Sabtu, 07 November 2015

MALAM LOMBOK

Masjid di Kota Mataram kebanyakan berukuran besar dan sangat besar. Apalagi yang terdapat di pusat kota yang merupakan masjid terbesar di Nusa Tenggara Barat. Bukan saja sangat besar, masjid itu sangat indah. Penuh cahaya lampu di malam hari. Menaranya yang tinggi  terlihat binar, bahkan dari tempat yang jauh. Binar karena di puncak menara terpasang lampu terang benderang.

Masjid-masjid lain yang berukuran besar juga diterangi lampu. Rasa-rasanya masjid-masjid di sini menjadi lebih indah pada malam hari. Apalagi sejumlah masjid menggunakan pendekatan arsitektur moderen, sehingga penempatan lampu dan pilihan warna lampu menjadi bagian dari asesori yang membuat keindahan lekuk-lekuk bangunan masjid menjadi sangat mempesona. Sungguh, Lombok adalah Pulau Seribu Masjid.

Tidak jauh dari masjid paling besar di Nusa Tenggara Barat itu ada semacam tempat nongkrong. Namanya Udayana. Tersedia wisata kuliner dengan gaya lesehan. Sangat berbeda dengan lesehan Malioboro Jogja yang memenuhi pinggiran jalan dengan ukuran tempat yang sempit. Tempat nongkrong lesehan di sini sangat luas. Di pinggir jalan ada sejumlah meja lesehan, di bagian belakangnya berjarak sekitar lima belas meter ada warung-warung yang menyediakan makanan. Tempat ini memenuhi pinggiran jalan, kanan-kiri.

Berbeda dengan lampu masjid yang terang benderang,  di Udayana lampunya remang. Di beberapa tempat, di meja-meja lesehan itu sengaja dipasangi lilin. Keremangan yang romantis.

Banyak keluarga nongkrong sambil makan dan bersenda gurau di tempat ini. Namun yang paling banyak adalah anak-anak ABG yang berpasangan. Ada yang berduaan, tidak sedikit yang berkelompok. Mereka memarkir motor di pinggir jalan dan nongkrong di tempat lesehan. Beberapa kelompok menikmati malam sambil bernyanyi, ada yang memainkan gitar. Di tempat yang lebih remang dan temaran, tidak jauh dari warung-warung makan lesehan itu, di pinggir-pinggir jalan, di seberang selokan, sejumlah pasangan tampak bermesraan. Jarak pasangan satu dengan pasangan yang lain dua sampai empat meter.

Kebanyakan ABG itu datang ke tempat ini berpasang-pasangan. Mereka duduk sangat rapat, beberapa tampak berpelukan dikeremangan malam. Semuanya terjadi di pinggiran jalan, tak jauh dari masjid yang sangat besar itu.
Beberapa pedagang yang diajak ngobrol bercerita. Pada malam minggu ada beberapa ABG wanita datang berkelompok, dua sampai empat orang. Mereka sengaja datang untuk mencari pasangan. Katanya, beberapa dari ABG wanita itu bisa "diajak jalan ke hotel" usianya 16 sampai dua puluh tahun.

Seorang tukang ojek yang saya traktir ngopi bahkan memiliki beberapa nomor kontak  ABG yang bisa diajak itu. Tukang ojek itu bilang asli Lombok. Ia menyebut harganya dan tempat yang bisa digunakan untuk pertemuan khusus. Saat beberapa nomor dikontak untuk pengecekan, benar saja, mereka bersedia diajak jalan.

Pedagang lain, wanita separuh baya berkerudung, mengungkapkan kekesalannya pada ABG wanita yang disebutnya orang jahat. Karena merusak suasana kekeluargaan Udayana. Ia tidak heran bila sekarang ada ABG yang bisa diajak ke hotel. Banyak orang datang ke Lombok mau senang-senang, tegasnya.

Ada tempat nongkrong lain. Agak jauh dari Udayana. Orang-orang menyebutnya jalan baru. Memang jalannya baru dibangun, aspalnya masih mulus dan trotoarnya sangat rapih. Lampunya terang benderang. Di kedua sisi jalan, di trotoar, banyak orang jualan lesehan. Kebanyakan mereka menjual minuman ringan, kopi, teh dan minuman dingin yang biasa dijual untuk anak-anak. Macam-macam merek dan jenisnya. Ada juga yang menjual makanan ringan, mie instan atau baso dan mie ayam.
.
Banyak pasangan nongkrong. Ada yang berduaan dan ada pula yang berombongan. Mereka nongkrong sambil ngobrol dan menikmati makanan serta minuman ringan. Banyak motor terparkir di pinggir jalan. Semakin malam yang nongkrong makin banyak.

Ada lima orang ABG wanita nongkrong ditemani seorang ABG pria. Umurnya berkisar 16 sampai dengan 18 tahun. Dua ABG wanita merokok bersama si ABG pria. Mereka ngobrol asyik, terdengar tawa yang meriah. Kelima ABG wanita mengenakan celana pendek yang sangat pendek dengan baju kaos.

Penjual mie instan, wanita berusia tiga puluhan, saat diajak bicara menjelaskan kelima ABG wanita itu sering datang ke tempat ini. Hampir setiap malam. Mereka senang bila diajak jalan-jalan. Maunya diajak ke Senggigi. Dia pernah melihat beberpa kali, ABG wanita itu dibawa orang yang datang dengan mobil.

Saat diajak berbincang, ABG wanita itu cepat akrab dan omongannya menjurus terus agar diajak jalan-jalan. Mereka bilang jalan-jalan enak jika naik motor. Secara terbuka mereka bilang asyik bila diajak jalan-jalan ke Senggigi. Banyak makanan enak di sana, ada cafe, resto dan karaoke. Mereka menyebut sejumlah nama kafe dan karaoke. Seorang diantaranya menyebut nama hotel transit. Rupanya Tiga ABG wanita masih sekolah, yang dua baru masuk SMA, yang satu sudah kelas dua SMA, yang dua lagi sudah tidak sekolah setelah tamat SMP. Sementara ABG lelaki sudah kelas tiga SMA.

Rumah mereka agak jauh dari sini. Mereka senang nongkrong di sini karena bisa dapat banyak teman. Tampaknya salah satu yang tidak sekolah orangya agak ceplas-ceplos. Dia menayakan apakah kami bermasud mengajak mereka jalan-jalan. Kalau tidak, ia minta supaya ditarktir makan dan minum. Saat ditanya jika diajak harus bayar berapa, ia menyebutkan jumlah tertentu.

TukanG ojek menjelaskan bahwa sekarang semakin banyak ABG yang berani seperti ini. Mereka mulai berani nongkrong di tempat terbuka. Lebih lanjut ia uraikan, dulu biasanya mereka tidak berani terbuka seperti ini, tetapi bisa dipanggil bila ada yang mau.

Tukang ojek melanjutkan, biasanya supir taksi tidak tahu tempat nongkrong ABG, mereka juga jarang yang tahu tentang ABG yang bisa melayani. Mereka hanya tahu cafe, panti pijat dan spa, serta tempat karaoke. Para tukang ojeklah yang kebanyakan tahu jaringan ABG nakal.

Perjalanan selanjutnya adalah menyusuri jalan ke arah Pantai Senggigi dari Kota Mataram. Sepanjang jalan terang lampu. Lampu warung pinggir jalan, rumah-rumah yang berjejer, resto, ruko, hotel, panti pijit dan spa, cafe, karaoke serta lampu jalanan. Semakin dekat ke pusat kegiatan di Pantai Senggigi, semakin banyak panti pijat dan spa, resto, toko, kafe, karaoke, diskotik, dan hotel. Terdapat sejumlah hotel transit.

Ada sejumlah cafe atau klub malam yang tergolong elit karena dipenuhi wisatawan asing. Banyak wisatawan asing bersileweran di banyak tempat. Ada cafe yang meyediakan musik hidup dan dj.

Pada sejumlah cafe atau klub dan karaoke banyak nongkrong ABG wanita. Bercampur antara ABG lokal dan yang datang dari Pulau Jawa. Sementara di karaoke yang berisi sebagian ABG wanita dan wanita yang berusia tiga puluhan, nyaris semuanya dari luar Lombok. Di panti pijat kebanyakan wanita di atas tiga puluhan dan mayoritas berasal dari Pulau Jawa.

Pantai Senggigi memang pusat hiburan, siang dan malam. Meskipun malam sangat bergairah di Senggigi, namun keadaannya tidak seramai dan seheboh di pusat-pusat hiburan malam di Bali. Semggigi lebih tenang dan sepi dibandingkan Kuta Bali.

Inilah fakta sebuah wilayah. Pemerintah bisa merencanakan dan membangun gedung mewah, menciptakan wilayah yang menjadi tujuan wisata, mendorong investor untuk terus membangun hotel, pabrik dan beragam fasilitas. Pemerintah juga bisa membangun jalan yang bagus, jembatan yang indah, bahkan membangun masjid yang sangat besar.

Namun, tak pernah mudah untuk membangun manusia. Bukan pejerjaan gampang mengarahkan dan mempersuasi manusia, terutama para remaja atau ABG, untuk tumbuh kembang menjadi manusia yang baik, bermoral dan hidup berdasarkan norma sosial yang standar.

Pembangunan yang dilakukan pemerintah sering kali mengandung paradoks. Di satu sisi pembangunan fisik dapat dilakukan dengan cepat, banyak tanah kosong bahkan pemukiman kumuh diubah menjadi indah dan mewah. Gedung-gedung mentereng tersebar di banyak tempat. Bersamaan dengan itu muncul dan tumbuh kembang individu dan komunitas yang entah terpengaruh langsung atau tidak dengan semua pembangunan fisik itu, yang justru menjauhi norma yang hidup dalam masyarakat.

Pembangunan sejumlah fasilitas fisik, sering kali justru dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk mengambil keuntungan dengan melakukan pelanggran norma. Sebutlah sebagai contoh pemanfaatan mal oleh para ABG untuk mejeng dan menjajakan diri.

Ada bagian dari pembangunan dan perkembangan masyarakat yang bisa direncanakan, dikelola dan diawasi pemerintah. Namun ada bagian yang sangat sulit dikendalikan yaitu pengawasan terhadap perilaku manusia. Inilah fakta kehidupan yang terjadi dimana pun.

Muncul dan berkembangnya kehidupan malam di Lombok merupakan cermin dan gunung es perilaku manusia dalam konteks sosial yang rumit. Kehidupan malam itu menegaskan bahwa pembangunan fisik tidak serta merta merupakan rekayasa sosial yang pasti membawa masyarakat ke arah perbaikan dan kebaikan. Semuanya menegaskan  bahwa

MANUSIA MEMANG MERUPAKAN PROBLEM YANG RUMIT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd