Hidup acap kali memberi pilihan yang sulit. Cermati sekeliling kita sekarang ini. Telah berkembang semacam keyakinan bahwa mendapatkan rezeki yang haram saja sulit, apalagi yang halal. Keyakinan ini diucapkan dengan banyak cara. Ada yang bilang, "Daripada gak dapet, ya udah yang haram babat aje". Malah ada yang omong, "Are gene maseh ngomongin halal-haram, udah telat kale.... Gak zaman dah main halal-halalan, yang penting dapur ngebul".
Memang sulit dibantah bahwa bagi sebagian orang, malah mungkin sebagian besar orang hidup semakin sulit. Betapa tidak, pada zaman reformasi ini daya beli masyarakat kiranya belum beranjak naik, sedangkan harga barang kerap naik tinggi sekali. BPS malah melansir terjadi peningkatan angka kemiskinan mendekati lima ratus ribu jiwa. Ironis memang, berkuasa dua periode, justru pada akhir masa berkuasanya, SBY mewariskan peningkatan angka kemiskinan.
Mungkin situasi seperti inilah yang mendorong muncul dan berkembangnya keyakinan yang penting bisa dapatkan rezeki, halal-haram tidaklah penting. Dalam konteks seperti inilah kita harus mengingat kembali ucapan Nabi bahwa kefakiran mendekatkan orang pada kekafiran.
Kefakiran atau kemiskinan memang menyakitkan dan tragis. Kemiskinan bisa menggerogoti jiwa manusia. Kemiskinan mampu menenggelamkan manusia ke dalam lumpur kenistaan. Itulah sebabnya mengapa PBB merancang suatu gerakan besar yang melibatkan banyak negara untuk memerangi kemiskinan. Di seluruh dunia, kemiskinan telah menggali luka sangat dalam pada sistem sosial dan menjadi penyebab banyak penyimpangan dan kejahatan.
Tetapi, bukanlah merupakan sebentuk kekeliruan bila berbagai pemikiran, keyakinan, dan praktik-praktik penyimpangan serta kejahatan dalam masyarakat kita dicermati lebih dalam. Untuk mencari berbagai kemungkinan selain kemiskinan sebagai penggerak pendorongnya.
Bisa saja kan, bahwa selain kemiskinan yang seringkali akut. Ada penyebab lain yang tak kalah akutnya. Di republik ini tidak sedikit orang yang sama sekali tidak miskin, malah tergolong sangat kaya dan terhormat pula yang juga melakukan penyimpangan dan kejahatan dalam banyak hal, terutama terkait dengan rezeki.
Perhatikan dengan seksama beberapa waktu belakang ini pemberitaan media massa soal kejahatan korupsi. Siapa saja pelakunya yang sudah jadi tersangka dan terdakwa? Bisakah kita mengingatnya? Jika tidak, Dipo Alam bisa membantu. Dalam catatannya sejak Oktober 2004 sampai dengan September 2012 dikeluarkan 176 izin penyelidikan terhadap pejabat negara yang terdiri dari Bupati/Walikota 103, Wakil Bupati/Walikota 31, anggota MPR/DPR 24, Gubernur 12, Wakil Gubernur 3, anggota DPD 2, Hakim MK 1. Dari sekian banyak pejabat yang bermasalah dengan korupsi itu asal partai politiknya adalah, Golkar 64, PDIP 32, Partai Demokrat 20, PPP 17, PKB 9, PAN 7, PKS 4, dan PBB 2, sisanya dari partai gurem dan birokrat.
Jumlah itu kini makin bertambah karena partai politik terus saja memberikan kontribusi pada meningkatnya kasus korupsi oleh pejabat. Partai Demokrat diramaikan oleh ketua umumnya Anas, dan menterinya Andi Alfian Mallarangeng, dan entah siapa yang akan menyusul karena KPK telah pula rajin memanggil kader Partai Demokrat yang lain. Golkar seperti tak mau kalah dengan menambahakan Zulkarnaen Djabar, Rusli Zainal, Amran Batalipo, dan yang paling heboh tentulah Ratu Atut. Beberapa petinggi Golkar juga kerap dipanggil KPK. PKS malah mencatatkan presiden partainya.
Berita pejabat yang bukan berasal dari partai atau bekas orang partai yang menghiasi berita korupsi layaknya sinetron berseri adalah pejabat tinggi Polri Djoko Susilo, Ketua MK mantan anggota DPR dari Golkar Akil M., dan Ketua SKK Migas Rudi R.
Boleh jadi perilaku koruptif para pejabat yang sepanjang tahun meramaikan pemberitaan telah menjadi anutan dalam masyarakat. Mereka mungkin berfikir, pejabat yang duitnya banyak aja masih melakukan kejahatan, melanggar aturan, mengapa kita tidak ikuti? Mereka bisa, mengapa kita tidak bisa?
Setiap kali pejabat ketanggor, dicokot karena korupsi, suap menyuap pastilah menimbulkan tanya. Mereka kan sudah hidup jauh di atas rata-rata, koq masih korupsi? Apa yang mereka cari?
Mungkin ini ada kaitannya dengan berkah dan jumlah. Idelanya rezeki itu berkah dan jumlahnya juga besar. Tetapi kan yang kayak gitu rada langka. Karena itu pilihannya seringkali adalah: semakin besar berkah, maka semakin kecil jumlah, dan semakin kecil berkah, maka semakin besar jumlah.
Jika sudah begini, kejahatan korupsi sudah kurang berkorelasi dengan kemiskinan. Kemiskinan sudah kurang berpengaruh. Ini lebih dekat dengan tingkat kerakusan. Orang rakus memang tidak menjadikan berkah sebagai pertimbangan. Jika berkah sungguh jadi pertimbangan, para pejabat yang korup itukan semestinya tidak perlu lagi mempersoalkan jumlah. Penghasilan Akil sebagai Ketua MK, dan Rudi R. sebagai Ketua SKK Migas pastilah sudah melampaui dari segi jumlah untuk hidup mewah. Saya juga gak miskin-miskin amat koq, kata Ketua SKK Migas kepada para wartawan.
Rasanya sulit dibantah, bahwa banyaknya pejabat tinggi terlibat kasus korupsi ikut mempengruhi sikap dan perilaku masyarakat untuk melanggar aturan. Paling-paling yang bisa kita perdebatkan adalah derajat pengaruh tersebut, tinggi atau rendah.
Tak berlebihan kiranya, jika kita berpendapat bahwa ketidakpatuhan masyarakat dalam menjalankan hukum dan peraturan dalam semua segi kehidupan ikut dipengaruhi oleh banyaknya pelanggaran hukum yang dilakukan pejabat pada semua tingkatan. Dan sulitnya membongkar berbagai kejahatan, terutama korupsi, karena bisa jadi sudah terlalu banyak pejabat yang terlibat. Itu yang menyebabkan mereka saling melindungi, menjaga, bahkan saling dukung.
Tentu saja fakta ini sangat mengerikan dan menjijikkan. Tetapi inilah kondisi negara bangsa kita sekarang. Bukan lagi rahasia bahwa tidak sedikit pejabat di berbagai tempat, bahkan di intitusi penegak hukum dan lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi, bukannya membangun komunitas yang amanah, bersih, dan profesional. Tetapi membentuk gerombolan yang mengahalalkan segala cara untuk memperoleh jumlah besar, dan tak pernah memperhitungkan berkah. Oleh karena itu, negara bangsa ini akan menjadi semakin baik bila
PARA PEJABAT KORUP DIGANTUNG DI MONAS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd