tegas bisa diidentifikasi dan disimpulkan sebagai orang gila. Sepanjang sejarah, bahkan dalam masyarakat yang paling primitif ada tempat khusus untuk mereka, biasanya mereka dipasung, diisolasi, dan diasingkan. Mereka dinyatakan sebagai bukan bagian dari masyarakat normal.

Tetapi kenyataannya, banyak manusia, bahkan terlalu banyak yang tidak bisa dengan tegas dimasukkan dalam kategori itu. Aku masih ingat, beberapa puluh tahun yang lalu, suasana syahdu Ramadhan di Jakarta terusik karena ditemukan potongan tubuh manusia di Jalan Pemuda, tepat di belakang kampus IKIP Jakarta. Beberapa hari kemudian ditemukan potongan tubuh dari orang yang sama di Tanjung Priok. Masyarakat heboh. Kehebohan itu kemudian berubah menjadi keterkejutan yang luar biasa, tatkala diketahui yang melakukan mutilasi terhadap mayat perempuan itu adalah suaminya sendiri, seorang guru agama yang terkenal sholeh, baik, santun, dan sangat pengasih pada murid, keluarga dan para tetangga.

Ada ribuan bahkan jutaan kasus sejenis yang terjadi di seluruh dunia. Manusia yang dikategorikan sehat, waras, dan hidup normal dalam masyarakat, melakukan tindakan gila yang tak terpikirkan. Ayah memperkosa anak kandung, ibu membunuh bayi yang susah payah dikandung dan dilahirkan, istri memutilasi suami, anak membunuh orang tua, dan berbagai tindakan mengerikan lainnya. Dunia manusia kadang lebih mengerikan daripada dunia binatang. Ya...ini merupakan sisi kebinatangan manusia.

Kita selalu dikagetkan, dibuat sedih dan bertanya-tanya. Mengapa manusia bisa seperti itu?

MANUSIA ADALAH MISTERI, KEJUTAN ADALAH BAGIAN TAK TERELAKKAN DALAM HIDUPNYA.

1 komentar:

  1. Nice writing, pak. Akhirnya saya menemukan blog anda. Semoga lebih banyak lagi tulisan-tulisan yang menambah pengetahuan dari bapak.
    Febri (Sastra Inggris 2008)

    BalasHapus

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd