Yogya itu memang istimewa. Jalanlah sepanjang Malioboro, sebagian wajah Yogya terlihat di situ. Para pengusaha besar pemilik toko mewah menyatu dengan pedagang kaki lima dalam harmoni. Kebanyakan
barang yang dijual sama, tapi beda kualitas, pembeli pun tahu ke mana mereka akan berbelanja. Ada kebebasan memilih sesuai minat dan isi dompet. Sepanjang kaki lima yang berukuran sempit, para wisatawan
lokal dan manca negara berada di situ. Padat, seringkali macet, dan saling senggol, namun tak pernah ada keributan. Semua orang saling memaklumi, datang ke Malioboro mau rekreasi dan belanja. Aura
Yogya yang toleran dan saling menghargai menciptakan suasana ini.
Bila Anda berjalan di Malioboro, tidak sedikit tukang becak menyambangi, menawarkan berkeliling. Mereka sopan dan tidak pernah memaksa. Para anak jalanan yang ngamen gayanya funk banget, tetapi sopan. Beberapa pengamen tunanetra berjalan membawa alat musik dan bernyanyi. Ada sejumlah orang yang minta
sedekah, mereka tak pernah memaksa. Sementara di jalan, para pengendara berjalan lamban. Mereka sadar, ada banyak orang lalu lalang di situ. Suasana makin asyik karena tukang andong berjajar dengan teratur. Ramai, padat, tetapi mengasyikkan. Sama sekali tidak kacau.
Hampir setiap hari Malioboro dilintasi beragam parade. Ada karnaval Lombok, Papua, peringatan hari bumi, dan beragam parade lain. Para turis lokal dan manca negara sibuk berfoto dengan latar belakang parade. Beberapa diantara mereka malah ikut parade. Kebhinekaan sangat menonjol di Malioboro.
Keberagaman dan tolerasi memang merupakan roh masyarakat Yogya. Lihatlah kuburan, kuburan Islam dan Kristen jadi satu, berbaur tanpa pemisah. Tentu ini sangat bagus. Mosok, mayat aja mau dipisah-pisah
nguburnya. Saat hari raya keagamaan suasananya juga sangat toleran. Semua orang terbiasa dengan keberagaman dan saling menghargai. Sampai-sampai bisnis esek-esek Pasar Kembang (Sarkem) berbaur
dengan rumah penduduk. Tak pernah ada keributan, semuanya hidup ayem tentrem.
Jika berjalan keliling Yogya, sampai ke pedalaman seperti Bantul dan Kulonprogo yang terasa adalah suasana teratur dan nyaman. Juga sangat aman. Karena itu kita sangat kaget saat ada berita pembantaian di Cebongan. Dan semakin kaget tatkala akar masalahnya adalah premanisme. Apa benar ada premanisme di
Yogya?
Itulah faktanya. Yogya tidak bebas dari premanisme. Ingat, petrus atau penembakan misterius yang betujuan menghabisi preman pada zaman orde baru, pertama kali dilakukan di Yogya. Waktu itu operasi petrus berhasil membebaskan Yogya dari para gali atau preman yang sudah sangat keterlaluan sadisnya.
Tampaknya sejumlah orang jahat memanfaatkan kebhinekaan dan toleransi Yogya bagi kepentingan mereka. Sikap orang Yogya yang ogah konflik dianggap sebagai kelemahan dan dieksploitasi untuk memperoleh keuntungan kelompok dan pribadi. Preman Yogya memang menyesuaikan diri dengan gaya Yogya. Tidak terlalu menonjol seperti di Jakarta dan berbagai kota besar lain. Apakah Anda pernah melihat preman di Malioboro seperti di Blok M Jakarta yang sangat terbuka gaya dan perilaku kepremanannya? Preman Yogya sangat tahu diri, karena itu mereka menyesuiakan diri. Mereka pada umumnya bukan orang Yogya, tetapi sudah banyak yang bisa berbahasa Jawa.
Paling tidak sudah dua kali Yogya erupsi karena preman, yaitu zaman petrus dan kasus Cebongan. Di media massa terjadi kehebohan luar biasa. Beritanya menarik perhatian orang di manca negara. Namun, di Yogya orang adem ayem. Seperti tidak terjadi sesuatu yang menghebohkan. Apakah ini berarti orang Yogya tidak peduli? O... Tidak! Orang Yogya punya cara sendiri menghadapi kehebohan atau erupsi apa pun. Mereka telah sangat biasa dengan erupsi Merapi. Merapi telah mengajari orang Yogya sejak zaman dahulu kala bagaimana menghadapi hidup penuh bahaya dan tidak pasti di bawah gunung berapi.
ORANG YOGYA BISA DAN BIASA TEGAK KOKOH DAN TENANG SEPERTI MERAPI, TETAPI MEREKA BISA ERUPSI MEMUNTAHKAN LAHAR PANAS, JUGA SEPERTI MERAPI!
Itu mereka tunjukkan manakala ada rencana jahat mau mentipeks alias menghapus keistimewaan Yogya. Para penguasa di negeri ini harus menghormati bahwa Yogya itu memang dan sungguh istimewa. Sejak dulu sampai kapan pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd