Selasa, 10 November 2015

BERBAHAGIALAH, MAS JAROT

Sangat lama ia menunggu. Ini cita-cita yang lama sekali baru dapat diraih. Saat usia 53, ia mengikuti prajabatan agar menjadi PNS. Tepat pada hari pertama, ia kollaps. Dibawa ke rumah sakit, langsung masuk ICU. Jumat, 6.11.2015, pukul 10 pagi, ia berpulang. Kembali pada Allah yang menciptakannya. Selamat jalan Mas Jarot.

Mas Jarot adalah sahabat kami. Ia salah satu yang tertua di antara kami. Karena itu kami memanggilnya mas. Sebenarnya panggilan mas bukan hanya menunjukkan bahwa ia salah satu yang paling berumur. Tetapi ia memang seorang senior, dalam arti sangat berpengalaman dan pantas diteladani.

Berbeda dengan teman-teman yang pada umumnya pernah mengenyam pendidikan tinggi, Mas Jarot hanya tamat sekolah menengah atas. Namun, semangat belajarnya sangat luar biasa. Ia seorang autodidak yang sulit dicari tandingannya.

Keseriusannya belajar membuat ia mampu membuat perencanaan keuangan yang akurat dan rinci dalam jumlah ratusan milliar. Ia sangat ahli dalam membuat rincian. Ia sama sekali tak pernah mengalami kesulitan bila terjadi gangguan anggaran seperti yang terjadi tahun ini. Anggaran terlambat dan harus dilakukan perubahan mendasar. Dengan sikapnya yang tenang, ditemani lagu-lagu merdu dari Mat Monro, Frank Sinatra, The Beatles sampai dangdut Pantura, ia duduk tekun menyelesaikan kewajibannya. Selalu tepat waktu dengan akurasi tinggi.

Mas Jarot adalah pekerja keras yang tak mengenal waktu. Aku selalu bilang bahwa ia gila kerja. Ia selalu bilang, merasa tidak enak hati bila kerjaan belum selesai. Ia sering memilih tidak tidur pada malam hari untuk selesaikan pekerjaan.

Konsekuensinya adalah ia terus merokok, ngopi dan menikmati banyak cemilan. Boleh jadi karena kebiasaan ini, Mas Jarot disandera diabetes dan asam urat, serta gangguan pernafasan. Namun, ia seperti tak peduli dengan semua penyakit itu. Ia melawannya justru dengan terus bekerja keras. Waktu kita tak banyak, kita dikejar target tahunan yang tinggi, jelasnya suatu saat.

Dalam kepenatan kerja yang membuat kami harus tinggalkan keluarga dan mukim berhari-hari di hotel, Mas Jarot menghibur dengan melantunkan suaranya yang merdu. Ia suka bernyanyi. Kini kami pasti rindukan suara indahnya.
Inilah misteri kematian. Kita tak pernah tahu sama sekali bagaimana maut bekerja, seperti apa mekanisme dan metodenya, apa indikator untuk menentukan siapa hari ini dan siapa besok. Boleh jadi, maut seperti mesin yang sudah diprogram dan hanya bergerak dan terus bergerak menjemput manusia nuju mati.

Di kantor, ada seorang pimpinan yang seringkali keluar masuk rumah sakit karena gangguan jantung. Ia lebih sepuh dibanding Mas Jarot. Kami memanggilnya bapak. Ia sendiri merasa akan "game over" karena terlalu sering masuk rumah sakit dalam keadaan yang sangat parah. Tetapi maut lebih memilih Mas Jarot. Pasti ada hikmah di balik peristiwa ini. Kita tak tahu dengan pasti, apa hikmah yang tersembunyi itu.

Mas Jarot telah mendapatkan kepastian. Hidupnya berakhir dengan indah. Ia kollaps saat menjalankan kewajiban, dan berpulang pada hari Jumat. Aku yakin ia mengakhiri hidup dengan baik, khusnul khotimah, amin. Kita tak pernah tahu, kapan dan bagaimana kita akan berakhir.

Mas Jarot memang selalu lekat dengan kewajiban. Akhir minggu sebelum wafat, kami melaksanakan tugas penilaian di sebuah hotel di kawasan Kelapa Gading. Saat akan membeli makanan pada malam hari, aku bertemu Mas Jarot di jalan, tidak jauh dari hotel, baru saja membeli makanan. Ia batuk hebat, sampai terhuyung-huyung. Aku nyamper dan memeluknya. Ia mengeluh dadanya sakit. Dalam perjalanan mengantarkannya ke hotel aku minta ia mengurangi rokok dan tidak usah ikut ke Makassar untuk tugas yang lain.

Ia bilang, sulit baginya menghentikan rokok. Lebih baik gak makan, mas, daripada gak ngerokok, katanya padaku. Saat kuminta supaya tidak usah ke Makassar. Ia menjawab, gak enak mas. Ini kan kewajiban. Mbak Icha yang belum sembuh aja tetap kerja, katanya. Malu dan gak enak mas, kalo gak ikutan, tegasnya.

Itulah Mas Jarot. Memenuhi kewajiban baginya merupakan keutamaan. Saat di Lombok, kudengar kabar Mas Jarot tetap jalan ke Makassar. Aku sungguh was-was karena sangat kurasa getar tubuhnya kala diserang batuk. Ia terlihat lemas dan tak berdaya.

Boleh jadi karena sangat mendahulukan kewajiban, ia kollaps dan akhirnya berpulang saat memenuhi kewajiban. Selamat jalan, Mas Jarot. Kami merindukan dan terus mendoakanmu. Semoga mendapatkan tempat yang baik dan indah di sisi Allah. Amin.

MAS JAROT ADALAH KETELADANAN UNTUK TERUS BELAJAR DAN BEKERJA KERAS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd