Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Inilah bagian dari cuplikan teks proklamasi kemerdekaan kita. Mungkin saja karena dalam keadaan darurat, butuh keputusan cepat, maka digunakan d.l.l. atau dan lain-lain.
Dan lain-lain digunakan untuk banyak keperluan. Kadang sebagai cara untuk mempermudah atau memperpendek penyebutan sesuatu yang mungkin sangat panjang . Si pembaca atau pendengar dianggap sudah tahu dan bisa memikirkan apa saja isi dan lain-lain itu. Contoh, saat menyebutkan alat-alat yang ada di dapur dijelaskan: kompor, kuali, dandang, telenan, dan lain-lain. Para pembaca dan pendengar diberi kebebasan untuk memikirkan sendiri apa isi dan lain-lain itu. Bisa sangat beragam isinya. Sangat tergantung juga dari pengalaman dan status sosial tiap orang. Bukankah isi dapur orang yang tinggal di pemukiman elit seperti Pondok Indah sangat beda dengan daerah kumuh yang berada di pinggiran Pondok Pinang yang dekat dengan Pondok Indah?
Itu artinya isi dan lain-lain akan sangat beragam. Ada kebebasan untuk memberi isinya, juga sekaligus ada ketidakpastian di situ. Tidak ada masalah jika yang menjadi topik pembicaraan adalah isi dapur. Tetapi apakah tidak akan bermasalah jika yang dibicarakan topik yang sangat fundamental bagi kehidupan bangsa seperti teks proklamasi di atas. Atau topik krusial lain seperti apa yang dimaksud dengan karakter bangsa, syarat hakim MK, indikator penerima bantuan langsung tunai, dan syarat menjadi pemimpin. Ini artinya kita harus sangat hati menggunakan dan lain-lain. Dan lain-lain tidak dapat digunakan secara mana suka.
Secara nakal kita bisa bespekulasi, jangan-jangan banyak persoalan negara bangsa yang sampai kini tidak terselesaikan berakar dari dan lain-lain dalam teks proklamasi itu. Artinya, bangsa ini terbiasa dengan kekurangrincian dalam menjelaskan hal-hal yang fundamental. Sulit menentukan prioritas. Terlalu banyak tujuan yang hendak dicapai, karena itu jadi kurang fokus. Gampang berubah arah karena tidak punya tujuan spesifik yang hendak dicapai.
Dan lain-lain bisa diisi apa saja, konsekuensinya kita jadi terlalu cair dan suka seenaknya dan sekenanya saja. Banyak contoh yang bisa dikedepankan.Perhatikan dengan seksama berbagai program pembangunan yang terkesan tumpang tindih. Lihatlah kebijakan pangan kita mulai dari impor sapi, pengadaan beras dan kedele. Apakah ada konsistensi jangka panjang untuk menjamin ketahanan pangan kita. Kaitkan itu dengan pendirian dan keberfihakan kita saat ada perhelatan WTO di Bali. Posisi kita sebagaimana yang ditunjukkan Menteri Perdagangan Gita Wirawan sangat memihak kapitalisme dan pasar bebas, padahal persoalan pertanian dalam negeri sedang megap-megap alias ngap. Kita tidak berani menunjukkan sikap tegas membela kepentingan negara sendiri dan negara senasib sepenangungan seperti yang ditunjukkan India. Terasa kita seperti negara merdeka tetapi kurang berdaulat. Boleh jadi akar masalahnya adalah pemindahan kekuasaan d.l.l. diselenggarakan dengan cara seksama. Karena dan lain-lain itu tak jelas, jangan-jangan pemindahan kekuasaan itu tidak pernah sungguh-sungguh terjadi. Konsekuensinya kita cuma jadi negara satelit kapitalisme global.
Sering kali dan lain-lain digunakan karena penulis atau pembicara kurang tahu atau memiliki keterbatasan pengetahuan tentang topik yang dibahasnya. Cara terbaik untuk menutupinya adalah menggunakan dan lain-lain. Ada aroma manipulasi di sini. Kita tidak selalu tahu, apa isi dan lain-lain itu sesungguhnya. Tentu ada bahaya di sini. Ketidaktahuan coba dimanipulasi, bukan diakui. Pastilah sangat berpotensi memunculkan ketidakpastian.Ketidakpastian membawa kita pada keraguan. Bila ragu tindakan kita bisa ngaco tak terukur.
Mestinya kita mengembangkan penalaran dan sikap yang ditunjukkan tukang martabak telor. Datanglah ke tukang martabak telor, ia pasti akan segera bertanya, mau martabak telor biasa atau istimewa? Tukan martabak telor membuat kategorisasi yang rinci dan terukur. Bagi kita istilah istimewa, spesial dan super sama saja maknanya. Tetapi bagi tukang martabak telor sangat berbeda. Mereka membuat rincian yang jelas, istimewa: dua telur, spesial: tiga telur, dan super: empat telur. Sudah pasti jika telur bertambah maka bumbu, bawang bombay dan dagingngya juga bertambah, harganya pun nambah. Cara berfikir spesifik dengan indikator yang jelas seperti ini sangat baik diterapkan dalam tatakelola apapun, dari asongan sampai tatakelola pemerintahan. Ada kepastian karena ada indikator yang jelas. Memang, tidak mudah untuk membiasakan dan menerapkan cara berfikir ini.
Kelihatannya kebanyakan kita mau mudahnya saja. Itulah sebabnya dan lain-lain, dan sebagainya (dsb), dan seterusnya (dst) menyelinap ke mana saja, bahkan dalam dokumen-dokumen negara yang sangat penting.
Sadarkah kita mental mau mudahnya saja, ditambah tidak membiasakan diri dengan kerincian dan keterbukaanlah yang telah membuka peluang bagi tumbuh suburnya korupsi di negara tercinta ini. Orang-orang jahat secara canggih memanfaatkan peluang yang tersedia ini.
Mari kita cermati berbagai kasus korupsi yang kini ditangani KPK. Korupsi itu selalu menyangkut dua hal sekaligus yaitu meninggikan harga, dan ketidakcocokan spesifikasi. Jadi, para koruptor dapat dari dua sumber yaitu selisih dengan harga yang sudah ditinggikan, dan sisa dari penurunan spesifikasi. Inilah akibat dari ketidakrincian, ketidakjelasan indikator dan mau mudahnya saja.
KEPASTIAN, KERINCIAN, KECERMATAN, DAN KERJA KERAS ADALAH KUNCI SUKSES TATAKELOLA APAPUN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd