Rumit. Pada 2011 penduduk Jakarta 9.607.787 jiwa. Itu artinya tingkat kepadatannya adalah 13.667,01 jiwa perkilometer persegi. Produksi sampahnya 7.896 ton perhari. Limbah yang dihasilkan perorang 150 liter selama 24 jam. Ayo kalikan dengan 9.607.787 jiwa, ada 1.441.168.050 liter produksi limbah selama 24 jam. Pada 2013, Joko Wi bilang baru 3% dari limbah itu yang bisa dikelola. Itu artinya Jakarta adalah kota limbah. Ada catatan tambahan, jumlah di atas itu adalah pada malam hari, sedangkan siang hari penduduk Jakarta bisa mencapai 12,7 juta jiwa. Belum lagi kehadiran turis. BPS DKI Jakarta mencatat pada November 2013 saja ada 205.468 turis mancanegara yang singgah di Jakarta. Pastilah mereka ikut memberi kontribusi pada peningkatan jumlah limbah yang diproduksi.
Bayangkan dengan penduduk sebanyak dan sepadat itu betapa rumitnya sistem buangan atau kakus di Jakarta. Setiap keluarga yang ingin membuat pompa air di rumahnya dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit. Semakin jauh dari septik tank sendiri, malah mendekati septik tank tetangga. Harus menentukan pilihan, mau menikmati rembesan septik tank sendiri atau septik tank tetangga.
Dalam konteks Indonesia, keadaannya tidak lebih baik. Bank Dunia yang rajin melakukan penelitian agar kita tetap berhutang pada mereka mengungkapkan, cuma 5% lumpur tinja dan 1% limbah masyarakat yang dikumpulkan dan diolah. Sekitar 14% penduduk kota buang hajat sembarangan.
Tidak mengejutkan bila UNICEF mencacat di seluruh dunia 88% kematian anak disebabkan diare. Sementara itu di Indonesia pada 2007, diare menyebabkan kematian 31% anak usia 1 bulan-1 tahun, dan 25% anak usia 1-4 tahun, serta 66% anak dari keluarga yang buang hajat sembarangan. Pada 2010, 17% rumah tangga atau setara dengan 41 juta orang yang buang hajat sembarangan.
Kakus ternyata merupakan masalah akut yang menimbulkan sejumlah persoalan kesehatan dan ikutannya. Bisa dibayangkan betapa banyak dana yang harus dikeluarkan untuk biaya pengobatan, dan menjadi tragis karena banyaknya kematian.
Luasnya wilayah dan banyaknya orang yang terlibat dalam masalah terkait kakus ini, pastilah akan membawa persoalan yang tidak sederhana. Apalagi yang terlibat dalam masalah ini adalah masyarakat golongan bawah. Tentulah kondisi ini melahirkan penderitaan di atas penderitaan.
Buruknya kakus sebagai sistem pembuangan dan kaitannya dengan pengadaan air bersih serta tatakelola lingkungan yang lebih luas, menegaskan bahwa Indonesia dan masyarakat global menghadapi masalah serius. Ini menyangkut kualitas hidup manusia dan masa depannya.
Semua orang yang terjerat masalah terkait kakus ini, habis waktu dan kesempatannya hanya untuk mengatasi berbagai akibat tak terelakkan dari masalah pokoknya. Tentu bukan sekedar masalah penyakit. Terdapat sejumlah masalah lain seperti terhambatnya tumbuh kembang anak, kerusakan organ permanen karena penyakit, akibat-akibat yang disebabkan oleh buruknya lingkungan, dan kesulitan anak-anak untuk secara konsisten mengikuti proses pendidikan karena terus menerus didera penyakit.
Mengapa ada begitu banyak masalah yang mendera masyarakat miskin terkait kakus ini? Orang-orang miskin, terutama di perkotaan yang padat, hidup dan mengasuh anak-anaknya di lingkungan kumuh yang sangat jorok. Ketiadaan kakus memaksa mereka hidup bergelimang kotoran yang mestinya di simpan di dalam tanah. Buruknya lingkungan, dan tidak berkualitasnya asupan makanan menjadi kombinasi yang sungguh menghancurkan mereka.
Problem menjadi akut sebab menurut data resmi BPS, jumlah orang miskin di Indonesia pada Maret 2013 adalah 28,07 juta jiwa. Sedangkan Asian Development Bank (ADB) mencatat pada 2010 penduduk Indonesia yang miskin 43,07 juta jiwa, pada waktu itu BPS menyebutkan angka kemiskinan Indonesia adalah 31, 02 juta jiwa. Bank dunia pada 2013 menghitung ada 97,9 juta jiwa atau sekitar 40% dari penduduk Indonesia yang miskin.
Ketidaksamaan angka itu terjadi karena berbeda dalam menetapkan berapa penghasilan penduduk yang disebut miskin. Angka mana pun yang digunakan, faktanya jumlah penduduk yang miskin masih sangat banyak. Pada tingkat dunia, Bank Dunia pada 2013 mencatat jumlah orang miskin adalah 1,3 milyar jiwa.
Semakin banyak jumlah orang miskin, masalah terkait kakus tentulah makin akut dan mengerikan. Artinya orang yang hidup tidak layak dan tidak sehat tidak sedikit. Pastilah kondisi ini akan sangat memengaruhi masa depan manusia dalam konstelasi global yang semakin cepat berubah dan seringnya terjadi krisis ekonomi. Dengan demikian,
MASALAH KAKUS SUNGGUH SANGAT MEMPENGARUHI SECARA NEGATIF MASA DEPAN PERADABAN MANUSIA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd