Minggu, 07 Desember 2014

MIRAS OPLOSAN (2): TRADISI, REGULASI, DAN ANOMALI

Persoalan miras, terutama alkohol tidaklah sederhana. Semua masyarakat, mulai dari masyarakat moderen sampai masyarakat tradisional sama-sama menghadapi masalah penyalahgunaan alkohol. Bahkan telaah pada sejarah masa lalu manusia, terbukti masalah yang ditimbulkan alkohol telah muncul sejak dulu kala. Mesir Kuno mengenal 17 jenis bir dan 24 varietas anggur. Minuman beralkohol bukan saja diminum dalam banyak kesempatan pesta dan hidup keseharian, juga merupakan bagian penting dari persembahan kepada dewa.

Setiap masyarakat, dalam berbagai zaman telah mengembangkan cara untuk menghasilkan minuman yang kini kita kenal sebagai alkohol dan populer disebut miras atau minuman keras. Baik pengolahan yang bersifat alami maupun melalui proses terencana yang melibatkan manusia. Bahkan di Eropa bagaimana mengolah anggur telah menjadi tradisi yang sangat tua. Mereka berlomba-lomba menemukan cara menghasilkan anggur terbaik. Begitupun pengolahan bahan lain menjadi bir dan beragam minuman beralkohol lainnya. Karena itu bukanlah hal yang mengherankan bila tradisi mengolah dan menghasilkan alkohol berkembang dalam semua masyarakat.

Sebenarnya alkohol sebagai minuman tampaknya dikembangkan sebagai upaya untuk menghadapi cuaca dingin. Tradisi dan budaya alkohol di Irlandia ada kaitannya dengan cuaca ekstem yang sangat dingin dan lembab. Namun dalam perkembangannya, karena efek yang ditimbulkannya, terjadilah penyalahgunaan alkohol.

Itulah sebabnya dalam agama ada sikap tertentu terhadap alkohol dan minuman yang memabukkan. Dari seruan menghindari sampai mengharamkannya. Pastilah sikap itu ada kaitannya dengan dampak buruk minuman yang memabukkan bagi manusia.

Sebagai upaya untuk melakukan kontrol terhadap penyebaran dan penyalahgunaan alkohol, berbagai regulasi dibuat oleh pemerintah. Pemerintah Indonesia membuat sejumlah regulasi sebagai upaya kontrol dengan menaikkan pajak minuman keras, membatasi penyebarannya, dan ketentuan usia yang boleh membelinya.

Diduga salah satu penyebab berkembang dan menyebarnya miras oplosan adalah regulasi ini. Sebab regulasi ini membuat miras mahal harganya dan sulit untuk mendapatkannya. Sedangkan dalam sebagian masyarakat kita telah berkembang budaya menenggak miras atau tradisi alkohol.

Itulah sebabnya mengapa miras oplosan berkembang dan merenggut korban di kalangan masyarakat miskin. Miras oplosan merupakan hasil upaya masyarakat bawah untuk tetap mendapatkan "kenikmatan" miras dengan harga terjangkau dengan hasil yang "nendang banget",

Sebenaranya kejadian ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Pada awal tahun 1920, Pemerintah Amerika Serikat memberlakukan Amandemen 18 yang secara tegas melarang pembuatan, pengangkutan dan penjualan alkohol. Namun, aturan yang bermaksud menyelamatkan masyarakat dari dampak buruk alkohol malah berakibat sebaliknya.

Berkembanglah produksi, penyebaran, dan penggunaan alkohol ilegal. Korbannya berlipat-lipat karena  penggunaan alkohol ilegal semakin meluas di kalangan masyarakat. Karena kondisinya semakin parah, akhirnya regulasi pelarang keras terhadap alkohol dicabut. Tragis ironis. Aturan yang bermaksud menyelamatkan masyarakat dari dampak buruk alkohol justru meyebabkan akibat yang sebaliknya. Korban penyalahgunaan alkohol semakin meningkat dan menyebar.

Deutsche Welle memberitakan, Komisi Eropa memperkirakan, sekitar 195.000 warga Eropa tewas tiap tahun karena dampak lanjutan alkohol. Eropa berada di peringkat pertama konsumsi alkohol dunia. 23 juta warga Eropa mengalami ketergantungan alkohol dan umur rata-rata peminum alkohol semakin muda. Menurut Komisi Eropa, konsumen di Eropa tak jarang mulai berkenalan dengan alkohol ketika berusia 12 sampai 14 tahun.

Namun saat komisi kesehatan Uni Eropa menyerukan gagasan anti alkohol, justru penolakan keras dilakukan banyak pihak. Alkohol memang merupakan masalah yang rumit di Eropa. Di Eropa, tradisi alkohol sudah berlangsung sangat lama dan sangat menyebar. Karena itu tak mengejutkan bila negara dengan konsumsi alkohol terbanyak di dunia terdapat di Eropa dengan urutan tertinggi sampai terendah sebagai berikut: Moldova (18,22 liter/kapita), Ceko (16,45), Hongaria(16,27), Rusia(15,76), dan Ukraina(15,60). Angka ini menunjukkan konsumsi alkohol murni, tidak termasuk bir.

Semuanya negara tersebut pada masa lalu ada di bawah pengaruh Uni Sovyet dan komunis yang kemudian terpecah belah dan termasuk negara-negara yang belum maju kecuali Rusia. Tingkat kemakmurannya di bawah rata-rata Eropa. Moldova adalah negara termiskin kedua di Eropa. Hungaria pernah mengalami hiperinflasi yang kini semakin membaik ekonominya. Ceko juga semakin membaik ekonominya meski masih rawan menghadapi krisis yang melanda Eropa. Sedangkan Ukraina masih dalam keadaan krisis dan sedang berkonflik dengan Rusia. Secara ringkas dapat ditegaskan bahwa kelima negara ini menghadapi masalah ekonomi. Masalah ekonomi pastilah meningkatkan penggunaan alkohol karena tradisi alkohol telah lama menancap di negara-negara ini.

Bahwa alkohol tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang tidak stabil dan kemiskinan bisa dibuktikan dari fakta bahwa di negara-negara Skandinavia yang merupakan negara-negara paling makmur di dunia yang penduduknya berkategori paling bahagia di dunia, konsumsi alkohol juga tinggi. Di Denmark sebagai salah satu negara Skandinavia konsumsinya 11,5 liter per kapita pertahun, dan bir 89,9 liter per kapita per tahun. Tadinya tingginya konsumsi alkohol dikaitkan dengan suhu sangat dingin karena negara Skandinavia berada dekat dengan kutub. Ternyata konsumsi alkohol justru paling tinggi pada puncak musim panas, saat terjadi banyak pesta dan beragam acara.

Di negara yang tergolong makmur seperti Jerman, kondumsi alkohol juga tinggi. Konsumsi alkohol murni 10,5 liter per kapita per tahun. Sementara itu bir 116,8 liter perkapita pertahun. Deutsche Welle
memberitakan,

Namun bahaya pesta miras tidak hanya terbatas pada malam tahun baru: menurut statistik nasional Jerman, tahun 2013 ada 27.000 kasus konsumsi alkohol berlebihan yang membutuhkan perawatan medis.
Ini akibat dua tren: Meski konsumsi alkohol pada hari-hari biasa sudah menurun berkat kesadaran masyarakat yang terus tumbuh mengenai risiko kesehatan, ini berujung pada meningkatnya konsumsi alkohol berlebihan pada akhir pekan. Sekitar 40 persen remaja di Jerman mabuk sedikitnya sekali dalam sebulan.

Kemakmuran ternyata bisa jadi pemicu meningkatnya konsumsi alkohol. Republika on line. 28 april 2013 menagabarkan,

Hasil penelitian yang ditulis pada jurnal kesehatan Lancet Oncology itu mengungkapkan temuan para peneliti bahwa Amerika Latin sedang menikmati pertumbuhan ekonomi tetapi juga menghadapi perubahan tingkat kesehatan, lewat meningkatnya konsumsi alkohol, merokok, dan kegemukan.

Sementara itu Situs Renovit menjelaskan, Sebuah studi baru yang diterbitkan Journal Addiction mengatakan hampir 80.000 orang meninggal setiap tahunnya di Amerika Utara dan Amerika Latin  akibat minum alkohol. Fakta ini diperoleh peneliti setelah melihat sertifikat kematian selama dua tahun di 16 negara Amerika Utara dan Amerika Latin, 84% diantaranya adalah laki-laki.
Penyakit yang paling sering terjadi pada orang yang mengonsumsi alkohol adalah penyakit leaver (hati). Selain itu, penyakit jantung, stroke, epilepsi, kecelakaan dan bunuh diri juga merupakan hal yang sering terjadi akibat mengonsumsi alkohol. Tingkat kematian tertinggi berada di El Savador, Guetemala, dan Nikaragua yang juga menjadi tiga dari empat negara yang warganya paling banyak mengonsumsi alkohol.

Beragam penjelasan di atas menegaskan bahwa persoalan terkait dengan alkohol atau miras sangat menyebar dan tidak sederhana. Semua negara, makmur atau miskin sama-sama mengalaminya. Itu artinya kemiskinan hanyalah salah satu pemicu. Ternyata kemakmuran juga menjadi pemicu meningkatnya konsumsi dan penyalahgunaan alkohol.

Di Indonesia, miras oplosan tidak hanya memakan korban dari masyarakat bawah. Deutsche Welle menjelaskan,

Isu minuman keras beracun menjadi sorotan bulan lalu setelah seorang remaja Australia bernama Liam Davies tewas setelah menenggak minuman keras oplosan di Lombok, saat malam pergantian tahun lalu.
Davies bukan orang asing pertama yang tewas akibat mengkonsumsi alkohol beracun. September 2010, tiga perakit pesawat Sukhoi tewas setelah menenggak minuman keras oplosan. Setahun setelah itu, empat awak kapal asal Rusia juga tewas sementara tiga lainnya sempat mengalami kondisi kritis. Pada tahun 2011 seorang warga Australia juga tewas dan beberapa lainnya mengalami kerusakan otak setelah menenggak minuman tradisional di Bali.
Kematian orang asing sering menjadi berita utama, namun sebagian besar korban adalah warga Indonesia.

Tampaknya masalah terkait miras oplosan tidak sederhana. Ada banyak faktor pemicunya. Kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor pemicu. Agaknya tradisi alkohol lebih menentukan. Tradisi itu bisa makin berkembang bila tidak ada regulasi atau regulasi yang kurang tepat implementasinya, yang justru memunculkan anomali. Masalah miras oplosan ini menegaskan,

MASALAH SOSIAL SELALU BERSIFAT KOMPLEKS DAN TIDAK MUDAH DIATASI.

2 komentar:

  1. Miftahul Falah
    P.IPS B 2014

    Minuman keras (MIRAS) sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Apalagi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan, yang sebagian pola hidupannya hedonisme. Biasanya mereka yang berkehidupan di perkotaan menghabiskan waktu malamnya di Bar / Cafe dengan ditemani segelas Bir atau minuman jenis lainnya.

    Sedangkan warga miskin yang ingin menikmati MIRAS juga sudah sangat mudah mendapatkannya. Toko-toko jamu atau sejenisnya yang berjualan di pinggir jalan, biasanya menjual berbagai MIRAS. Dengan harga yang murah dan terjangkau semua kalangan bisa membelinya.

    Belum lama ini, banyak korban meninggal yang diakibatkan meminum MIRAS oplosan. Korbannya mulai dari anak muda hingga dewasa. MIRAS oplosan yang dijual seharga RP 5.OOO / Liter kini menjadi mesin pembunuh masyarakat Indonesia.

    Tidak menutup kemungkinan, pada pergantian tahun baru nanti pengguna MIRAS akan semakin banyak dan korbannya pun akan terus meningkat.

    BalasHapus
  2. Keberadaan minuman alkohol di dunia ini begitu banyak ragamnya. Bagi bangsa barat, alkohol lebih difungsikan untuk menghangatkan badan jika kita mengkonsumsinya dan tentunya dalam takaran kadar alkohol tertentu. Namun, bagi bangsa timur khususnya kita bangsa Indonesia, minuman beralkohol tentunya tidak direkomendasikan sebab iklim dan cuaca negara kita tropis.
    Mungkin sebelumnya ini memang bahasan yang sedikit melenceng, namun menurut saya ada keterkaitan khusus antara musik dan alkohol. Saya akan coba membahas hal tersebut. Bukan hal yang mengherankan jika musik dan alkohol telah lama bergandengan tangan selama bertahun-tahun. Saat kita berada di klub untuk mendengarkan hentakan musik Disc Jockey (DJ), di saat itu pula kita meneguk gelas demi gelas alkohol. It’s automatically. Begitulah setidaknya hubungan sederhana antara musik dan alkohol.
    Dalam dunia pemasaran, musik memang cukup memegang andil dalam membantu merek untuk melakukan penetrasi pasar alkohol. Tak heran, jika banyak produsen liquor dan bir menggunakan jasa musik sebagai media komunikasi merek mereka. Hal ini telah memicu minat para label besar, seperti Southern Comfort, Grey Goose, Guinness. dan Hennessy untuk menghadirkan konser musik teranyar setiap tahun.
    Menurut majalah online www.the-marketeers.com - Pada tahun ini, menjadi kali ketiga produsen cognac legendaris asal Prancis, Hennessy, menghadirkan konser musik bertajuk Hennessy Artistry di Indonesia. Mengusung tema The Global Art of Mixing, Hennessy melakukan kolaborasi musik lintas genre dan budaya.
    Asal tahu saja, konser Henessy Artistry telah belangsung sejak 2006 dan telah melibatkan banyak musisi papan atas, seperti The Roots, Pharrell Williams, Kanye West, Q-Tip dan De La Soul. Dalam banyak kasus, para musisi biasanya merupakan penggemar dan konsumen dari Hennessy. Karenanya, dengan merangkul para musisi itu, secara tidak langsung Hennessy menjadikan mereka sebagai advocate atau pembela merek.
    Hubungan ini semakin dalam ketika Hennessy mengajak para musisi seperti The Roots dan Steve Aoki ke markas Hennessy di Cognac, Prancis untuk menciptakan perpaduan unik mereka sendiri dan menelurkan varian edisi terbatas.
    "Sejak 2012, Indonesia menjadi bagian dari perhelatan global Hennessy Artistry bersama dengan 40 negara lain, seperti Tiongkok, Taiwan, Afrika Selatan, Jepang, dan sebagainya. Henessy Artistry sendiri sudah berjalan sejak tahun 2006 sebagai bentuk penghargan kepada Richard Henessy, pencipta cognac Hennessy," ungkap Kevin Tong, Chief Representative Moet Hennessy Asia Pacific Kantor Perwakilan Indonesia.
    Brand Manager Moet Hennessy Indonesia Andrianto Surohadikusumo mengatakan tahun ini dengan lokasi yang lebih besar, gelaran Hennessy Artistry dapat menjaring lebih dari 1.500 penonton. Tahun lalu, di Potato Head Garage, acara serupa dihadiri sekitar 800 orang. (http://www.the-marketeers.com/archives/hennessy-artistry-saat-musik-dan-alkohol-berkolaborasi.html diakses 12-12-2014 pk.22.00)
    Berdasarkan berita tersebut, sangat jelas rasanya jika Indonesia menjadi pasar yang sangat potensial dan strategis untuk pemasaran konsumsi minuman beralkohol. Ini yang menyebabkan peredaran alkohol di Indonesia memang sudah out of control.
    Bagi sebagian orang yang “mampu” dalam membeli sebuah minuman beralkohol dan dia paham betul akan minuman yang akan dia konsumsi itu pastinya ia akan merujuk pada merek-merek yang sudah jelas adanya. Dia juga akan datang ke tempat-tempat yang memang menjual minuman beralkohol berkualitas tinggi. Namun sayangnya, Indonesia ini bukan negara yang penduduknya berpenghasilan tinggi tetapi punya ambisi tinggi untuk mempunyai style seperti orang-orang kalangan atas. Akibatnya, miras oplosan lah yang menjadi pilihan dan kematian seperti sebuah permainan saja.
    Tidak ada yang bisa mengkontrol masalah sosial seperti ini menurut saya. Bukan pemerintah, apalagi para produsennya. Kesadaran masing-masing individulah yang mampu memfilter segalanya. Hidup itu pilihan bukan?
    TITA NURMALA- P.IPS B 2014
    4915144096

    BalasHapus

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd