Selasa, 27 Januari 2015

KPK VS POLRI: RASIONALITAS MASYARAKAT VS PEJABAT TIDAK JELAS

Ketika Antasari Azhar, Ketua KPK berurusan dengan polisi masyarakat sangat kaget. Tidak sedikit yang berpendapat bahwa kasusnya merupakan rekayasa. Beredar isu, penangkapan Antasari ada kaitannya dengan kasus korupsi yang menjerat besan Presiden SBY yang ditangani KPK. Namun, masyarakat tidak sampai datang berbondong-bondong ke KPK. Mereka sepenuhnya menyadari bahwa Antasari tersangkut kasus kriminal yang sangat jelas duduk soalnya. Meski dugaan adanya rekayasa tetap mencuat.

Sikap masyarakat menjadi sangat berbeda saat Bibit-Candra mendadak ditetapkan menjadi tersangka oleh Polisi. Secara spontan berbagai lapisan masyarakat datang ke KPK menunjukkan dukungan. Sebab penetapan kedua pimpinan KPK itu menjadi tersangka dimulai dengan adanya keributan awal yang melibatkan bareskrim saat itu yang dijabat Susno Duaji. Sewaktu diwawancara majalah Tempo (6 Juli 2009), Susno berucap, "Cicak kok mau melawan buaya."

Suasana umum saat itu memang sangat terasa ada upaya melemahkan bahkan memberangus KPK. Kasus yang menjerat Antasari telah dimanfaatkan oleh kalangan politisi Senayan untuk melibas KPK. Pada saat yang sama ada upaya untuk membuat undang-undang baru terkait tindak pidana korupsi. Ada anggota DPR  yang menyuarakan pembubaran KPK bahkan Presiden SBY berucap  bahwa KPK power must not go uncheck. KPK ini sudah powerholder yang luar biasa.

Di bawah tekanan luar biasa, Kabareskrim Komjen Susno Duaji  tidak senang hati karena merasa disadap KPK dalam kasus Bank Century. Susno kemudian secara terbuka menyerang KPK yang berujung ditahannya Bibit-Chandra. Masyarakat bereaksi cepat mendukung KPK. Mengapa masyarakat bersikap seperti itu?

Sudah sangat lama masyarakat kurang bahkan tidak percaya pada lembaga penegak hukum yang ada. Tidak sedikit oknum penegak hukum itu dalam berbagai tingkat jabatan ditengarai telah "memperjualbelikan" hukum dan keadilan. Kebanyakan anggota masyarakat mengalaminya. Mulai dari urusan remeh di jalan raya sampai berbagai kasus sedang dan besar.

Omongan tersangka jadi ATM penegak hukum sudah sangat berkembang dalam masyarakat. Banyak kasus korupsi yang melibatkan pejabat, menguap atau menjadi misteti gelap gulita. Merupakan kenyataan, hukum majal atau tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Tingkat kepercayaan masyarakat pada penegak hukum sangat rendah.

Polri sendiri sudah buktikan petingginya memang tidak bersih. Susno Duaji pemicu cicak vs buaya akhirnya masuk penjara karena korupsi. Kasusnya tidak ditangani KPK, tetapi oleh Polisi sendiri.

Penangkapan Susno bukan saja membuktikan bahwa memang ada petinggi kepolisian yang korup, juga menegaskan ketidaksolidan Polisi. Susno sudah dianggap  musuh dalam selimut karena menyebut sejumlah petinggi dan mantan petinggi kepolisian terlibat korupsi. Akhirnya dia sendiri yang kena.

Akibatnya berkembang anggapan dalam masyarakat bahwa Susno dikorbankan untuk menyelamatkan yang lain. Pembuktian oleh Polisi bahwa Susno terlibat korupsi adalah puncak gunung es keterlibatan pejabat tinggi kepolisisan dalam tindak pidana korupsi.

Dalam kaitan inilah dugaan rekening gendut Komjen Budi Gunawan harus dilihat. Rekening gendut petinggi Polri bukanlah cerita baru. Sudah mencuat sejak Da'i Bachtiar jadi Kapolri. Namun tak pernah bisa dibuktikan. Pembuktian dilakukan oleh KPK terkait dengan Djoko Susilo. Di pengadilan dibuktikan betapa spektakuler jumlah kekayaan sang petinggi Polri yang satu ini. Kebanyakan masyarakat percaya, bukan hanya Djoko Susilo yang memiliki uang dan harta yang berlimpah ruah. Djoko Susilo adalah yang ketahuan dan terbukti di pengadilan.

Agaknya, tak seorang pun di antara kita yang lupa apa yang terjadi saat Djoko Susilo disidik KPK. Bukan saja penggeledehan tersendat karena ada perlawanan. Bahkan kantor KPK "diserang". Ketegangan terjadi.

Dalam dua kejadian menghadapi Polisi, KPK selalu didukung secara terbuka oleh rakyat. Begitupun saat KPK berhadapan dengan Pemerintah dan politisi yang hendak mengubah undang-undang yang diduga akan melemahkan KPK. Rakyat terus menunjukkan dukungan pada KPK.

Rakyat mendukung dan mencintai KPK karena KPK merupakan secercah cahaya terang dalam kegelapan pemberantasan korupsi. Rakyat paling merasakan korupsilah yang membuat mereka terus menderita. Apalagi dalam perjalanannnya KPK berhasil tunjukkan mereka berani menangkapi pejabat yang korup pada berbagai tingkat jabatan.

KPK bukanlah lembaga sempurna yang tidak boleh dikritik. Memang ada sejumlah orang yang memandang cara kerja KPK tebang pilih. Lihatlah penyelesaian kasus Bank Century yang dianggap ngambang. Tersendatnya kasus yang melibatkan Suryadharma Ali, Sutan Bhatoegana, dan Jero Wacik. Juga tak tersentuhnya Setya Novanto yang sudah sempat diperiksa berkali-kali.

Bahkan dalam penetapan Budi Gunawan muncul polemik apakah murni penegakan hukum atau sudah mulai ada aroma politik. Sampai-sampai aktivis penegakan hukum dan HAM Hendardi pernah berpendapat KPK sudah berpolitik terkait dengan Budi Gunawan.

Namun, berbagai fakta itu tidak dapat dijadikan alasan untuk menggembosi KPK. Dengan berbagai kekurangan yang ada, KPK terbukti konsisten mengejar para koruptor. Selama mengelola KPK, para pimpinannya terjaga dan tidak tetlibat kasus yang bisa lemahkan KPK. Itulah sebabnya rakyat tetap percaya pada KPK.

Jika ada keinginan untuk memperbaiki KPK karena  unsur pimpinannya dianggap bermasalah, rasanya caranya bukan dengan kriminalisasi dan politisasi seperti yang sekarang terjadi. Sebagai contoh, Plt Sekjen PDIP bisa datang membawa laporan ke KPK agar Abraham Samad diperiksa. Polri bisa memanggil Bambang Widjayanto dan tidak perlu memperlakukannya seperti Densus 88 menangkap teroris.

Cara-cara yang tidak elok inilah yang membuat rakyat semakin mendukung KPK. Karena cara-cara itu lebih terlihat hendak menyerang KPK melalui menghajar pimpinannya.

Rasanya akan sangat berbeda sikap rakyat jika Polri memperlakukan Bambang Widjayanto seperti KPK memperlakukan Budi Gunawan. Tetapkan jadi tersangka dan perlakukan dengan baik. Tetapi langsung menangkap, memborgol di depan anaknya lagi, tampak betul niatan yang ada di balik tindakan itu. Wajar jika mantan Wakapolri Oegroseno ikutan marah.

Inilah rankaian dan bingkaian cerita KPK vs Polri yang harus dipahami oleh Tedjo, Mengkopulhukam yang baru itu. Karena itu ocehannya bahwa pendukung KPK adalah rakyat tidak jelas, sungguh menegaskan bahwa dia pejabat yang sama sekali gak jelas.

Mosok seorang Mengko omongannya mengkok alias gak jelas ujung pangkalnya. Tampak betul diucapkan tanpa analisis dan asal jeplak. Rasanya bagusan omongan Pak Tarno tukang sulap yang lagi naik daun itu.

Pejabat negara mestinya sangat hati-hati dan sensitif menangkap apa yang menjadi aspirasi dan keprihatinan rakyat. Bukannya menuduh rakyat dengan cara dan ungkapan asal-asalan kayak gitu. Ingat dan renungkan,

INDONESIA HEBAT JIKA PEJABAT NEGARA MAMPU MENANGKAP DAN MERESPON ASPIRASI RAKYAT DENGAN TEPAT AKURAT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd