Sabtu, 26 Juli 2014

YANG TEKNIKAL DAN YANG SUBSTANSIAL

Selama Ramadahan ini sebuah bank milik Pemerintah membuat sebuah iklan yang sangat tragik. Secara pribadi saya berani menyebutnya sangat menjijikkan!

Seorang lelaki muda mengontak Ibunya di kampung halaman bahwa ia tidak bisa pulang kampung. Sang IBU tampak sangat kecewa dan sekali lagi menanayakan pada putranya apakah sungguh tak bisa pulang?

Sang putra kemudian menggunakan fasilitas bank tersebut. Singkat kata dengan kemudahan yang disediakan bank itu, sang IBU mendapat kiriman uang dan dengan fasilitas online memeroleh tiket kereta api. Setelah menempuh perjalanan yang jauh sang IBU akhirnya tiba di rumah anaknya.

Agaknya iklan itu berhasil tunjukkan kepada para pemirsa betapa bank Pemerintah tersebut telah mampu memberi kemudahan bagi pelanggan menggunakan teknologi canggih yang membuat semua urusan menjadi gampang dan sangat praktis. Benar, bank itu berhasil pertontonkan sesuatu yang sangat teknikal dengan ciri praktis dan mudah.

Coba bandingkan iklan tersebut dengan iklan yang dibuat oleh produk berbahaya yang diberi peringatan MEROKOK MEMBUNUHMU! Perbandingan ini semakin membuat iklan bank Pemerintah itu semakin terasa tragik dan menjijikkan.

Iklan-iklan yang dibuat oleh produk yang nyata-nyata berbahaya itu justru membangun empati luar biasa bagaimana seharusnya kita menghormati semua orang, terutama mereka yang sudah tua. Sedangkan iklan bank Pemerintah itu mengorbankan nilai substansial tentang penghormatan pada orang yang paling mulia dalam hidup kita yaitu IBU, justru demi yang teknikal.

Nabi Muhammad SAW sampai menyebut tiga kali IBU, IBU,IBU baru ayah sebagai penegasan makna keberadaan IBU bagi kita. Iklan bank Pemerintah itu sungguh memberi ajaran moral yang sangat buruk dan bertentangan dengan ajaran mulia Nabi Muhammad SAW yang mulia.

Apakah pantas, seorang IBU yang sepuh harus mengalami perjalanan panjang yang meletihkan hanya untuk bertemu anak cucunya? Bukankah kita sebagai anak yang harus datang pada IBU untuk mendapatkan maaf dan ridhonya, apapun keadannya? Sebab Islam menegaskan ridho Allah sangat tergantung ridho sang IBU.

Kita tak tahu, apa yang ada dalam benak pembuat iklan itu sehingga sampai hati membuat iklan yang mendahulukan yang teknikal, mengalahkan yang substansial! Ini sebuah ajaran yang sangat bertentangan dengan tradisi asli kita, prinsip utama dalam ajaran Islam tentang kedudukan IBU.

Yang mengerikan, iklan ini justru dibuat oleh sebuah badan milik negara, yang mestinya mendahulukan prinsip-prinsip kemuliaan pada bulan suci ini. Munculnya iklan itu menegaskan bahwa spirit kapitalisme tanpa hati dan empati memang telah menjangkiti, bahkan badan milik negara. Sungguh mengerikan.

Sebaliknya kapitalisme sungguhan, para produser rokok malah menampilkan iklan yang empatis tentang manusia dan penghormatan terhadapnya. Meskipun boleh jadi, cara ini sebagai strategi untuk tetap mengedepankan produk. Tetapi setidaknya ada ajaran tentang kebaikan didalamnya.

Inilah dunia kita senyatanya. Dunia yang jungkir balik.

PENGHORMATAN PADA MANUSIA TERUTAMA IBU TAK BOLEH DILECEHKAN DEMI KEMUDAHAN PELAYANAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd