Kamis, 15 Januari 2015

INI BUDI

Ini Budi. Ini Ibu Budi. Ini Ayah Budi.

Kalimat sederhana ini dikenal oleh banyak orang Indonesia. Sebab suatu waktu pada masa lalu, semua anak sekolah dasar menggunakan buku bacaan yang sama dan membaca kalimat itu sebagai bagian dari pelajaran membaca.

Mengapa yang ditampilkan Budi? Bukan nama lain seperti Joko, Jusuf, Bambang, Ucok, Buyung, Andi atau Agam?

Indonesia adalah sebuah negara yang sangat bhinneka atau beragam karena terdapat banyak perbedaan. Perbedaan keyakinan, suku, dan adat istiadat. Karena itu bila menampilkan sesuatu, sekecil apapun, harus mempertimbangkan keberagaman itu. Bagaimana caranya untuk memaknai keberagaman itu secara positif. Jangan sampai tampil kesan diskriminatif. Tak boleh memunculkan anggapan ada keyakinan atau suku tertentu yang ditonjolkan sedangkan yang lain dinomorduakan. Menjaga keutuhan Indonesia harus jadi pertimbangan utama.

Budi dirasakan lebih netral. Banyak orang Indonesia bernama Budi dengan latar keyakinan dan suku yang berbeda. Tidak seperti Joko atau Bambang yang sangat khas Jawa atau Asep yang Sunda.

Di samping itu kata budi dalam khasanah Bahasa Indonesia memiliki nilai positif. Budi dikaitkan dengan kebaikan moral dalam bentuk budi pekerti. Orang baik disebut orang budiman atau orang berbudi. Jika ingin mengembangkan sesuatu secara terukur istilahnya adalah budi daya.

Beberapa hari ini ada bentukan yang lagi ngetren dan bikin heboh yaitu  Budi Gunawan. Budi yang ini adalah Jenderal Polisi bintang tiga yang diusulkan menjadi calon tunggal Kapolri oleh Presiden Jokowi.

Sebenarnya namanya telah mencuat saat penentuan kabinet. Beredar khabar pada waktu itu namanya termasuk yang mendapat rapor merah dari KPK dan PPATK. Karena itu ia gagal masuk kabinet.

Tentu saja sulit mengetahui kesahihan informasi itu, karena surat menyurat KPK, PPATK dan Presiden Jokowi bersifat tertutup dan rahasia. Dengan demikian persoalan rekening gendut hanya menjadi wacana yang ramai dalam masyarakat.

Kabinet terbentuk dan bekerja. Banyak peristiwa yang tergolong besar dan menarik perhatian terjadi. Longsor Banjarnegara, harga BBM naik, Air Asia jatuh. Cerita rekening gendut menghilang. Inilah sifat dasar masyarakat yang telah didominasi media. Media menentukan apa yang orang fikirkan dan bicarakan. Jika melihat fakta ini mungkin lebih enak jadi orang Baduy dalam. Menjadi manusia bebas yang tidak ditentukan oleh media.

Cerita rekening gendut mencuat lagi tatkala Budi Gunawan menjadi calon tunggal Kapolri. Masyarakat dan media bersuara keras menolak. Mantan Ketua PPATK memberi komentar keras di akun twitternya. KPK memilih diam.

Rupanya diamnya KPK merupakan diam-diam buaya. Diam untuk memangsa. Saat Budi Gunawan akan diproses di DPR, KPK umumkan Budi Gunawan jadi tersangka.

DPR kukuh akan tetap melanjutkan proses usulan Presiden Jokowi atas Budi Gunawan. Boleh jadi, kejadian ini akan menjadi permainan politik baru.

Berbagai spekulasi berkembang dalam masyarakat. Sejumlah orang mulai meragukan kesungguhan Presiden Jokowi membangun pemerintahan yang bersih. Menariknya Presiden Jokowi hemat bicara.

Apakah mungkin Presiden Jokowi sedang mengulangi strategi saat penyusunan kabinet. Waktu itu ada banyak tekanan agar orang tertentu menduduki jabatan tertentu. Presiden Jokowi tidak mau terjadi perseteruan dengan partai dan tokoh-tokoh partai yang mendukungnya. Ia kemudian mengikutsertakan KPK dan PPATK untuk ikut memeriksa. Dikabarkan nama Budi Gunawan waktu itu termasuk yang diberi rapor merah.

Tampaknya ada kekuatan besar yang sekali lagi memaksakan nama Budi Gunawan jadi Kapolri. Boleh jadi, karena desakan begitu kuat dan keras, Presiden Jokowi menempuh jalur yang agak beda dengan tujuan sama yaitu Budi Gunawan tidak jadi Kapolri.

Dengan begitu kekuatan besar itu semoga lebih tahu diri dan hati-hati. Bisa jadi penafsiran ini benar. Juga bisa jadi salah. Satu hal yang pasti adalah,

INDONESIA HEBAT JIKA PEJABATNYA BERANI JUJUR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd