Demi waktu
Sesungguhnya manusia merugi.
********
Waktu terus melaju. Tak kenal henti. Melindas gilas apapun, tanpa kecuali, tanpa ampun.
Waktu mendorong tumbuh kembang tunas-tunas baru, menguzurkan yang telah tumbuh, dan meluruhrontokkan yang uzur. Tak ada yang bisa menghindar mengelak, apa dan siapa pun, kapan dan di mana pun.
Dalam waktu kita lahir, dalam pusaran waktu kita hidup dan tumbuh kembang. Waktu mengikis dan mendamparkan kita pada kematian. Niscaya, tak terelakkan. Pasti, tak terhindarkan.
Lewati waktu, banyak goresan luka. Dalam waktu, luka menganga dan bernanah. Luka tubuh dan jiwa. Peringsutan waktu pula yang sembuhkan.
Waktu dibanjiri air mata bahagia dan sedih. Waktu diramaikan canda tawa, senyum dan kesal hati. Waktu dipadati rasa syukur dan sumpah serapah. Waktu adalah etalase bagi semua rasa kemanusiaan kita.
Waktu terus melaju, pasti berlalu. Kita bisa tentukan apakah hidup hanya kumpulan debu atau amal shaleh bermutu.
Waktu bukan hanya detakdetik jarum jam yang terus bergerak maju. Waktu tidak sekadar pergerakan matahari dan pergeseran bulan. Waktu adalah pergerakan semesta, di dalamnya hidup kita mengalir menderas menuju mati.
Waktu adalah modus Sang Pencipta waktu untuk tunjukkan bahwa kita hanyalah batu apung dalam genggamanNya. Dalam dan melalui waktu Sang Maha Perkasa tegaskan kehadiranNya. Melalui waktu Ia tandaskan bahwa kita sama sekali lemah, tak berdaya, hanya mengalir, menggelinding dan mentok pada ajal.
Menyia-nyiakan waktu, hanya bermain-main dalam dan dengan waktu adalah kezhaliman terhadap diri sendiri dan pendurhakaan menjijikkan terhadap Sang Waktu Abadi. Itulah sebabnya manusia merugi. Waktu terus berpacu, ia hanya menyemakinya dengan sampah. Sampah yang berakar dalam hati yang berbulu dan fikiran penuh lumpur debu.
Waktu bukanlah kekosongan yang harus diisi. Waktu meupakan sawah terbentang yang harus ditanami bibit kebaikan yang terus tumbuh, berbunga dan berbuah. Meski sang penanam telah ditanam waktu.
Waktu bukanlah uang atau pedang. Waktu adalah hidup itu sendiri. Mengabaikannya adalah mengabaikan hidup.
Waktu tak berurusan dengan petasan, kembang api, terompet, pesta, ikan, ayam dan jagung bakar. Waktu berurusan dengan kebermaknaan atau kesia-siaan. Kita bisa ikut tentukan dan putuskan.
DEMI WAKTU, SESUNGGUHNYA MANUSIA MERUGI, KECUALI YANG BERBUAT KEBAIKAN, DAN SALING INGATKAN DALAM KEBENARAN DAN KESABARAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd