Gunung Barujari erupsi, sejumlah bandara ditutup. Barujari adalah anak Gunung Rinjani. Tidak jelas, anak kandung, anak tiri atau anak angkat.
Malam itu saat Barujari dikabarkan erupsi, kami yang sedang di Lombok mendapat sms pemberitahuan bahwa Bandara Ngurah Rai ditutup, penerbangan dilarang, juga bandara di Banyuwangi.
Kami agak panik karena ada yang harus pulang besok pagi ke Surabaya dan Jakarta. Aku akan pulang pukul 14.10, dan teman-teman sekantor berjumlah dua belas orang akan pulang lebih sore, sekitar jam tujuh belasan.
Di teks bergerak sejumlah televisi sudah diumumkan bahwa bandara di Lombok juga ditutup. Kami terus memantau perkembangan dalam rasa was-was.
Teman yang berangkat menuju Jakarta pagi hari berangkat tanpa hambatan. Di sekitar bandara langit cerah, katanya. Kami terus berdoa dan berharap cuaca akan tetap baik dan tidak terjadi penutupan bandara seperti di Bali dan Banyuwangi.
Aku berada di Bandara Internasional Lombok, mestinya sudah berangkat. Tidak jelas mengapa belum ada pengumuman. Berdebar-debar juga menunggu. Bila bandara ditutup, betapa repotnya karena harus naik kapal ke Banyuwangi, dan jalan darat ke Surabaya, baru bisa naik pesawat ke Jakarta. Mahal dan melelahkan.
Alhamdullillah, akhirnya pesawat berangkat mesti telat lebih dari satu jam setengah. Dari ketinggian, tampak semburan asap dikejauhan. Mungkin itu Barujari yang erupsi.
Teman-teman yang berangkat belakangan kurang beruntung. Bandara telah dinyatakan ditutup dan tidak ada penerbangan. Mereka harus menjalani perjalanan yang mahal dan melelahkan. Ke Banyuwangi dan Surabaya terlebih dahulu.
Manusia merencanakan, Tuhan menentukan melalui mekanisme alam. Sejauh ini manusia dengan bantuan teknologi bisa mengira-ngira kapan gunung berapi akan erupsi. Tetapi tentu saja tidak tepat dan pasti benar. Namanya juga kira-kira.
Perkiraan itu bisa dirumuskan karena gunung berapi yang akan erupsi biasanya menunjukkan sejumlah gejala yang bisa diukur. Biasanya berupa tingkat kegempaan yang terus-menerus dan semakin kerap serta keras.
Namun kapan pastinya gunung itu erupsi dengan kekuatan berapa, tentulah sulit dipastikan. Ilmu dan teknologi sejauh ini dapat membantu kita secara terbatas jika berhadapan dengan gejala alam seperti erupsi gunung berapi. Dalam soal gempa dan tsunami, ilmu dan teknologi belum bisa membantu seperti yang kita harapkan.
Menghadapi alam dan gejolaknya memang manusia tidak berdaya. Seperti menghadapi tembok tebal yang sama sekali tak bisa ditembus. Jangankan mengetahui apa yang ada di balik tembok, apa isi tembok pun sama sekali tak terjangkau. Layaknya menghadapi samodra tak bertepi penuh misteri dan teka-teki.
Pada masa awal zaman moderen terjadi optimisme berlebihan terhadap ilmu. Saat itu ilmu mampu menjelaskan banyak hal yang tadinya benar-benar dikelambui misteri. Nama-nama besar seperti Copernicus, Galileo, dan Newton berhasil membangun teori yang menjelaskan mekanisme alam semesta, bukan sekadar mekanisme bumi.
Berkat matematika yang disebut ratu segala ilmu, alam dapat dipelajari, difahami, dan dijabarkan dalam rumus-rumus matematis yang sederhana. Berbagai fenoma yang tadinya terlihat dan dipersepsi tidak memiliki hubungan, melalui pendekatan keilmuan dapat dijelaskan kaitannya satu sama lain. Misalnya, keberadaan bulan ternyata mempengaruhi air pasang laut. Ibnu Khaldun bahkan melihat hubungan dan pengaruh kondisi alam terhadap karakter manusia.
Ilmu mampu menjelaskan berbagai hubungan dan pengaruh antara berbagai gejala alam dan manusia. Kemudian merumuskannya ke dalam berbagai teori. Teori-teori keilmuan mampu dan berfungsi menjelaskan hubungan dan pengaruh, meramalkan atau memprediksi akibat dari hubungan dan pengaruh, serta mengendalikan.
Ambilah contoh sederhana, ilmu merumuskan penjelasan hubungan antara posisi bulan dengan pasang surut air laut. Berdasarkan penjelasan itu bisa dibuat prediksi, bila musim penghujan tiba dan curah hujan sangat tinggi, serta posisi bulan akan mengakibatkan air pasang naik, maka diramalkan akan terjadi banjir besar. Atas dasar prediksi atau ramalan itu bisa diusahakan pengendalian dengan melakukan upaya-upaya sistematis untuk menambah kapasitas waduk-waduk penampungan air, menyediakan pompa air, mengungsikan penduduk yang berada pada dataran rendah, menyegerakan pembersihan sungai-sungai dari sampah dan sejumlah langkah lain.
Kemampuan ilmu menjelaskan, meramalkan dan mengendalikan inilah yang membuat manusia moderen sangat percaya pada ilmu. Banyak kemajuan yang dirasakan manusia berkat perkembangan ilmu, terutama terkait dengan kemampuannya menjelaskan berbagai fenomena alam.
Berkat perkembangan dan kemajuan ilmu serta kecanggihan teknologi, modernitas memberikan optimisme luar biasa pada manusia. Ilmu dan teknologi diyakini dan diharapkan mampu membantu manusia menghadapi alam yang semakin dimengerti dan bisa diprediksi.
Teknologi menyajikan robot-robot super canggih yang bisa mendeteksi dan mengsksplorasi baragam informasi dari lautan paling dalam dan planet Mars. Satelit-satelit super canggih mampu mendeteksi titik api di semua tempat di seluruh dunia, termasuk lahan dan hutan di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Papua yang sengaja dibakar.
Satelit-satelit itu bisa memantau pergerakan dan pencairan salju di kutub. Bahkan mampu memetakan isi kandungan bumi seperti batu bara dan minyak.
Data-data dari satelit itulah yang digunakan untuk mendeteksi dan memprediksi curah hujan, kecepatan angin, kelembaban udara, berbagai kemungkinan terjadinya angin topan beserta kecepatan dan kekuatannya. Itulah sebabnya di Amerika Serikat yang paling sering diserang angin topan, pemerintah dan masyarakat bisa bersiap diri menghadapi bencana angin topan. Karena itu jarang sekali terdapat korban jiwa.
Namun, ilmu dan teknologi memiliki keterbatasan. Sejauh ini belum memiliki kemampuan untuk dengan akurat memprediksi terjadinya gempa, tsunami, dan jatuhnya benda-benda langit. Khusus untuk erupsi gunung berapi, ilmu dan teknologi bisa menjelaskan dan memprediksi secara terbatas. Baru mampu membuat prakiraan dengan tingkat akurasi dan kepastian rendah. Bisa mendeteksi kegempaan dan kemungkinan terjadinya erupsi. Tetapi belum mampu memastikan kapan erupsi terjadi dan berapa kekuatannya. Itulah sebabnya saat terjadi Erupsi Gunung Merapi di Jogja yang terjadi dalam rentang waktu pendek dari satu erupsi ke erupsi berikutnya, dan lamanya rentang waktu terjadinya erupsi, ilmu dan teknologi mirip manusia bisu.
Begitupun saat Gunung Baru Jari di Lombok erupsi. Penjelasan dan prediksi lebih banyak diberikan setelah erupsi terjadi. Sampai saat ini erupsi terus meningkat, dan belum bisa diketahui kapan akan berakhir.
Manusia memang harus terus berikhtiar untuk memahami alam dan memanfaatkannya bagi kemaslahatan manusia. Ilmu dan teknologi adalah bentuk ikhtiar manusia untuk memahami dan memengaruhi alam secara positif. Namun, harus sepenuhnya disadari bahwa ilmu dan teknologi memiliki keterbatasan.
Keterbatasan ilmu dan teknologi pastilah berakar pada keterbatasn manusia sebagai penciptanya. Karena itu, menghadapi alam yang belum dan rasanya tak akan bisa dipahami secara tuntas, mendalam dan rinci, seyogianya manusia tetap rendah hati dan bersikap positif terhadap alam.
Kita harus belajar bagaimana arogansi para ilmuwan pada masa awal modernitas telah membawa petaka luar biasa. Jangan pernah lupa apa yang dikatakan kreator kapal Titanic beberapa saat sebelum kapal mewah itu berlayar. Ia tegaskan bahwa Tuhan pun tak dapat tenggelamkan kapal ini. Arogansi itu berakar pada keyakinan yang berlebihan terhadap ilmu dan teknologi. Kita semua tahu, bagaimana kesudahan kapal Titanic.
SUNGGUH, MANUSIA MERENCANAKAN, TETAPI ALLAH YANG MENENTUKAN, ANTARA LAIN MELALUI MEKANISME ALAM.
Selasa, 10 November 2015
ERUPSI BARUJARI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd