Jumat, 12 September 2014

JALAN-JALAN PAGI DI PADANG: SEMUA ORANG BISA MENJADI BUDHA


Pagi masih remang, baru selesai subuh. Aku berjalan tanpa sandal dari hotel dengan tujuan klenteng tua yang dulu pernah kusinggahi. Jalanan lengang, ada beberapa orang yang juga jalan-jalan pagi. Aku belum tahu jalan menuju ke klenteng itu. Meski membawa iPad, aku enggan menggunakannya untuk melihat peta. Aku ingin jalan pagi ini menjadi petualang kecil. Aku juga tak mau bertanya pada orang. Aku ingin menguji ingatan dan keyakinanku.

Aku yakin bahwa tempatku menginap tidak jauh dari klenteng itu. Aku mau mengujinya. Sepanjang jalan kuperhatikan berbagai tempat untuk membangkitkan ingatan, mencari petunjuk. Berjalan sekitar setengah jam, akhirnya kutemukan pasar. Ini petunjuk utamanya. Karena kelenteng itu ada tepat di bagian belakang pasar ini.

Belum ada aktivitas yang berarti di pasar. Tempat yang kujalani merupakan bagian belakang pasar yang terdiri dari pertokoan. Sedikit berbelok aku bertemu bangunan besar dengan pintu gerbang mewah bergaya Tiongkok. Ini adalah rumah perkumpulan, di sebelahnya rumah duka. Tidak jauh dari situ ada klenteng baru, nampak sangat bersih dan mewah. Aku belum pernah melihat sebelumnya.

Aku lewati klenteng itu dan menuju klenteng lama. Rupanya klenteng lama dipagar terkunci dan tidak boleh digunakan karena bisa runtuh sewaktu-waktu akibat gempa. Klenteng yang kulewati adalah klenteng baru sebagai pengganti. Aku balik lagi ke sana. Berbincang sebentar dengan penjaganya, lelaki berusia tiga puluhan asal Solo, dan meminta izin untuk masuk.

Ia nampak agak bingung, tetapi mengizinkan. Di dalam ada dua orang lelaki paruh baya sedang berdoa di depan patung Dewi Kwan Im. Di kiri mereka ada seorang wanita tua yang juga berdoa. Di bagian belakang ada seorang lelaki yang tampaknya pernah terkena stoke jalan tertatih-tatih menuju altar utama.

Klenteng ini indah dan mewah. Plafonnya penuh dengan ukiran bergaya Cina, pada dinding ada komik yang menceritakan kisah hidup Budha. Di altar utama ada patung Dewi Kwan Im dan sejumlah patung lain. Sementara patung Budha berukuran besar diletakkan di ruang khusus yang lebih kecil di luar bangunan utama, di sebelah kanan. Ada patung Kong Hu Tju bersama Budha yang berukuran lebih kecil dibandingkan patung Budha.

Klenteng ini memang menjadikan Dewi Kwan Im sebagai tokoh penting yang ditempatkan di alatar utama. Setiap klenteng memang memilih dewa atau dewi tertentu sebagai tokoh utama yang diletakkan di altar utama. Setiap klenteng memiliki sejarah dan alasan memilih dewa atau dewi tertentu.

Aku berdiri tepat di tengah klenteng dan berdoa untuk waktu yang agak lama. Aku sangat menyukai doa yang diajarkan Budha yaitu semoga semua makhluk berbahagia. Sebuah doa yang menjelaskan pandangan atau keyakinan agama Budha. Aku berdoa semoga tak ada lagi bencana alam  khususnya di Padang, agar semua orang menemukan kebenaran dan kebahagiaan, serta Indonesia bertambah baik dengan pemerintahan baru. Aku tambahkan doa agar putra bungsuku yang sedang sakit segera sembuh, juga ayahku yang dua minggu lalu mendapat serangan jantung. Berdoa bagi anak perempuan dan istriku, juga bagi mahasiswaku, serta semua orang yang bekerja keras di BAN PT, semoga Allah memberkahi hidup kami semua.

Dalam penghayatanku, klenteng secara teknis adalah rumah ibadah bagi penganut Budha. Namun secara substansial adalah ruang dan kesempatan bagi siapa pun untuk bermuka-muka dengan Allah. Berbincang dan curhat dengan Allah. Saat berdoa, aku merasakan suasana hati yang lapang, ada kehangatan dalam hati, tak terasa aku menitikkan air mata. Karena suasananya asyik, doa kulanjutkan.

Selesai berdoa, aku pamit pada penjaga klenteng itu. Ia melihatku berkali-kali. Aku tak tahu apa yang difikirkannya. Mungkin baru kali ini ada pribumi, item lagi masuk klenteng dan berdoa.

Saat sampai di halaman klenteng, seorang lelaki yang tadi berdoa berlari nyamperin aku. Ia sentuh tanganku. Aku berhenti. Ia mohon maaf, dan bertanya, apakah Anda orang Budha? Aku memberinya senyum dan dengan tenang menjawab, semua orang bisa menjadi Budha. Ia melihatku sekali lagi. Ia ucapkan terima kasih dan kembali ke dalam klenteng. Aku melanjutkan perjalanan.

Sejak kecil, emakku mengajarkan bahwa masjid, gereja, klenteng, vihara, dan pura adalah tempat manusia secara khusus bertemu Tuhan. Emakku bilang, apapun alasannya tempat itu tak boleh diganggu. Di dalamnya Tuhan dipuji, ditinggikan dan dihormati. Meski kita boleh dan bisa berdoa di manapun, berdoa di tempat-tempat itu memiliki kekhususan.

Itulah sebabnya, kala adik sepupuku istriku menikah di gereja, aku mengizinkan putriku yang saat itu masih kecil menjadi pengiring pengantin di dalam gereja, meski banyak yang menentangku. Aku tak mau merusak kebahagiaan sang pengantin dan putriku yang merasakan pernikahan ini sangat bermakna bagi mereka, hanya karena diselenggarakan di gereja. Aku dan istriku pun ikut masuk ke gereja saat acara pernikahan itu. Aku ingin putri sulungku merasakan secara langsung bahwa di rumah ibadah agama apapun, Tuhan dipujitinggikan, doa dikumandangkan, dan kebaikan disemaikan.

Kala SMP aku sekolah di SMP Hang Kesturi yang merupakan sekolah pembauran, aku sudah berkenalan dengan ajaran Budha di sekolah itu. Karena mayoritas muridnya adalah keturunan Tionghoa beragama Budha, Kong Hu Tju dan Khatolik. Saat itulah pertama sekali aku mengenal dan belajar tentang Budha, Kong Hu Tju dan segala sesuatu tentang dewa dan budaya Cina. Bukan sebagai pelajaran formal. Tetapi karena akusering bertanya dan meminjam buku teman-temanku.

Jadi pergi ke vihara atau ke klenteng sudah pernah kulakukan sejak SMP. Bila pagi ini aku pergi ke klenteng dan berdoa di dalamnya, ini adalah perjalanan nostalgi. Nostalgi pada masa lalu saat SMP dan kala aku pernah ke klenteng yang  rusak karena gempa dan kini sudah ditutup dengan pagar yang rapat.

Namun secara substansial sebenarnya aku bernostalgi dengan nuraniku sendiri. Kembali ke kehening hati, singgah pada jati diri, sejenak merenungkan hidup yang pantas disyukuri, dan mencari titik untuk melejit ke pencerahan bagai Budha.

Aku selalu merasa berbagai perbedaan antara agama bukanlah untuk dibesar-besarkan, apalagi dipertentangkan. Karena agama itu soal keyakinan. Jika telah memiliki keyakinan terhadap ajaran agama sendiri, apa gunanya meributkan keyakinan orang lain? Dalam konteks inilah saling menghargai itu menjadi penting.

Jalan-jalan pagi ini adalah salah satu cara yang kutempuh, paling tidak bagi diriku sendiri agar selalu ingat bahwa hidup damai dalam keberbedaan adalah keindahan yang perlu terus diusahakan dan disyukuri.

HIDUP DAMAI DALAM KEBERBEDAAN ADALAH KENISCAYAAN BAGI BANGSA BHINEKA INDONESIA.

13 komentar:

  1. Nama : Yuni Shofarani P.IPS B
    Menurut saya "JALAN-JALAN PAGI DI PADANG: SEMUA ORANG BISA MENJADI BUDHA " bagus, karena didalamnya terdapat makna bagaimana cara kita untuk saling menghargai, menyatukan perbedaan-perbedaan di Indonesia, serta bagimana cara kita mensyukuri perbedaan sebagai suatu keindahan.
    Saya ingin menanyakan pak, bagaimana cara kita menulis suatu bacaan agar tidak terlihat seperti curhat?

    BalasHapus
  2. Nama : Yuni Shofarani P.IPS B
    Menurut saya "JALAN-JALAN PAGI DI PADANG: SEMUA ORANG BISA MENJADI BUDHA " bagus, karena didalamnya terdapat makna bagaimana cara kita untuk saling menghargai, menyatukan perbedaan-perbedaan di Indonesia, serta bagimana cara kita mensyukuri perbedaan sebagai suatu keindahan.
    Saya ingin menanyakan pak, bagaimana cara kita menulis suatu bacaan agar tidak terlihat seperti curhat?

    BalasHapus
  3. Saya setuju dengan apa yang bapak katakan di dalam tulisan bapak bahwa tempat ibadah dimanapun tidak menjadi halangan untuk beribadah jika kita sudah memiliki keyakinan akan agama sendiri. Dan di dalam agama itu mengenal toleransi untuk dapat saling menghargai satu sama lain.

    BalasHapus
  4. Secara penulisan sudah mudah dipahami, ttapi secara isi sulit dipahami. Krn knp sbg seorang muslim, bpk malah berdoa diklenteng?

    BalasHapus
  5. Menurut saya buku yang bapak buat sangat menginspirasi untuk para pemula penulis. Semua bapak bahas dalam pengalaman bapak yang dari hal terkecil hingga hal terbesar. Saya suka pada bagian dimana bapak memberdayakan anak jalanan dan membuat TK sholeh bersama istri bapak. Itu adalah hal menarik dan sangat terpuji sekali pak. Dari segi kritik saya tidak melihat apa yang kurang dari buku bapak karna semua sudah dibahas didalam buku itu dan tertutupi dengan semua cerita bapak yang begitu banyak pengalamannya. Sedangkan dari segi saran tetap melakukan eksperimen -eksperimen cerita-cerita bapak dan buku-buku yang akan bapak buat yang semoga saja dapat menggetarkan para pembaca di indonesia maupun di mancanegara.
    Pertanyaan saya pak, saya kurang paham dalam hal menulis. Ketika saya membaca buku bapak pada halaman 48 dijelaskan tentang menulis dengan model. Itu bagaimana ya pak dan seperti apa contohnya? terima kasih pak #komentar buku Menulislah Seperti Shalat

    BalasHapus
  6. Nama ade nur hasanah. Jurusan p ips kelas b. No registrasi 4915142814. Menurut saya karangan bapak yang berjudul "Jalan jalan pagi di padang.Semua orang bisa menjadi budha" itu sudah bagus . bapak sudah Bisa membawa pembaca masuk ke dalam cerita bapak. Alur dan bahasa yang di pakai bapak mudah Untuk di mengerti, Sehingga pembaca sudah bisa menangkap maksut dari tulisan bapak ini. Dan cerita nya juga bagus bisa memberi nasihat kepada kita semua agar saling menghargai agama satu sama lain agar kita hidupnya damai walaupun dalam keberbedaan. Namun sebelum nya maaf pak , tadi ada salah penulisan kata yang harusnya altar menjadi alatar. Dan ada satu kata yang tidak baku dalam karangan bapak Ini yaitu kata "nyamperin". Tapi keseluruhan sudah perfect. Yang saya ingin tanyakan ke bapak . apa alasan bapak memilih judul jalan jalan pagi di padang. Semua orang bisa menjadi budha? Dan mengapa bapak memilih topik itu Untuk menjadi koleksi karangan bapak? Terima kasih..

    BalasHapus
  7. Nama ade nur hasanah. Jurusan p ips kelas b. No registrasi 4915142814. Menurut saya karangan bapak yang berjudul "Jalan jalan pagi di padang.Semua orang bisa menjadi budha" itu sudah bagus . bapak sudah Bisa membawa pembaca masuk ke dalam cerita bapak. Alur dan bahasa yang di pakai bapak mudah Untuk di mengerti, Sehingga pembaca sudah bisa menangkap maksut dari tulisan bapak ini. Dan cerita nya juga bagus bisa memberi nasihat kepada kita semua agar saling menghargai agama satu sama lain agar kita hidupnya damai walaupun dalam keberbedaan. Namun sebelum nya maaf pak , tadi ada salah penulisan kata yang harusnya altar menjadi alatar. Dan ada satu kata yang tidak baku dalam karangan bapak Ini yaitu kata "nyamperin". Tapi keseluruhan sudah perfect. Yang saya ingin tanyakan ke bapak . apa alasan bapak memilih judul jalan jalan pagi di padang. Semua orang bisa menjadi budha? Dan mengapa bapak memilih topik itu Untuk menjadi koleksi karangan bapak? Terima kasih..

    BalasHapus
  8. Fitri Rizka Maulia, Pendidika IPS A 2014, 4915141028.
    Postingan bapak yang ini membuat pengetahuan saya bertambah mengenai tempat ibadah agama lain. Dulu saat saya masih SMA , ada sebuah klenteng di dekat SMA saya, tepatnya di belakang SMA saya dulu, setiap saya melewati klenteng itu saya selalu penasaran mengenai bentuk dalam klenteng tersebut, setelah saya membaca postingan bapak yang ini, membuat saya menjadi tahu rupa wujud klenteng dalamnya, meski saya masih tidak yakin apa akan sama persis klenteng dekat sekolah saya dengan klenteng di padang yang bapak kunjungi ini. Postingan bapak yang satu ini mengajarkan saya mengenai keberagaman agama di Indonesia dan mengingatkan saya lagi bahwa tidak hanya Islam saja yang ada di indonesia.
    Saya ingin bertanya kepada bapak, mengapa semua orang bisa menjadi Buddha? , terimakasih pak.

    BalasHapus
  9. Triyani Ambar Sari (Pend.IPS B 2014)
    Saya suka tulisan Pak Nusa yang ini. Disini jelas sekali bahwa keberagaman agama bukanlah hal yang perlu diperdebatkan. Perbedaan itu tidak selalu buruk. Pun Saya begitu. Terkadang Saya suka mendengar lagu-lagu pujian umat kristiani. Dalam lagu itu Tuhan mereka dipuji dan ditinggikan. Sama halnya hatipun sejuk bila mendengar lagu nasyid dan bacaan al qur'an walau Saya tidak paham betul artinya. :)

    Pak, Saya punya pertanyaan. Apa dalam menulis itu kita boleh terlalu sering menggunakan majas Pak? Majas yang selalu Saya pakai adalah hiperbola dan personifikasi. Mohon penjelasannya. Terima kasih.

    BalasHapus
  10. Ghaffar Radithio Putra
    P.IPS B 2014
    NO REG 4915142801
    Menurut saya tulisan ini sudah cukup bagus ya pak, detail singkat dan dapat dimengerti isinya. Tetapi saya ingin mengkritik sedikit ada salah tulis kata yang seharusnya "jasa" menjadi "jada" oleh karena itu untuk kenyamanan pembaca agar tidak salah tangkap mohon di cek dahulu sebelum di post terima kasih.

    BalasHapus
  11. GHAFFAR RADITHIO PUTRA
    P.IPS B 2014
    NO REG 4915142801
    Menurut saya tulisan ini sudah cukup bagus ya pak, detail singkat dan dapat dimengerti isinya. Tetapi saya ingin mengkritik sedikit ada salah tulis kata yang seharusnya "jasa" menjadi "jada" oleh karena itu untuk kenyamanan pembaca agar tidak salah tangkap mohon di cek dahulu sebelum di post terima kasih.

    BalasHapus
  12. Dari tulisan bapak diatas saya dapat memahami bahwa untuk dapat membuat sebuah tulisan tidak harus dari hal yang serius, bisa dari pengalaman kita yang menarik dan unik. Dan jika kita ingin membuat tulisan, tidak harus menggunakan kata-kata yang 'tinggi' yang penting baik dan sesuai. Wafa Nurul Annisaa (4915144109) - P. IPS B 2014

    BalasHapus
  13. Nama : Dwi Putri Yulianti
    Kelas : P.IPS 2014 (B)

    Saya setuju dengan tulisan bapak diatas karena setiap kita berdoa atau beribadah dimanapun kita beribadah sah-sah saja dan tidak ada larangannya yang terpenting adalah kekhusyukan kita dan niat kita untuk melakukan itu. Buat apa suatu perbedaan dibesar-besarkan, seharusnya suatu perbedaan itu harus kita syukuri karena didunia ini tidak ada yang sempurna yang ada hanyalah yang disempurna-sempurnakan. Kita hidup di Indonesia pastilah banyak perbedaan karena Indonesia adalh suatu Negara Kepulauan yang beragam dari suku, agama dan ras. Maka dari itu kita sebagai Bangsa Indonesia mesti bersyukur terhadap perbedaan tersebut dan mempertahankan integrasi negara.

    BalasHapus

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd