Sabtu, 01 Februari 2014

KAKUS DAN MASA DEPAN PERADABAN (6.1)

Kakus hanyalah akhir. Awalnya adalah makan. Keduanya tak dapat dipisahkan.

Peradaban muncul karena makanan. Terjadi revolusi pertanian di Mesopotamia, daerah subur antara sungai Tigris dan Efrat di Timur Tengah. Manusia mampu membudidayakan tumbuhan dan hewan. Revolusi gaya hidup terjadi, dari gaya berpindah atau nomaden ke gaya menetap. Karena menetap di satu kawasan yang subur dengan makanan yang terjamin, maka manusia mulai membangunan rumah permanen, perkampungan, kota, dan negara. Membangun sistem, komunitas, dan kebudayaan. Peradaban pun muncul dan berkembang.

Selalu Bermula dari tepi sungai atau danau. Peradaban Mesir Kuno tumbuh kembang di sepanjang sungai Nil, Cina Kuno di sekitar sungai Kuning, India Kuno di sepanjang Sungai Indus.  Air sungai menjadi dasar bagi pertanian dan peternakan. Sungai adalah sumber ikan yang terbukti bukan saja mengeyangkan, juga mencerdaskan. Kecerdasan adalah soko guru bagi perkembangan peradaban.

Makanan adalah pemicu dan pemacu munculnya peradaban. Makanan berkonsekuensi kakus, yang waktu itu juga berpusat di sungai. Sungai adalah sumber air yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan,  awal dari budidaya tumbuhan dan hewan yang merupakan makanan pokok manusia. Di sungai juga semuanya berakhir, yaitu kakus. Sejak awal peradaban manusia, kakus sebagai konsekuensi niscaya dari makan, ikut menentukan keberadaan, perkembangan, dan kebertahanan manusia dan peradabannya. Sampai kini.

Begitu pentingnya makan dan makanan, di Cina dan Mesir kuno telah dikenal lumbung, tempat mengawetkan dan menyimpan makanan. Lumbung merupakan tanda nyata dari kesadaran manusia akan ketergantungan permanen pada makanan. Lumbung adalah wadah utama untuk menjaga dan memastikan ketahanan pangan. Bila ada lumbung maka harus ada kakus. Itulah titik awal peradaban.

Kini peradaban manusia mulai merasakan krisis yang bisa saja menghancurkannya karena krisis pangan di tingkat global. FAO melaporkan sepertiga makanan yang diproduksi di seluruh dunia yaitu sekitar 1,3 miliar ton terbuang, yang menimbulkan kerugian sekitar 750 miliar dolar. Makanan terbuang karena mengalami kerusakan sejak proses produksi, tatakelola pasca panen, penyimpanan, dan pendistribusian, juga saat dikonsumsi. Di negara maju, makanan yang rusak karena tidak dikonsumsi semakin besar dari tahun ke tahun. Tragisnya banyaknya makanan yang terbuang ini terjadi saat 870 juta orang mengalami kelaparan setiap hari si seluruh dunia, terutama di Afrika dan beberapa bagian Asia dan Amerika Latin.

Jika tidak dilakukan tindakan revolusioner untuk menjamin peningkatan produksi pertanian dan ketahanan pangan, diperkirakan 2025 sungguh akan terjadi krisis pangan dunia yang menghancurkan peradaban. Sebab jumlah konsumsi akan melebihi kemampuan produksi. Pastilah kondisi ini akan meledakkan kelaparan parah. Saat lapar, manusia minimal menjadi tikus bagi manusia lainnya. Itu berarti, peradaban berakhir.

Krisis pangan ini dipicu oleh percepatan laju pertambahan penduduk dan menurunnya produksi pertanian. Penurunan produksi pertanian terjadi karena pemansan global yang memicu cuaca ekstrim seperti yang sekarang ini kita alami. Perhatikan banyaknya tanaman padi, dan tanaman pangan lain yang rusak karena banjir. Bila hujan dan banjir selesai, seringkali kita mengalami kemarau panjang yang juga merusak tanaman pangan.

Selain itu terjadi alih fungsi lahan pertanian untuk berbagai keperluan selain pertanian seperti pabrik dan perumahan. Berkurangnya lahan pastilah mengurangi produksi. Terjadi dan berkembang pula serangan hama dan penyakit tanaman, ditambah krisis air. Keseluruhannya sungguh menurunkan produksi pertanian secara permanen. Padahal FAO memperhitungkan kelangkaan pangan dunia memerlukan ketersedian makanan pertahunnya dalam jumlah 100 miliar ton sereal, 196 juta ton daging, 172 ton kedelai, 429 juta ton buah-buahan, dan 365 juta ton sayur mayur, tentu termasuk petai dan jengkol.

Tidak mengherankan bila persoalan pertanian ini bisa menjadi pemicu konflik antarnegara dan antarkawasan. Kita bisa saksikan itu dalam konferensi WTO yang terjadi di Bali akhir tahun lalu. Delegasi India sangat keras tuntutannya terkait dengan keadilan dalam bidang pertanian.

Karena peradaban manusia muncul dan berkembang dari pertanian yang memproduksi makanan, maka bisa jadi peradaban manusia porak poranda juga karena pertanian. Makanan sangat fundamental sifatnya karena menentukan hidup mati manusia.

Bila terjadi krisis pangan, apalagi pada tingkat global, akibatnya akan muncul pula masalah ikutannya pada kakus dan perkakusn. Ini tak terelakkan, sebab

MAKANAN DAN KAKUS SAMA PENTINGNYA BAGI MASA DEPAN PERADABAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd