Minggu, 25 Januari 2015

HARRY POTTER, KENYAMANAN DAN KITA

(Dengan rasa hormat pada Dwiwahju Sasongko)

Harry Potter sejak kecil berada dalam tekanan, terus diserang dan tak lepas dari bahaya maut. Lord Voldemort, penguasa kegelapan dan para pengikutnya yang setia sama sekali tak memberi peluang bagi Harry Potter menikmati suasana teduh, saat tenang dan  nyaman untuk menikmati masa kecil dan remajanya.

Beragam tipu daya, serangan, dan ancaman langsung yang bertujuan membunuh Harry dilakukan tanpa jeda dan tanpa ampun oleh Lord Voldemort yang seringkali menyamar, kadang menjadi orang baik yang membantu dan menolong Harry. Harry sampai sangat sulit membedakan siapa kawan dan lawan. Semua orang di sekitarnya bisa digunakan oleh sang penguasa kegelapan sebagai perpanjangan tangan untuk menghabisi Harry. Bahkan binatang yang ada di sekitar Harry juga bisa dimanfaatkan untuk menyerangnya.

Penguasa kegelapan itu bahkan merasuki tidur Harry, memberi mimipi buruk. Bertarung dalam alam mimpi. Dalam sadar dan tidur, Harry terus saja diserang dan diganggu.

Pastilah kondisi ini menimbulkan ketidaknyaman bagi Harry. Setiap saat menjadi ketidaknyamanan yang menekan dan mengganggu Harry. Sungguh ketidaknyamanan yang nyaris sempurna. Kenyamanan menjadi kemewahan bagi Harry.

Dalam kehidupan nyata yang dijalani sehari-hari, apa yang dialami dan dirasakan Harry, bisa dan biasa kita alami. Ada banyak penyebab yang menimbulkan ketidaknyamanan yang sangat mengganggu. Di sekitar kita tidak sedikit orang yang senang bila kita senep, dan senep jika kita senang.

Ada lagi orang yang seluruh isi otaknya adalah kotoran sapi, sehingga tidak ada sedikit pun celah untuk fikiran positif. Orang kayak gini bahkan mempersoalkan sandal yang kita gunakan.

Ada lagi orang yang karena lidahnya kurang lentur sehingga kosakatanya terbatas, ia hanya bisa mencela dan memaki. Padahal dirinya lebih buruk dari apa yang diucapkannya.

Dalam jumlah yang tidak sedikit, ada manusia keturunan bunglon, berubah perilaku dan omongan setiap saat dan menjadi kecoa dalam selimut, menjahit setiap lipatan dan menggunting dalam kegelapan.

Di tempat kerja, keadaan juga tak jauh beda. Mereka yang tak punya prestasi menabur duri. Sementara yang kemaruk jabatan menjadikan fitnah sebagai ijazah. Orang malas bertindak culas, orang munafik memicu konflik.

Bukan hal luar biasa jika ada orang yang mulutnya lebih kotor dari lubang duburnya, dan hatinya penuh bulu kedengkian. Mereka menyebar benih kebencian di semua lahan kehidupan.

Dimana pun keadaannya beda-beda tipis. Karena inilah dunia manusia senyatanya. Kemana pun kita pergi itulah yang terjadi. Apakah kita harus mengisolasi diri?

Janganlah mengeluh terus. Jangan hanya menyalahkan keadaan, tak usah juga kondisi itu dihindari. Kita tidak hidup di dunia ideal yang semuanya baik-baik saja dan sempurna. Kesempurnaan ada di dalam syurga. Meski  kita sangat ingin masuk syurga, adakah di antara kita yang pengen buru-buru ke sana? Inilah ironi dan paradoks manusia. Meski sangat ingin masuk syurga, namun enggan buru-buru ke sana. Artinya untuk sementara waktu, entah berapa lama, kita harus singgahi dan tinggal di dunia yang sangat tidak nyaman ini.

Sangat tidak nalar jika kita membangun pulau tersendiri agar bisa merasakan kenyamanan dalam dunia ini. Sosialita adalah realitas yang tak terelakkan harus kita jalani dan hayati. Oleh karena itu jangan takut untuk tetap hidup bahagia dalam ketidaknyamanan, merasa betah dalam dan dengan ketidaknyamanan, nyaman dalam ketidaknyamanan.

Tidak berarti kita hidup  terbawa arus atau mengikuti arus. Kita tak memiliki cukup kekuatan untuk melawan arus. Karena itu kita hidup di dalam dan bersama arus dengan kesadaran penuh untuk terus mengembangkan kemampuan memilah, memilih, dan mengolah.

Kita bisa belajar dari orang-orang yang dilekati penyakit darah tinggi, diabetes, dan TBC. Penyakit-penyakit ini tergolong susah disembuhkan. Suka atau tidak, para penderitanya harus menerima kenyataan, hidup bersama penyakit. Seberapa lama mereka kuat bertahan, sangat tergantung dari kedisiplinan untuk menjaga makanan, memperhatikan dan mengatur istirahat serta olah raga, juga konsisten memeriksakan diri ke dokter dan makan obat.

Mereka yang bisa hidup nyaman bersama penyakit, seringkali bisa tetap berkontribusi bagi kemanusiaan, berprestasi, dan memiliki harapan hidup yang lebih panjang. Kerap terjadi, orang-orang yang tidak mengidap penyakit seperti mereka, tidak memiliki prestasi yang membanggakan dan lebih dulu berpulang, setelah sakit parah yang sangat sekejap.

Ketidaknyamanan adalah realitas yang niscaya dalam kehidupan manusia. Kita tak mungkin menghindar dan bebas darinya. Ketidaknyamanan itu pastilah sangat mengganggu, bahkan bisa remuk redamkan kita. Namun satu hal yang pasti,

MANUSIA MEMILIKI KEKUATAN UNTUK TETAP HIDUP BAHAGIA DALAM DUNIA YANG SAMA SEKALI TIDAK NYAMAN, DAN SI MANUSIALAH PENENTUNYA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd