Jumat, 19 Desember 2014

REKENING GENDUT KEPALA DAERAH

Rekening gendut jadi perhatian lagi. Dulu pernah diributkan rekening gendut para petinggi kepolisian. Entah kenapa tiba-tiba wacananya menguap dan tidak ada tindakan sama sekali. Rekening gendut, tindakan kurus kering.

Kini muncul lagi heboh rekening gendut. Kali ini pemiliknya adalah para kepala daerah. Mendagri sampai datang ke KPK untuk membahasnya. Masyarakat Indonesia sungguh berharap kali ini ada tindakan. Jangan jadi wacana dan akrobatik politik saja. Maklumlah, para kepala daerah itu adalah orang-orang politik. Paling kurang didukung partai politik.

Bila rekening gendut kepala daerah diselidiki dan disidik, sampai ada tindakan hukum yang keras dan tegas, pastilah akan memberi dampak kepada semua kepala daerah. Akan melengkapi dampak dari banyak kepala daerah yang masuk penjara karena korupsi. Mengapa akan sangat berdampak?

Bila kepala daerah memiliki rekening gendut tidak tersentuh hukum, maka korupsi akan semakin berkembang dengan modus yang makin canggih. Para kepala daerah yang bermental korup bukannya menjauhi korupsi walau sudah banyak yang tertanggkap. Tetapi mempercanggih modus.

Sebab pejabat yang bermental korup berfikir, bila bisa mengembangkan modus-modus baru yang canggih dan selamat melakukan tindak korupsi, pastilah bisa menikmatinya atau digunakan sebagai modal untuk mendapatkan jabatan kepala daerah sekali lagi atau yang lebih tinggi.

Dampaknya akan sangat berbeda bila rekening gendut itu bisa menyeret mereka ke penjara. Mereka akan berfikir, meskipun tidak tertangkap tangan, mereka tetap bisa jadi terdakwa karena tidak dapat mempertanggungjawabkan rekening gendutnya.

Akan menjadi lebih baik bila rekening gendut yang diperiksa bukan hanya milik si pejabat. Juga keluarganya. Paling tidak dari kasus Akil Mochtar kita menjadi tahu bahwa uang yang didapat dari hasil korupsi, dialirkan ke anggota keluarga.

Pemeriksaan tidak hanya terhadap rekening. Pun pada harta lainnya. Dari kasus Djoko Susilo dan adiknya Atut si Wawan, kita mendapat penjelasan bagaimana uang yang didapat dibelikan macam-macam bentuk harta.

Pemeriksaan rekening gendut para pejabat harus jadi gerakan yang terstruktur dan masif. Dengan demikian siapa pun yang menjadi pejabat dipaksa menyadari jika ia melakukan korupsi, sampai kapan dan kemana pun akan dikejar.

Langkah KPK menggunakan tindak pidana anti pencucian uang sebagai bagian dari penindakan terhadap koruptor sejauh ini efektif mengembalikan kerugian negara. Namun, langkah itu perlu diikuti dengan menghukum siapa pun yang terlibat dalam pencucian uang. Terutama keluarga si pejabat.

Dengan cara ini semoga bisa memberikan efek jera yang nendang, dan membuat para keluarga pejabat berhati-hati serta saling mengingatkan agar keluarganya tidak terlibat dalam tindak pidana korupsi. Efek jera yang nendang ini perlu diciptakan.

Presiden Jokowi berani mengambil tindakan tegas terhadap pencurian ikan yang merugikan negara 300 triliun setahun. Ia memerintahkan membakar dan menenggelamkan kapal asing pencuri ikan itu. Bukankah kerugian yang diakibatkan korupsi pejabat lebih besar? Sepantasnya ada tindakan lebih keras terhadap para pejabat korup.

Sebenarnya Presiden Jokowi itu masih kalah sama Aburizal Bakrie. Persiden Jokowi baru berani menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan. Aburizal Bakrie bahkan menengelamkan rumah dan kampung halaman sudara setanah air. Sampai kini ganti rugi belum beres. Alsannya tidak ada dana, tetapi ada dana untuk iklan calon presiden bagi dirinya dan membiayai munas Golkar.

Karena itu, Presiden dan Pemerintahan Jokowi harus sangat berani mengambil tindakan terhadap para pejabat yang memiliki rekening gendut. Tak peduli apapun partai politik si pejabat itu.

Jangan biarkan pejabat, terutana yang sudah tidak lagi menjabat, menikmati hasil korupsi itu dan selamat karena tidak tersentuh hukum selama menjabat. Meskipun sudah tidak menjabat atau memiliki jabatan lain, ia harus dihukum karena memliki rekening gendut yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Tindakan ini pasti membuat semua pejabat sadar, bahwa ia akan terus dikejar bila melakukan korupsi, meskioun sudah pensiun atau tidak menjabat lagi.

Namun, kini kita juga masih bertanya-tanya. Apak kabar kasus Hadi Poernomo, Jero Wacik, dan Suryadharma Ali. Mereka sudah jadi tersangka, tetapi masih belum tersentuh? Bagaimana pula dengan kesudahan kasus Century dan Hambalang?

Menggantungnya sejumlah kasus yang sudah jelas tersangkanya, dan telah mengarah buktinya, membuat kita was-was. Jangan-jangan wacana rekening gendut ini cuma upaya menimbulkan tekanan politik pada partai politik tertentu.

Semogalah Pemerintahan Jokowi-JK ini tidak hanya pintar berwacana dan membangun citra. Tetapi sungguh-sungguh melakukan tindakan nyata. Terutama menghdapi kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat.

INDONESIA HEBAT JIKA KORUPSI DIPERANGI SAMPAI TUNTAS.

1 komentar:

  1. Asyifa Laely
    P.IPS B 2014
    4915142821
    Saya setuju dengan tulisan Bapak. Indonesia itu lucu, mengapa demikian? Seringkali kita lihat kasus-kasus yang muncul diberita seperti : gayus, hambalang, century. Yang mana bagaikan artis dangdut yang baru tenar. Terlihat, naik rating, lalu dengan cepatnya turun dan kemudian menghilang.

    Kejadian seperti itu berulang kali terjadi di Indonesia. Entah karena faktor media massa yang salah atau tindakan dari aparat penegak hukumnya.

    Hal seperti itu seharusnya tidak terjadi, karena, justru tindakan aparat penegak hukum terlihat tidak tegas dalam menangani setiap kasus yang ada. Mereka seperti pensil tumpul dalam menangani kasus orang-orang "besar". Ini merupakan suatu hal yang masih menjadi penyakit di negeri ini.

    Penyakit lainnya adalah kasus korupsi. Yang mungkin masih banyak dan mungkin pula belum separuh terbongkar dari seluruh kasus yang ada. Hal ini seharusnya bisa ditindak dengan cepat, agar tidak "menular" di Indonesia khususnya dalam kehidupan politik. Serta, agar kasus tersebut ketika muncul di berita tidak berakhir menggantung dengan beralih pada berita atau kasus lainnya.

    BalasHapus

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd