Menteri Pertahanan bertekad melaksanakan program Pendidikan Bela Negara. Meskipun ada pihak-pihak yang mempersoalkannya, program itu tetap dilaksanakan. Apapun argumentasinya, kita tidak dapat menolak apalagi membantah bahwa membela negara adalah kewajiban bagi setiap warga negara.
Sejak dulu, setiap warga negara yang menjalani pendidikan formal telah mendapatkan pendidikan yang merupakan bagian dari pendidikan bela negara yaitu pendidikan kebangsaan. Beragam nama digunakan untuk pendidikan kebangsaan. Keberagaman nama itu merupakan akibat tak terelakkan dari perubahan orientasi politik pemerintah. Itulah sebabnya isinya sama sekali berbeda antara rezim Sukarno dan rezim Suharto. Dalam masa yang panjang pada rezim Suharto, isi pendidikan kebangsaan itu juga terus berubah. Pastilah yang paling lama dilaksanakan adalah Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Saat itu nyaris semua orang diwajibkan untuk mengikutinya. Bahkan sering kali berulang-ulang. Anak muda masa kini sama sekali tak mengenalinya.
Pada tingkat pendidikan tinggi dahulu diajarkan Pendidikan Kewiraan. Banyak pengajarnya dari kalangan ABRI dan orang sipil yang telah dilatih. Pendekatan pembelajarannya sangat dogmatis ideologis. Nyaris tak ada ruang untuk pertanyaan kritis. Mahasiswa sekarang sama sekali tak mengenali dan mereka lebih tertarik pada pendidikan kewirausahaan.
Dulu juga ada Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa ( PSPB). Entah kenapa yang paling banyak dijelaskan adalah perjuangan ABRI dan Suharto pada masa serangan Jogja dan tragedi 1965. Padahal perjuangan bangsa ini dimotori dan diramaikan oleh perjuangan rakyat. Bukankah sebelum kita merdeka tidak ada tentara Indonesia? Rakyatlah yang berjuang.
Karena bertujuan menanamkan rasa kebangsaan agar bangga menjadi orang Indonesia, pendidikan kebangsaan itu selalu berisi tentang segala sesuatu yang hebat dan positif tentang Indonesia. Ada kisah panjang tentang kebesaran dan kehebatan kerajaan-kerajaan pada masa lalu. Keistimewaan letak Indonesia sampai disebut zamrud khatulistiwa. Juga dijelaskan tentang kekayaan dan keindahan alam Indonesia, serta keramahan penduduknya. Terdapat perkisahan tentang perjuangan sangat hebat para pahlawan melawan penjajahan.
Diharapkan melalui dan dengan pendidikan kebangsaan, setiap warga negara bangga menjadi warga Indonesia dan mencintai Indonesia. Dengan demikian tumbuh kesadaran dan keinginan kuat untuk membela dan memajukan Indonesia.
Seiring perjalanan waktu, telah terjadi banyak perubahan di Indonesia. Reformasi telah mengubah sistem politik yang didasarkan pada perubahan Undang-undang Dasar 1945 yang telah berkali-kali diamandemen. Perubahan itu sangat mendasar, antara lain terlihat dari pemilihan langsung kepala daerah dan presiden. Didirikannya Mahkamah Konstitusi yang memiliki kewenangan untuk menilai apakah konstitusi ditafsirkan dan dijabarkan dengan benar. Dengan demikian pemerintah tidak lagi bisa seenaknya menafsirkan dan menjabarkan konstitusi seperti yang dilakukan oleh rezim Suharto.
Berbarengan dengan itu telah pula terjadi berbagai kerusakan alam, baik disebabkan oleh bencana maupun eksploitasi yang dilakukan manusia. Serentak dengan itu telah pula terjadi pembanguan fisik besar-besaran yang sekaligus memunculkan pengaruh positif dan negatif, baik bagi alam maupun masyarakat.
Atas dasar kenyataan-kenyataan itu, perlu dirumuskan isi dan metode pendidikan kebangsaan yang baru dan berbeda. Dasarnya adalah kejujuran dan objektivitas.
Diharapkan dengan dasar kejujuran dan objektivitas, rasa kebangsaan yang ditumbuhmekarkan tidak berakar pada "cinta buta" terhadap tanah air dan bangsa Indonesia. Tetapi rasa kebangsaan yang berakar kuat pada analisis kritis, dan kemampuan menerima realitas dengan keterbukaan pikiran. Sehingga cara setiap warga negara menghadapi tantangan, hambatan, dan permasalahan bangsa menjadi lebih baik, terukur dan bertanggung jawab.
Pendekatan yang didasarkan pada kejujuran dan objektivitas memberikan informasi yang lebih akurat dan terbuka. Tak ada lagi sesuatu yang dengan sengaja disembunyikan untuk kepentingan tertentu. Tak ada tipu-tipu di antara kita. Tak ada lagi dusta.
Sebagai contoh, saat menjelaskan pemerintahan Sukarno dan Suharto tidak hanya berkutat dengan segala masalah dan kekurangannya. Ada kejujuran untuk mengungkapkan prestasi, kelebihan serta sumbangan positifnya bagi keindonesiaan. Pun menjelaskan masalah-masalah yang muncul saat pemerintahannya dengan penjelasan yang lengkap, rinci dan mendalam. Barulah menjelasakan kelemahan-kelemahan dan kesalahan tatakelola yang dilakukan sehingga menempatkan negara bangsa ini dalam beragam kesulitan.
Kita secara jujur dan objektif berani mengungkapkan beragam kelebihan dan kekurangan itu agar anak bangsa ini, terutama generasi mudanya, belajar dari kelebiham dan kekurangan para pemimpin bangsa pada masa lalu sebagai rangkaian sejarah yang utuh. Seperti yang pernah ditegaskan Sukarno, proklamator dan bapak bangsa ini, jangan pernah lupakan sejarah. Kita bisa bercermin pada sejarah untuk dapatkan yang terbaik. Ini kita lakukan agar bisa lebih baik daripada keledai yang tidak masuk lubang yang sama dua kali.
Kita jangan sampai mengulangi apa yang dilakukan Orde Baru terhadap Sukarno. Sukarno dihujat habis seakan tak ada kebaikannya. Seperti sejumlah orang yang memperlakukan Suharto. Semua pemimpin kita sejak sebelum Sukarno, angkatan Sukarno seperti Hatta, Syahrir, Tan Malaka, dan Natsir semuanya memiliki plus-minus dan telah memberikan kontribusi bermakna dalam perjalan bangsa. Begitupun halnya dengan Suharto, Habibie, Gus Dur. Megawati, dan SBY. Jokowi belum bisa dinilai secara lengkap karena masih dalam proses untuk berkontribusi pada keindonesiaan.
Dengan cara ini, pendidikan kebangsaan akan melahirkan warga negara yang mencintai bangsa ini secara mendalam karena didasarkan pada pemahaman empatis atas bangsa sendiri. Kecintaan mendalam inilah yang akan menjadi pemicu dan pemacu untuk secara tulus membela negara.
Bila membincangkan kekayaan alam, harus dijelaskan kekayaan alam apa saja yang kita miliki. Bagaimana kekayaan alam itu dieksplorasi bagi kepentingan bangsa dan negara, dan bagaimana pula kekayaan alam itu dieksploitasi untuk keuntungan segelintir orang. Bagaimana keterlibatan para pejabat dari tingkat bawah di daerah sampai tingkat atas di pusat kekuasaan Jakarta. Dengan demikian kita semua memahami apa dan siapa yang meyebabkan kerusakan alam Indonesia. Sehingga kita tidak menghujat dan memfitnah orang secara membabi buta.
Sebagai contoh pembakaran hutan dan lahan. Mengapa disebut pembakaran dan bukan kebakaran? Karena faktanya hutan dan lahan itu dengan sengaja dibakar. Kemudian setelah rata dengan tanah, ditanami kelapa sawit. Kita harus mendiskusikan secara terbuka, siapa saja yang terlibat. Siapa pengusaha yang memiliki lahan, siapa pejabat yang memberinya izin, dari partai politik mana? Dengan demikian kita bisa memastikan siapa dan partai politik mana yang sungguh berpihak pada rakyat, dan partai mana yang pura-pura pro rakyat. Jangan sampai terjadi, partai politik tertentu membuat pansus asap di DPR RI, padahal bupati yang memberi izin pembakaran lahan berasal dari partai yang sama.
Kita harus berani mengungkapkan seberapa parah sudah kehancuran alam kita karena dieksploitasi dengan cara yang sadis dan mengerikan. Apakah rakyat yang berada di sekitar tempat eksploitasi itu mendapatkan manfaat maksimal atau hanya menjadi korban. Dalam konteks ini kita harus berani secara terbuka mendiskusikan kasus Freeport di Papua dan berbagai eksploitasi di tempat lain seperti Aceh, Indramayu dan banyak daerah lain di Indonesia.
Hal yang sama harus dilakukan terkait dengan pelanggaran HAM. Kita harus berani mengungkap kejadian yang sesungguhnya. Memberi penjelasan yang jujur, objektif dan rinci. Terdapat banyak sekali pelanggaran HAM yang menyebabkan rakyat terbunuh dengan sadis. Mulai dari peristiwa 1965 yang sampai kini belum pernah dijelaskan secara objektif dan rinci. Juga pelanggaran HAM yang terjadi selama Pemerintahan Orde Baru yang dikomandoi Suharto. Selama semua pelanggaran HAM itu sengaja dibiarkan tak pernah jelas dan tidak diselesaikan secara tuntas, maka potensi untuk terjadi lagi sangat besar.
Berbagai konflik dan kerusuhan sejak jatuhnya Suharto dan rangkaian konflik yang mengikutinya mulai dari kerusuhan dan konflik Ambon, Poso, Sampit, sampai dengan beragam konflik di Sumatra dan tempat-tempa lain harus diungkapkan secara jujur, objektif dan rinci. Dengan demikian kita memahami penyebab, pemicu, pola, siapa pelakunya dan bagaimana konflik itu diselesaikan lengkap dengan rincian korban dan kerugian.
Cara yang sama juga digunakan untuk mengupas tuntas korupsi di Indonesia. Selama ini berkembang anggapan yang keliru pada sebagian masyarakat Indonesia. Mereka meyakini bahwa era Suharto adalah era Indonesia relatif bersih dari korupsi. Sebab nyaris tidak ada pejabat, apalagi pejabat tinggi yang terjerat kasus korupsi.
Bila pada era Suharto nyaris tidak ada berita dan pengadilan terhadap pejabat yang korup, itu tidak berarti tidak ada korupsi. Persoalannya adalah, rezim Suharto yang otoriter memiliki kemampuan dan kewenangan yang sangat besar untuk mengatur apapun, termasuk pemberitaan dan penegak hukum. Tidak sedikit dari kita yang masih ingat bagaimana sejumlah media massa diberangus karena memberitakan dugaan adanya praktik korupsi dalam pembelian kapal perang bekas milik Jerman Timur.
Kita harus ungkap secara terbuka semua kasus korupsi. Dengan demikian kita jadi paham tentang segala sesuatu terkait dengan korupsi di tanah air tercinta ini. Pemahaman mendalam tentang praktik korupsi dapat membantu kita untuk merumuskan cara-cara pencegahannya.
Bukankah banyak orang yang tadinya dikenal sebagai orang yang sangat baik, kemudian tersangkut kasus korupsi saat jadi pejabat. Kita harus tahu bagaimana proses sampai orang itu bisa tersangkut kasus korupsi. Pengetahuan itu bisa digunakan untuk mencegah agar jangan sampai terjadi lagi.
Lebih baik segala cerita buruk yang pernah terjadi di tanah air tercinta ini didiskusikan secara terbuka, jujur dan objektif. Karena kalau tidak dilakukan, siapa pun anak bangsa ini bisa mendapatkan informasi melalui internet. Cilakanya, informasi melalui internet belum tentu benar dan akurat. Oleh karena itu, lebih baik mereka dapatkan dalam pendidikan kebangsaan yang dengan sengaja dan sistematis mendidkusikan topik-topik itu.
Tentu saja berbagai cerita miring itu disandingkan dan dibandingkan dengan beragam pencapaian prestasi yang telah diraih dari setiap zaman. Dengan demikian, anak bangsa ini mendapatkan gambaran yang utuh, mendalam, jujur, objektif, dan rinci tentang tanah air tercinta.
Dengan cara seperti inilah rasa cinta tanah air ditumbuhmekarkan. Diharapkan mereka yang telah mendapatkan pendidikan kebangsaan dengan cara ini akan mencintai Indonesia dengan ketulusan, dan bersedia membela negara dengan semangat patriotisme yang kuat kokoh.
INDONESIA HEBAT BILA DICINTAI WARGANYA DENGAN TULUS.
Selasa, 10 November 2015
PENDIDIKAN KEBANGSAAN MELALUI KEJUJURAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd