Ini sebuah komunitas jalanan. Kebanyakan mereka sudah tidak lagi tinggal bersama orang tuanya yang tinggal di pemukiman kumuh. Ada beberapa anak yang memang jauh dari orang tuanya, mereka berasal dari seberang yaitu Pulau Sumatera. Mereka yang berkumpul dalam komunitas ini jumlahnya tidak tetap. Secara keseluruhan ada sekitar 25 orang, usianya 8-20 tahun. Hanya ada tiga wanita berusia 13-15 tahun.
Kebanyakan mereka ngamen, wilayah ngamennya di Jakarta Barat. Beberapa jadi polisi cepek, dan tukang parkir liar, ada dua anak jadi penyemir sepatu. Mereka mukim di bawah kolong jalan layang dekat dengan terminal bus. Semua mereka pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga, umumnya mendapatkan siksaan dari ayah. Pengalaman yang sama ini membuat mereka sangat kompak dan saling bantu.
Banyak perilaku positif yang tampak pada semua mereka. Mereka adalah para pemberani. Mampu hidup mandiri. Tidak suka mengeluh, dan menjalani hidup dengan fikiran yang positif bahwa setiap orang mampu mencari rezeki bagi hidup. Mereka pantang menyerah pada tantangan hidup sesulit dan sekeras apapun. Mereka tidak cengeng menghadapi berbagai cobaan, dan ujian hidup. Mereka sepenuhnya sadar, hidup adalah perjuangan yang tak kenal henti.
Meski pendidikan formal mereka pada umumnya rendah, tetapi jangan pernah mengira mereka bodoh. Kehidupan yang keras dan sulit telah menjadi laboratotium bagi mereka untuk menghayati apa maknanya menjadi manusia, apa artinya hidup. Semua pengalaman hidup yang getir telah membuat mereka menjadi anak-anak yang percaya diri, dan selalu percaya bahwa semua kesulitan hidup bisa diatasi. Mereka banyak belajar tentang hidup nyata, pelajaran yang tidak diajarkan di sekolah mana pun.
Mereka juga sangat setia kawan. Bila ada teman yang sakit dan susah, mereka menghayatinya sebagai penderitaan bersama yang harus diatasi bersama-sama. Pada anggota komunitasnya mereka mengembangkan prinsip hidup peduli dan berbagi.
Kehidupan jalanan memaknai kata berbagi dengan cara khas mereka. Bukan hanya sebatas berbagi makanan dan rokok. Juga berbagi kenikmatan. Inilah yang menjadi penyebab hampir semua mereka terkena penyakit kelamin yang dikenal dengan nama raja singa.
Saat beberapa dari antara mereka ditengarai sudah terkena penyakit itu, segera saja terbuka bahwa sebagian besar mereka sudah tertulari. Bahkan ada yang sudah pada tingkat yang mengerikan karena sudah mengalami kerusakan permanen pada alat kelaminnya. Yang paling parah justru wanita yang usianya paling muda. Kerusakan sudah mencapai bagian dalam rahimnya.
Rupanya mereka berbagi kenikmatan dalam komunitas. Namun, sesekali para lelaki juga 'nembak' di luar sana. Bisa jadi, inilah awal penyebaran penyakit dalam komunitas ini. Karena mereka sering berbagi, maka rasanya semua sudah terkena. Hanya saja ada yang masih malu-malu mengakuinya.
Upaya untuk menyembuhkan mereka tidaklah sulit. Tetapi bagaimana caranya agar kebiasaan 'tembak menembak' yang sudah sangat melekat dalam hidup mereka bisa dihentikan. Apalagi penelusuran lebih dalam menunjukkan, tidak sedikit diantara mereka yang sudah berulang-ulang terkena penyakit ini. Mereka berobat dengan cara membeli obat pada penjual obat kuat yang jualan pakai gerobak di pinggiran jalan. Mereka rupanya juga menjual obat untuk berbagai penyakit kelamin.
Lazimlah, karena berobat sendiri dan mendapat diagnosa dari si penjual obat yang tidak jelas apa pendidikannya, beberapa mereka sudah terlalu banyak menelan anti biotik dengan takaran yang gak karu-karuan. Pastilah perlu penangan khusus untuk mengobati yang sudah agak kebal dengan anti biotik ini.
Sementara yang wanita sudah sampai mengeluarkan bau busuk dari kemaluannya. Melalui dialog yang empatis mereka mulai mau diobati dengan bantuan dokter. Untungnya ada teman seorang dokter yang mau menolong. Rupanya anak-anak ini malu bila di bawa ke rumah sakit atau poliklinik.
Sudah bisa dibayangkan tingkat kesulitan untuk pengobatan. Sebab mereka masih tinggal bersama dan susah memastikan mereka tidak melakukan hubungan badan lagi. Padahal mereka dilarang melakukannya selama masa pengobatan, maksudnya agar tidak lagi saling menulari.
Namun, karena yang terkena banyak, dan mereka jadi mau untuk saling melihat pengaruh penyakit itu pada alat kelamin dan kesehatan, tampaknya mereka mulai ketakutan juga. Dengan sengaja kubawakan buku-buku penuh gambar akibat penyakit kelamin. Mereka kini tahu penyakit ini bisa membuat penderitanya buta, gila, dan kerusakan tubuh lainnya, serta pada wanita bisa menyebabkan tidak bisa hamil, mereka mulai agak nurut untuk diobati. Perlahan mereka terbebas dari penyakit ini. Tetapi ada persoalan besar, bagaimana merubah kebiasaan mereka melakukan hubungan badan?
KEKERASAN PADA ANAK MEMANG BISA MEMBERI DAMPAK YANG LUAR BIASA KETIKA MEREKA MEMUTUSKAN PERGI DARI KELUARGANYA.
Dessy Permata Sari (4915131417)
BalasHapusSungguh ironis, anak-anak seusia kita bahkan di bawah umur kita sudah terkena penyakit yang cukup membahayakan. Hubungan badan yang secara 'bergantian' memang sudah menjadi hal biasa di kehidupan anak jalanan. Kurangnya pengetahuan, kurangnya tingkat keimanan kepada Tuhan, serta kurangnya kasih sayang dari orang tua menyebabkan mereka melakukan hubungan badan yang sudah pasti melanggar norma agama dan bagi perempuan tentulah sangat merugikan. Apalagi untuk mengobati penyakitnya, mereka datang ke pengobatan yang bukanlah dokter ahli dibidangnya. Hal ini dikarenakan kendala faktor biaya yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kehidupan jalanan memang sungguh keras. Tetapi dari kehidupan yang keras itu kita dapat berkaca untuk tidak selalu melihat keatas. Dari kehidupan yang sulit, mereka masih bisa tersenyum dan tertawa bahagia. Mereka tidak mudah mengeluh, mereka selalu berfikiran positif dan tidak cengeng serta mereka memiliki tingkat solidaritas yang tinggi yang tentunya hal tersebut perlulah kita tiru.
1. Apa yang mendasari mereka melakukan hubungan badan?
2. Mengapa kehidupan anak jalanan kental dengan hal-hal negatif? Adakah solusi yang tepat untuk menangani hal tersebut?
3. Ironis memang, anak dibawah umur sudah melakukan hubungan badan yang pada akhirnya terkena penyakit berbahaya. Faktor-faktor apakah yang dapat kita bangun agar anak tidak terjerumus ke pergaulan seks bebas?
Luthfiyani Nadia (4915133432)
BalasHapusPIPS B 2013
Pada umumnya orangtua adalah panutan bagi anak. Jika orangtua melakukan hal yang salah dalam mendidik anak, maka akan salah pula pada perkembangan anak. Anak yang tidak baik maka akan menjadi sorotan dan dianggap orangtua yang salah dalam mendidiknya. Orangtua perlu meluangkan waktunya di sela-sela kesibukkan untuk mengetahui perkembangan anaknya. Mengajari nilai kehidupan, sopan santun, kasih sayang, dan toleransi. Sehingga beberapa kebiasaan yang bisa menjadi kesalahan dalam mendidik perlu untuk ditinggalkan. Orangtua tentunya tidak ingin anaknya mempunyai perilaku yang negatif. Maka dari itu orangtua perlu mencontohkan yang baik pula. Dengan membekali anak agama yang kuat dan tidak salah memilih teman maka anak tersebut akan tumbuh menjadi anak yang baik dan memiliki perilaku yang positif. Apa saja peran orangtua dalam mendidik anak? Kesalahan apa saja yang orangtua lakukan dalam mendidik anak? Bagaimana pengaruh kesalahan orangtua mendidik anak terhadap perkembangan perilaku anak?
assalamualaikum warohmatulohi wabarokatuh.
BalasHapusorang tua memang adalah sebagai penuntun ,melindungi dari bahaya ,serta orang tua pun dapat menjadi seorang sahabat bagi anak-anaknya. akan tetapi bagaimana ketika si orang tua ini salah mendidik. yang memilih mendidik dengan kekerasan?. sesungguhnya anak itu tidak pantas untuk mendapatkan kekerasan tetapi kenyataanya dari tulisan di atas banyak anak - anak yang hidup di jalanan adalah sebagai korban brokend home ke egoisan dari orang tua nya yang tak pernah peduli. sehinngga mereka mempunyai tekad yang kuat untuk hidup mandiri dijalanan. sungguh sangat salut ,dengan usia yang masih di bilang ingusan itu dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari, sehingga mereka membentuk suatu komunitas yang mungkin dianggap mereka itu sebagai pengganti dari keluarganya yang begitu solid dan kompak.akan tetapi karena mereka yang tak pernah di bekali pendidikan akhlak maupun akidah yang membuat mereka tak terarah sehingga mereka menjadi bebas akan apa yang dapat mereka inginkan. dengan berbagai kenikmatan yang mereka dapatkan di jalanan. sungguh miris membaca tulisan bapa ini sehingga mereka mengalami penyakit kelamin ini.
pertanyaanya :
1. bagaimana cara mengatasi untuk orang tua yang salah mendidik ini?
2 sampai kapankah anak jalanan ini akan selalu menghiasi pemandangan kota jakarta ini?
3. apakah ada suatu kelainan jiwa pada si orang tua ini yang tega menyiksa anak kandungnya sendiri?
Lina Wati P.IPS B 2013. Kekerasan bukan saja terjadi dari para orang tua terhadap anak tirinya, bahkan sekarang sudah banyak juga kepada anak kandungnya. Kurangnya perhatian dari orang tua, serta kondisi internal keluarganya menjadi salah satu faktor kejadian cerita diatas. Hidup di lingkungan komunitas jalanan seperti itu membuat mereka minim pengetahuan, sehingga tidak tahu bahaya-bahaya serta akibat dari "saling berbagi" dengan para teman sekomunitasnya. Disini peran lingkungan sangat penting dan berpengaruh dalam membentuk pola perilaku anak-anak tersebut. Apabila mereka hidup dalam kondisi keluarga yang harmonis serta peran orang tua maupun orang-orang disekelilingnya baik, mungkin tidak akan terjadi hal seperti itu. Peran pendidikan formal juga penting disini,
BalasHapusPertanyaan :
1. Bagaimana caranya agar kebiasaan 'saling berbagi' yang sudah sangat melekat dalam hidup mereka bisa dihentikan?
2. Apakah upaya yang harus dilakukan terhadap tindakan kekerasan pada anak?
3. Sejauh mana peran orang tua serta keluarga sangat berpengaruh terdap pembentukan pola perilaku sang anak?
Nama : Septi Dwi Ambarwati
BalasHapusNIM : 4915131371
P.IPS A 2013
"Anak-anak berpenyakit kelamin"
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan manusia diantaranya:
• Kondisi social
• Orang terdekat
• Pergaulan
• Kebiasaan
• Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan adalah salah satu faktor terbesar yang sangat mempengaruhi kehidupan tiap insan manusia. Seperti kasus dalam artikel tersebut bahwa kaum minoritas alias anak jalanan dalam sebuah komunitas merupakan contoh nyata akan kemerosotan moral di Indonesia.
Meskipun banyak hal positif yang muncul seperti kerja sama, mandiri, berani, tak pernah putus asa, setia kawan, saling berbagi dan mampu mengais rezekiuntuk hidupnya. Seharusnya hal ini harus di tunjang dengan pembekalan moral agama dan pendidikan pengetahuan secara formal yang memadai. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman, seluruh rakyat Indonesia termasuk komunitas jalanan baik dari usia dini sampai orang tua pun sangat terkena dampak negatif dari hal ini, contohnya adalah pergaulan seks yang salah di artikan.
Menurutnya hal ini sebatas kenikmatan yang berujung kesenangan semata, namun mereka tak mengetahui apa dampak yang nantinya akan muncul seperti penyakit kelamin (raja singa). Secara medis raja singa merupakan salah satu penyakit seks menular apabila dilakukan oleh seseorang yang menderita dengan orang lain yang belum terinfeksi.
Untuk itu langkah yang harus di ambi sekarang adalah:
1) Memberikan penkes (pendidikan kesehatan) secara dasar bagi penghuni komunitas jalanan.
2) Pembekalan nilai-nilai moral dan agama agar mengetahui akan hal tersebut dosa.
3) Pemeriksaan berlanjut untuk mengatasi penyakit tersebut.
4) Memberikan acuan atau pelajaran untuk dasar pengetahuan mereka
Pertanyaan:
1) Bagaimana peran masyarakat sekitar menyikapi hal tersebut?
2) Apakah tidak ada ketua komunitas yang melindungi anak-anak tersbut?
3) Bagaimana peran pemerintah menghadapi komunitas sperti ini?
4) Apa langkah kita sebagai mahasiswa jika hal itu terjadi di sekeliling kita?
Nama : Nazia Maulia Amini
BalasHapusNIM : 4915131373
P.IPS Reg A 2013
Kerasnya hidup membuat seseorang harus dituntut menjadi dewasa. Dewasa merupakan sebuah pilihan. Saya sangat salut terhadap mereka yang hidup dijalanan dengan sisi positive mereka. Seperti pemamparan yang diatas. Rasa berbagi mereka lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Sampai sampai rasa berbagi yang tinggi ini menimbulkan kenegativean seperti berbagi pasangan. Ini merupakan penyakit yang harus dihilangkan dikalangan mereka agar tercipta lingkungan yang bebas penyakit. Emang susah untuk dipungkiri menciptakan lingkungan yang bebas penyakit dilingkungan mereka. Tapi perlahan lahan harus diobati kecanduan tembak menembak ini. Menurut saya penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan keterlibatan bapak didalam lingkungan mereka. Penelitian kualitatif menggunakan metode penelitian tindakan lalu keluarlah teori kritis. Penelitian kualitatif juga berawal dari penjajakan lalu ke masalah dan fokus, lanjut ke penelitiann lanjut ke hasil sementara katagori tema, penelitian dan keabsahan, hasil penelitian hipotesis, penelitian hipotesis lalu keluarlah teori.
1. Bagaimana menghilangkan kecanduan tembak menembak di kalangan mereka? Agar penyakit raja singa tidak menyebar luas
2. Apakah ada lembaga yang menaungi mereka? Agar mereka merasa nyaman dengan lembaga tersebut dan menjadikan lembaga tersebut menjadi keluarga kedua.
3. Adakah campur tangan pemerintah terhadap anak-anak jalanan yang sudah penyakit kelamin? Padahal kan ada komnas Ham.
gustiana restika
BalasHapusp.ips B
Saat anak sebaya mereka sedang asik-asiknya bergantung pada orangtua, mereka malah memilih untuk meninggalkan orangtua. Mungkin mereka meninggalkan rumah dengan berjuta alasan. Dan alasan utama adalah ekonomi. Entah mengapa ekonomi bisa menjadi masalah yang menciptkan masalah yang baru. Karena masalah ekonomi seorang bapak rela untuk memukul anaknya. Padahal nilai anak dalam agama sangat tinggi. Anak adalah titipan sang ilahi. Tetapi banyak orang yang tidak mempersoalkan itu. Saat menjalani hari tanpa rasa dipedulikan. Mungkin mereka membuat suatu komunita dengan jenis anak-anak yang sama di dalamnya. Mereka saling memperdulikan sampai terciptanya solidaritas. Bahkan solidaritas dalam artian yang salah. Untuk masalah ini diperlukan dua metode, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Karena permasalahan ini sangat memerlukan penelitian lebih mendalam.
Mengapa persoalan ekonomi mampu menciptakan begitu banyak masalah?
Kalau uang buka segalanya mengapa sampai ada anak-anak yang seperti itu?
Menagapa pemerintah seakan menutup maslah untuk maslah yang mendasar seperti ini?
Yurida Adlani
BalasHapus4915133397
Pend. IPS Reguler B 2013
Kekerasan pada anak seharusnya jangan sampai dilakukan. Karena kekerasan dapat mengganggu mental anak itu sendiri. Jika mental anak tersebut sudah terganggu dan ia merasa tidak betah berada di rumah, mereka akan pergi dari rumah meninggalkan keluarganya dan mencari kehidupan yang baru atau dengan kata lain menjadi anak jalanan yang rentan akan masalah. Entah itu masalah social ekonomi, pendidikan, maupun kesehatan. Karena pada komunitas anak jalanan yang memang sebagian besar dari anak yang tidak mengenyam pendidikan tinggi, maka segala aktivitasnya tidak sesuai dengan kehidupan anak-anak pada umumnya.
Tulisan Pak Nusa ini sangat bagus dan sangat sesuai dengan keadaan anak-anak jalanan sekarang. Tulisan ini menghubungkan antara kekerasan yang terjadi pada keluarga yang membuat anak pergi sehingga menjadi anak jalanan dan pada akhirnya terkena dampaknya seperti penyakit raja singa.
Pertanyaan :
1. Bagaimana upaya meminimalisir terjadinya kekerasan yang terjadi pada anak ?
2. Mengapa anak jalanan masih saja berkeliaran ? apakah tidak ada upaya dari pemerintah ?
3. Apakah anak-anak jalanan itu tidak memiliki pengetahuan agama, sehingga dengan mudahnya mau berbagi kenikmatan ?
Nama : Yolla Rachmaan Ismatullah
BalasHapusNim : 4915133429
Kelas : P.IPS B 2013
Setelah saya membaca tulisan ini memprihatinkan sekali fenomena seperti ini. Anak-anak yang kabur dari rumah akibat dari kekerasan orang tua yang seharusnya mereka berada di sekolah yang kewajibannya hanya belajar dan main-main. Kini mereka harus mengurus hidupnya sendiri untuk mempertahankan hidup mereka. Rasa solidaritas yang timbul dari asas senasib sepenanggungan membentuk sebuah komunitas yang pada akhirnya malah merujuk kepada pergaulan bebas yang merusak dan mengakibatkan penyakit kelamin yang mengerikan itu. Betapa berpengaruhnya sebuah pengalaman bagi seseorang yang dapat mengubah pola pikirnya. Tanpa disadari pengalaman yang terjadi didalam hidup kita itu menjadi tonggak kita dalam mengambil suatu keputusan. Sebuah keputusan yang belum tentu benar menurut rasio dalam jangka waktu yang panjang.
1. Apakah ada metode untuk menghapus pengalaman pahit di masa lalu?
2. Bagaimana cara filsuf-filsuf menghubungkan sisi empiris dan rasionya?
3. Mengapa sebuah pengalaman atau dengan kata lain empiris yang menjadi syarat suatu ilmu?
Nama : Gatot prasetyo
BalasHapusNIM : 4915 1334 23
Menurut saya sudah lazim peristiwa peristiwa tersebut terjadi di indonesia terutama di ibu kota jakarta, karena banyak faktor faktor yang mendukung anak anak muda di indonesia untuk melakukan hal seperti itu. Salah satunya adalah faktor internal (keluarga) dalam artian pendidikan keluarga atau cara mendidik keluarga yang terlalu banyak mengunakan kekerasan. Dan terkadang orang tua atau keluarga selalu membanding bandingkan pelaku dengan seseorang atau sebuah figur yang terkadang membuat pelaku menjadi terpuruk dan mentalnya terbunuh karna hal tersebut.
pertanyaan.
1. bagaimana sebenarnya pemikiran para pelaku tersebut, walaupun mereka saling berbagi kenapa harus hal seperti itu ?
2. mereka semua pasti memiliki orang tua, dimana peran orang tua mereka ?
3. apakah semua anak dari pelaku tersebut memiliki ketidakpuasan terhadap sesuatu ?
Nama : Tiara Indah Pertiwi
BalasHapusP.IPS B 2013
4915133425
banyak faktor yang menyebabkan terjadinya masalah ini seperti faktor keluarga,, lingkungan dan juga pengaruh teman sebaya. mereka melakukan hal ini karena mereka sedari kecil tinggal dengan keluarga yang penuh dengan kekerasan. mereka melakukan hubungan badan dengan teman satu tempat tinggal karena faktor lingkungan. mereka berbuat hal tersebut karena mereka tidak tahu akan bahaya yang timbul akibat perbuatannya itu. kurangnya sosialisasi dan pengawasan dari pemerintah yang membuat kejadian ini semakin memprihatinkan. tetapi untungnya mereka sadar dan mau mengobati penyakitnya dengan obat seadanya dan mereka juga mau di obati lebih serius lagi dan mendengarkan akan bahaya akan kejadian itu.
apakah semua anak yang tinggal dengan keluarga yang penuh dengan kekerasan berkelakuan seperti itu atau ada beberapa yang tidak seperti itu?
bagaiman peran pemerintah memandang kejadian seperti itu?
bagimana cara mengurangi kejadain-kejadian buruk untuk anak-anak di bawah umur?
Ilham Pamungkas (4915133444)
BalasHapusPendidikan IPS B 2013
Dunia luar memang keras, dan terkesan sangatlah keras. Bagaimana tidak mereka yang jauh dari orang tua, yang tinggal di pemukiman kumuh. Dengan gaya hidup yang ada apanya dan apa adanya mendorong polo pikir mereka berbeda 180 derajat dengan orang kota yang dimanja, cengeng, selalu ingin di perhatikan dan lain sebagainya. mereka kuat, tahan banting, mental yang tahan banting bak besi baja yang berlapis – lapis tebalnya. Namun kehidupan tersebut mendorong mereka untuk berbuat sesuka hati mereka, timbul berbagai macam penyimpangan di dalamnya, mencuri, mencopet, mengganggu ketertiban jalan dan bahkan ketika mereka ingin menikmati kehangatan tak lain dengan cara bersetubuh dengan teman wanita yang senasib dengan dirinya. Dan ironisnya mereka secara bergiliran berganto – ganti pasangan dengan sesukanya. Dari sinilah awal tumbuhnya berbagai penyakit yang tak lazim adanya. Sebut saja HIV AIDS, Raja singa dan lain sebagainya yang hingga sekarang belum ada obatnya.
1. Dengan cara seperti apa menangani mereka yang sudah terlanjur nyaman dengan kondisinya ?
2. Malu yang seperti apakah yang (memang) pantas ?
3. Siapakah yang layak di permasalahkan ketika anak yang menjadi korban ?
Nama: Yulinda indah pramesta (4915133440)
BalasHapusPIPS B 2013
Anak jalanan belakangan ini menjadi suatu fenomena sosial yang sangat penting dalam kehidupan kota besar. Mereka menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya.Dengan latar belakang ekonomi yang rendah dan penyiksaan-penyiksaan oleh orang tua yang mereka alami, mereka akhirnya tumbuh dan berkembang dengan keakraban dan saling berbagi bahkan masalah sex. Sungguh miris bila melihat kasus penyebaran virus kelamin yang menular diantara para anak jalanan. Ketidaktahuan mereka akan penyakit yang sangat berbahaya bagi tubuh mereka. Hal ini mungkin wajar dikalangan mereka, karena sudah menjadi suatu kebiasaan berhubungan seksual yang dibilang mereka saling berbagi itu. Seharusnya, pemerintah yang katanya peduli terhadap anak-anak jalanan seperti mereka memberikan penyuluhan-penyuluhan akan pengetahuan tentang penyakit kelamin. Apa, bagaimana penularannya, bagaimana gejalanya, dan bagaimana mencegahnya. Mungkin dengan memberikan penyuluhan seperti itu, akan merubah mindset mereka. Mereka akan sadar betapa pentingnya kesehatan dan kerugian yang mereka alami bila terus saling berbagi sex antar anak jalanan. Dalam tulisan bapak kali ini, yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif. Karena tulisan menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol fenomena melalui pengumpulan data terfokus dari data numerik. Seperti yang tertera pada kalimat "Mereka yang berkumpul dalam komunitas ini jumlahnya tidak tetap. Secara keseluruhan ada sekitar 25 orang, usianya 8-20 tahun. Hanya ada tiga wanita berusia 13-15 tahun"
Pertanyaan:
1. Bagaimana cara utama membedakan penelitian kuantitatif dengan kualitatif?
2. Bagaimana cara membuka mindset anak jalanan? Apakah cukup dengan penyuluhan?
3. Bagaimana penanganan masalah anak jalanan oleh pemerintah saat ini?
seperti yg bapak jelaskan, anak anak ini sudah terkontaminasi apa yg orang luar kerjakan sana (re : kehidupan yg keras) dan otomatis anak anak ini menjadi ikut dalam kehidupan yg keras tersebut. bahkan sudah memasuki tahap pergaulan bebas. sangatlah miris untuk hal ini, tapi masih banyak lagi anak anak di luar sana yg semakin hari semakin bertambah terjangkit penyakit karena hal itu, oleh karena ini saya ingin bertanya
BalasHapus1. apakah ada cara lain untuk mensosialisasikan anak anak ini sebagai pencegahan bagi anak anak untuk melakukan pergaulan bebas?
2. apakah ada kemungkinan penyakit tersebut (raja singa) dpt merenggut nyawa anak anak itu?
3. saran bapak untuk perlindungan kehidupan anak anak saat ini?
MOCHAMMAD REZA
P.IPS B 2013
4915137159
ELSA PRATIWI
BalasHapus4915133434
P. IPS REG B 2013
Dalam tulisan bapak yang berjudul “anak-anak berpenyakit kelamin” menurut saya ini sangat ironis mengapa saya bilang ironis ? karena ini menyangkut anak-anak yang dibawah umur yang sudah terkena penyakit kelamin. kita berada di negara yang berideologi pancasila dengan dominasi orang-orang muslim yang menanamkan nilai-nilai baik dalam kehidupan bermasyarakat namun, keadaannya miris sekali krisis moral terjadi dimana-mana. contohnya amerika yang mengaut ideology liberal kebebasan sepenuhnya tingan individu. memang disana banyak terkena penyakit kelamin maupun HIV namun disana tidak ada anak kecil yang masih dibawah umur yang trkena penyakit kelamin lalu, apa yang salah dinegara Indonesia ini ? menurut saya untuk bisa mengetahui penyabab peristiwa teersebut dapat digunakan metode kualitatif. menurut pandangan saya hal ini trjadi akibatfaktor kurangnya perhatian dari pemerintah dinegara ini. mereka sudah menjadi komunitas bahkan bukan hanya mereka saja tetapi banyak diluar sana yang mempunyai komunitas semacam itu. harusnya ini sudah menjadi masalah besar bagi pemerintah. mereka saja di beri pengetahuan akibat yang ditimbulkan oleh penyakit kelamin sedikit demi sedikit mulai menyadari bahaya penyakit mereka jika tidak diobati.
1. apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi komunitas seperti itu?
2. apakah hal seperti itu bisa menjalar lebih jauh bila tidak dicegah?
3. bagaimana caranya membuat orang-orang seperti itu dapat tersadar?