Kamis, 24 April 2014

TSUNAMI UMROH



Luar biasa. Jamaah calon haji Indonesia dari tahun ke tahun bertambah terus. Di beberapa daerah, masa tunggu untuk bisa naik haji berkisar 5 sampai 8 tahun sejak mendaftar. Meskipun kuota terus bertambah, tampaknya tetap saja tidak bisa menampung antusias masyarakat yang ingin berhaji.

Rupanya semangat meluap-luap itu juga terjadi untuk umroh. Pemerintah Arab Saudi sampai menerapkan kuota juga bagi jemaah umroh Indonesia. Sekarang ini benar-benar terjadi tsunami umroh. Apalagi saat liburan sekolah dan bulan Ramadhan.

Kita  berharap dan berdoa semoga semua gairah beribadah ini mendatangkan kebaikan bagi yang melaksanakannya dan bagi kita keseluruhannya, bagi negeri yang dicintai ini. Bukankah semakin banyak orang beribadah, ke tanah suci pula, bolehlah kita berharap akan membawa berkah pada kita semua. Membawa perubahan yang bermakna bagi kebaikan bersama.

Banyaknya jamaah haji dan umroh memang dapat menunjukkan banyak hal. Setidaknya bisa dijadikan indikator betapa semakin banyak kaum muslimin yang bertambah makmur. Sebab haji dan umroh itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Juga mengisyaratkan semangat beribadah yang luar biasa.

Banyaknya jumlah  kaum muslimin yang pergi beribadah ke tanah suci menyembulkan harapan bahwa semestinya negeri ini akan semakin baik, dan berkah. Karena sejatinya ritual ibadah, apapun bentuknya harus membuat si pelakunya semakin baik. Kebaikan itu diharapkan akan memengaruhi lingkungan terdekat dan sekelilingnya. Ibadah semestinya memberi dampak bagi si pelaku dan orang-orang di sekelilingnya.

Pada tataran dampak inilah keprihatinan mulai muncul. Dari waktu ke waktu yang haji dan umroh terus bertambah, tetapi di negeri ini jumlah kejahatan, korupsi, berbagai penyimpangan juga terus bertambah. Wajar bila banyak orang mulai bertanya-tanya.

Apakah mereka yang berhaji dan berumroh sungguh hendak beribadah mencari keridhoaan Allah? Atau ada terselip niat yang lain? Misalnya sekadar bagian dari menaikkan gengsi sosial, menunjuk-menunjukan kepatuhan agar terlihat betul sebagai orang yang sungguh beriman? Atau sebagai trend, suatu kecenderungan yang lagi diminati sebagai mana kecenderungan dalam fashion, karena banyak orang, juga para selebriti, umroh maka ya waktunya yang tepat untuk umroh? Atau malah umroh dihayati sebagai parawisata seperti pergi ke Bali atau Singapura?

Keprihatinan akan semakin bertambah bila kita selidiki lebih dalam. Tidak sedikit orang yang berhaji dan terutama berumroh yang melaksanakannya lebih dari sekali. Sebenarnya tidak ada salahnya. Orang yang melakukannya kan menggunakan uangnya sendiri, dan bisa jadi ia memang menghayati kenikmatan beribadah.

Tetapi boleh juga kita bertanya. Di tengah banyaknya umat Islam yang hidupnya masih ngos-ngosan, butuh bantuan untuk sekadar bertahan hidup, apakah cukup bijak menggunakan uang pribadi untuk berkali-kali umroh agar bisa menikmati secara pribadi kenikmatan beribadah?

Lebih kacau lagi, ada pimpinan institusi yang menggunakan dana institusi untuk membiayai sejumlah pendukung setianya  berumroh, sementara banyak pegawai lain yang tidak punya uang untuk membiayai anaknya sekolah. Lebih tragis lagi, uang yang digunakan tersebut adalah uang yang bersifat publik. Kesannya si pemimpin sangat baik dan sangat beriman. Padahal lihatlah perilakunya dalam hidup keseharian, apakah mewujudkan nilai-nilai iman tersebut?

Karena itu, kita juga tidak bisa marah bila ada yang mulai mencurigai bahwa haji dan umroh telah dijadikan semacam modus atau komoditi untuk sekadar memamerkan keimanan, bahkan menutupi kejahatan. Sebagai topeng untuk menutupi berbagai kejahatan. Dengan berhaji dan berumroh diharapkan orang-orang jadi terkecoh, bahwa si pelaku haji dan umroh adalah orang yang baik.

Setidaknya dulu ada kejadian. Seorang hakim ditangkap saat pulang umroh, rupanya dia berumroh dari uang sogokan tersangka kasus korupsi di lingkungan Ditjen Pajak yang menghebohkan itu. Di sebuah kementerian, beredar cerita tersangka korupsi yang melibatkan banyak tokoh dalam beragam kasus korupsi. Bahkan informasi dari dia juga korupsi e-ktp dibongkar. Dulu dia pernah membiayai sejumlah pejabat di kementrian itu pergi umroh. Dan berbagai pengaturan proyek di kementrian itu dilakukan saat umroh di tanah suci.

Jika dulu ada buku berjudul Anak Perawan di Sarang Penyamun, karya Sutan Takdir Alisyahbana. Kini bisa ditulis buku Penyamun di Tanah Suci. Bayangkan, mau merampok duit negara/rakyat, rencananya disusun di tanah suci saat umroh. Untunglah beberapa pelakunya sudah masuk penjara sekarang.

Seperti semua ritual ibadah lainnya, kita tidak dapat mengetahui secara pasti, apa yang menjadi niat seseoarng melakukannya. Hanya dialah yang tahu. Namun, kita bisa melihat dampak setelah ibadah tersebut dilaksanakan. Apakah yang melaksanakannya menunjukkan kecenderungan yang semakin baik? Jika tidak, rasanya sayang sekali membuang uang banyak, tenaga, dan waktu ke tanah suci yang sangat jauh. Mending uangnya disedekahkan untuk pendidkan anak-anak yatim, paling tidak si anak yatim memiliki bekal untuk menghadapi masa depan dengan pendidikan dan keterampilan yang lebih baik.

AMAL SHOLEH PRIBADI MESTINYA  MEMBUAHKAN  AMAL SHOLEH SOSIAL.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd