Mestinya terbang sore. Karena penundaan jadwal jadilah terbang malam menuju Mataram, Lombok.
Saat pesawat mulai menaik, Jakarta tampak sangat indah. Jutaan lampu aneka warna berkerlap-kerlip, bagai jutaan lampion yang digerakkan angin. Diantara lampu yang kerlip, terlihat jajaran lampu yang terus bergerak. Itu pasti kendaraan yang padat merayap di jalan-jalan utama Jakarta.
Terbang malam selalu indah. Sebab dapat kesempatan untuk menikmati binar jutaan lampu kerlap-kerlip warna-warni. Bagai lautan cahaya yang terus saja bergamit dalam kerlip. Kota besar memang membutuhkan listrik yang sangat banyak untuk bisa berfungsi dan tampak indah dari ketinggian. Sungguh, keindahan yang sangat mahal.
Pesawat terus bergerak. Cahaya lampu Jakarta semakin dijauhi dan mengecil. Akhirnya tak ada lagi yang dapat dilihat. Hanya kegelapan malam. Langit sungguh sangat gelap, tak ada bulan atau awan putih yang bisa memantulkan cahaya bulan. Secara teratur ada bias cahaya merah yang berasal dari lampu di bagian luar pesawat.
Agaknya pesawat tambah tinggi, dan pemandangan di luar makin gulita. Hanya ada sepi dan teka-teki malam.
Berada dalam pesawat, entah dibagian mana dari langit Indonesia dalam gulita malam, entah berapa tinggi diukur dari permukaan laut, sangat terasa betapa kecil dan rentan kita.
Kapan pun, entah dimana, entah karena apa, pesawat terbang yang merupakan mesin canggih ini bisa kehilangan arah, atau berhenti mesinnya atau tiba-tiba meledak. Kita bukan saja tak pernah tahu, bahkan tak pernah bisa kendalikan. Bepergian dengan pesawat terbang seperti pergi menyambangi kematian.
Pesawat terbang adalah mesin canggih yang dibuat dengan bantuan perhitungan matematika yang sangat akurat dan pemanfaatan fisika sebagai ilmu yang sangat mengedepankan kepastian. Pesawat terbang adalah sebuah contoh tentang kecerdasan dan keunggulan manusia mengatasi alam memanfaatkan ilmu dan teknologi.
Sejak pertama kali yaitu 17 Desember 1903, Wright bersaudara berhasil menerbangkan pesawat, pesawat terbang terus dikembangkan sehingga menjadi mesin canggih yang sangat membantu manusia. Pesawat terbang adalah lambang kemajuan manusia.
Meskipun pesawat terbang makin canggih, namun kecelakaan pesawat yang menyebabkan semua penumpangnya tewas masih kerap terjadi.
Kecanggihan teknologi dan akurasi ilmu tak pernah mampu dan bukan jaminan untuk keselamatan manusia. Pesawat terbang canggih yang telah dilengkepi sistem komputer cerdas yang bisa memprediksi cuaca, dan mendeteksi berbagai gangguan yang datang dari luar dan dalam pesawat, tetaplah produk manusia yang rentan. Abu vulaknik yang beukuran sangat kecil bisa membuat mesin pesawat meledak dan luluh berantakan. Sinyal liar dari telepon genggam yang lupa dimatikan atau games jarak jauh yang dimainkan dalam pesawat bisa membuat pesawat kehilangan arah.
Memang, dimana pun manusia bisa ketemuan dengan ajal. Sedang ngopi di rumah atau asyik nyanyi di karaoke. Namun, saat berada dalam pesawat yang ngambang di udara terbuka, entah di bagian mana dari langit terbuka, kematian jadi terasa begitu dekat.
Berada di ketinggian dan melongok keluar melalui jendela, malam hitam pekat. Sungguh terasa ngeri dan sepi. Jauh dari anak istri, sangat terasa sendiri. Sementara penumpang di bangku sebelah larut dalam mimpi sunyi. Terbang malam, benar-benar membangkitkan kesadaran betapa kematian begitu dekat, begitu akrab.
Data statistik menunjukkan bahwa kecelakaan pesawat lebih sedikit dibandingkan moda angkutan yang manapun. Tentu saja data statistik yang akurat berdasarkan fakta dan data penerbangan di seluruh dunia hanyalah sebuah cara untuk membuat simpulan sementara dan bisa memberi sedikit ketenangan bagi para pengguna pesawat.
Data statistik itu tetap tidak dapat memberi informasi tentang pola kecelakaan pesawat, meski bisa memberi informasi tentang penyebab kecelakaan pesawat. Itu artinya data statistik itu tidak dapat dijadikan dasar untuk memprediksi kapan, dimana, dan pesawat apa yang memiliki potensi mengalami kecelakaan pada masa depan. Artinya, kematian tetap menjadi misteri dan kecelakaan pesawat terbang tetap bisa terjadi kapan dan dimana pun, dengan penyebab apapun.
Oleh karena itu, jika harus terbang dengan pesawat, apalagi untuk bekerja bagi kepentingan orang banyak, bersilaturahmi dengan keluarga biologis atau sosiologis, beribadah ke tempat yang jauh seperti Mekah dan Vatikan, pergilah dengan keikhlasan dan kepasrahan. Semua kita pada akhirnya mati. Mati dalam pesawat atau bajaj tidak berpengaruh apapun kecuali pada besarnya asuransi yang diterima ahli waris. Bagi kehidupan setelah mati, atau kemungkinan saat reinkarnasi, sepenuhnya ditentukan oleh keikhlasan kita berbuat kebaikan. Jangan pernah takut naik pesawat karena takut mati. Bila kematian datang, ia datang dimana saja, kapan saja, dan kita tak pernah tahu.
Terbang malam kali ini juga mengingatkanku pada peristiwa isra' mi' raj yang dialami oleh Nabi Muhammad Saw. Pada kalangan tertentu terjadi perdebatan, apakah Nabi Muhammad Saw mengalaminya secara fisik atau rohani. Aku tak ingin memasuki perdebatan itu.
Nyata kurasakan apa arti terbang malam. Suasana gelap gulita diketinggian sungguh menancapkan kesadaran dalam kalbu, betapa kecil dan rentan manusia. Ia tak bisa menjadi penentu nasibnya, ia tak bisa berbuat sesuatu yang bermakna untuk keselamatan diri sendiri. Sungguh sangat terasa, kita bagai abu vulkanik dalam angin.
Saat seperti ini menjadi sangat terasa makna kehadiran Sang Maha Penentu. Kita, manusia, suka atau tidak, mengakui atau atau tidak, memang membutuhkan kehadiran dan pertolonganNya. Hanya kasih sayangNya yang membuat kita ada dan bermakna. Kita adalah makhluk yang berketergantungan dan membutuhkan tempat bergantung. Kita adalah keberadaan yang lemah dan tak berdaya.
Bila perjalanan isra' mi'raj itu kemudian menghadirkan perintah shalat, sepenuhnya itu merupakan keniscayaan. Karena kita adalah makhluk yang rentan dan tak berdaya, kita harus memasrahkan diri sepenuhnya padaNya. Kepasrahan itu harus secara nyata ditunjukkan dengan menghambakan diri padaNya, menujukkannya secara konkrit dengan ketundukan rohani dan fisik. Hanya padaNya kita tunduk, pasrah, menyerah dan memohon. Nasib kita sepenuhnya ada dalam genggamanNya.
KEMAJUAN ILMU DAN TEKNOLOGI TAK PERNAH BISA MENGUBAH HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK, YAITU HAMBA YANG HARUS TETAP TUNDUK PATUH PADA ALLAH.
Selasa, 10 November 2015
TERBANG MALAM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd