Minggu, 13 Maret 2016

NEUROSAINS DAN PENDIDIKAN

(Penghargaan bagi Prof. Dr. Conny R. Semiawan dan Prof. Dr. Ana Suhaenah Suparno, guru terbaikku dalam pendidikan)

Sejarah manusia memasuki babak baru. Setelah berhasil menjelajahi bulan dan planet Mars, kini manusia makin memahami dirinya berkat penjelajahan ke dalam otaknya sendiri. Pada masa lalu, penelitian otak manusia biasanya dilakukan pada orang yang telah mati atau orang yang mengalami cedera otak.

Kini, berkat teknologi canggih, penelitian terhadap otak bisa dilakukan terhadap manusia yang sedang menjalani aktivitas tertentu, misalnya menghafalkan rumus yang sulit atau sedang menciptakan sesuatu.

Dalam sejumlah penelitian, penyanyi terkenal Sting pernah dipindai otaknya saat menciptakan lagu dan membawakan nyanyian. Bisa terlihat dengan jelas bagaimana otaknya bekerja dalam kepaduan dan adanya bagian tertentu yang aktif dibandingkan bagian lain. Ternyata yang lebih aktif saat bernyanyi dan mencipa lagu merupakan bagian yang berbeda.

Para bikhsu Budha juga pernah dipindai otaknya saat bermeditasi. Ada perubahan sangat mendasar saat sang bikhsu memulai meditasi, kala bertahap menuju konsentrasi dan saat konsentrasi penuh. Ada bagian yang semakin aktif dan ada yang boleh dibilang mengalami relaksasi.

Penelitian juga bisa diarahkan pada bayi yang sedang tumbuh di dalam rahim, untuk mengetahui secara akurat dan rinci perkembangan otaknya. Sebagai hasilnya kini pemahaman terhadap otak manusia semakin mendalam dan rinci.

Penelitian Damasio dan LeDoux yang mendalam tentang otak telah menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang emosi manusia. Kini terbukti betapa pentingnya emosi bagi kebertahanan dan kelangsungan hidup manusia. Atas penelitian tentang otak emosi manusia, Goleman mempopulerkan Kecerdasan Emosional yang telah merubah pandangan bukan saja tentang kecerdasan, juga tentang manusia.

Temuan ini juga telah memengaruhi perkembangan pendidikan dan pembelajaran. Pembelajaran kuantum, antara lain ditopang oleh perumusan dan implementasi kecerdasan emosional. Begitupun pembelajaran kooperatif.

Roger W. Sperry berdasarkan penelitian terhadap otak penderita epilepsi, memperkenalkan belahan otak kanan dan kiri yang tenyata memiliki fungsi yang sangat berbeda. Ned Hermann melanjutkan penelitian dan merumuskan kuadran otak.

Herman membagi belahan otak menjadi belahan kanan atas dan kanan bawah, serta kiri atas dan kiri bawah yang memiliki fungsi-fungsi spesifik yang sangat berbeda. Pemahaman dan implementasi belahan dan kuadran otak ini telah mendorong revolusi pembelajaran di seluruh dunia. Kini disadari konsep, kompetensi, dan cara kerja yang berbeda tidak lagi bisa diajarkan dengan cara yang sama dan seragam.

Banyak kegagalan dalam penbelajaran ternyata berakar dari ketidakfahaman tentang sifat kodrati otak. Teori belahan dan kuadran otak membantu kita semakin memahami sifat kodrati otak.

Gardner berdasarkan penelitian yang lama tentang otak merumuskan kecerdasan majemuk. Meskipun sampai kini masih banyak pertanyaan dan keberatan yang diajukan oleh para ahli, namun konsep ini sangat membantu proses pembelajaran. Kini semakin disadari bahwa keberhasilan belajar anak didik juga ditentukan oleh identifikasi yang akurat tentang kecenderungan kecerdasan yang dominan pada anak, dan pada kecerdasan apa ia membutuhkan perhatian lebih untuk mengembangkannya.

Penelitian Gardner ini dipercanggih oleh Armstrong dengan konsep pelangi kecerdasan. Temuan ini sangat membantu merancang proses pembelajaran sesuai dengan tipe kecerdasan anak didik.

Penelitian tentang otak yang merupakan fokus utama neurosains semakin berkembang, rinci, dan mendalam. Bersamaan dengan itu pemanfaatnnya dalam bidang pendidikan dan pembelajaran juga makin meningkat. Ini terjadi karena berbagai temuan dalam neurosains sangat membantu untuk menumbuhkembangkan manusia yang merupakan fokus utama pendidikan.

Berdasarkan berbagai perkembangan yang dijelaskan di atas, tampaknya merupakan suatu keharusan untuk melakukan langkah-langkah praktis untuk pemanfaatan neurosains bagi peningkatan kualitas proses pembelajaran.

Karena pada hakikatnya neurosains memberikan perspektif baru tentang manusia dan bagaimana mengelola dan menumbuhkembangkannya melalui pendidikan. Neurosains diharapkan dapat memberi landasan bagi peningkatan kualitas proses pembelajaran, sebab memberi penjelasan yang semakin mendalam dan rinci bukan saja tentang otak manusia sebagai pusat kendali, juga bagaimana mengelolanya.

Atas dasar berbagai penjelasan di atas sejumlah pertanyaan dapat dirumuskan sebagai upaya untuk memanfaatkan neurosain dalam peningkatan mutu pembelajaran. Pertanyan tersebut antara lain,

1. Apa saja temuan mutakhir tentang otak dalam kajian neurosains?
2. Bagaimana memanfaatkan temuan mutakhir tentang otak untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran?
3. Model dan strategi apa saja yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran sebagai implementasi temuan mutakhir tentang otak?

Penelitian-penelitian tentang otak membuktikan bahwa otak akan semakin berkembang dan tajam jika digunakan secara baik dan tepat, bila terus dirangsang agar aktif. Sebaliknya otak akan layu atau kurang berkembang jika kurang digunakan atau pasif.

Secara fisik layunya otak ditandai dengan terputusnya berbagai jaringan syarat atau neouron yang telah tersambung di dalam otak karena belajar, pelatihan dan mengalami. Kini diketahui bahwa kecerdasan sesorang sangat ditentukan secara fisik di dalam otak bila terjadi jejaring neuron yang kompleks. Bukan hanya dari banyaknya jumlah neuron.

Konsekuensinya, pada semua tingkat pendidikan harus diusahakan agar yang paling banyak digunakan adalah metode dan strategi pembelajaran yang memicu dan memberi kesempatan bagi pembelajar untuk berpartisipasi secara aktif. Sebenarnya pada masa lalu sudah pernah disusun Kurikulum Pendekatan Proses. Salah satu perumusnya adalah Prof. Dr. Conny Semiawan yang merumuskan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Namun, karena negeri ini suka gonta-ganti kurikulum, Kurikulum Pendekatan Proses diganti. Jika dilihat rancang bangun Kurikulum 2013 dengan Pendekatan Saintifik, tampaknya konstruksi dan jabaran Kurikulum Pendekatan Proses dengan CBSAnya lebih baik dan lengkap.

Bila dikaitkan dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang sangat mengedepankan luaran (outcomes) dalam bentuk capaian pembelajaran berupa kompetensi yang fungsional dan bermakna, temuan neurosains tentang bagaimana proses berkembang dan layunya otak serta konsekuensinya dalam pembelajaran, sangat berguna untuk diimplentasikan. Oleh karena KKNI memang mengharuskan pemenuhan capaian pembelajaran lulusan yang nyata dan terukur.

Faktor lain yang dapat melayukan bahkan merusak otak, sering disebut dengan "terbakarnya syaraf atau synapsis otak" adalah stres. Stres memberikan dampak sangat buruk bagi otak manusia pada semua tingkatan usia. Pada anak-anak, dampak stres bisa lebih mengerikan. Bahkan ibu hamil yang mengalami stres berat dan berkepanjangan yaitu distres, bisa dipastikan bahwa bayinya akan mengalami kerusakan otak permanen.

Konsekuensinya, pembelajaran harus dilaksanakan dalam suasana menyenangkan yang memberi kesempatan pada pembelajar terlibat secara penuh, emosional dan intelektual, sebagai manusia utuh dalam proses pembelajaran. Kini telah sangat banyak metode dan strategi pembelajaran yang menyenangkan dan dapat melibatkan pembelajar secara penuh.

Secara konseptual melalui berbagai kebijakan, kita telah merumuskan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan dengan menyenangkan. Dokumen seperti kurikulum dan turunannya telah memuat dorongan dan keharusan untuk melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan.

Namun, dalam praktik pembelajaran sangat sulit diujudkan karena beberapa alasan. Alasan-alasan tersebut adalah:

1. Kemampuan para pengajar. Belum semua pengajar pada berbagai jenjang pendidikan memiliki kemampuan untuk mempraktikkan proses pembelajaran yang menyenangkan. Paling tidak hasil uji kompetensi para guru yang rendah pada semua aspek menegaskan itu. Hal yang sama juga terjadi pada tingkat perguruan tinggi.

2. Pada tingkat pendidikan dasar dan menengah hambatan utama adalah pelaksanaan Ujian Nasional (UN). UN telah membuat penyelenggara sekolah yaitu kepala sekolah dan guru hanya fokus untuk mencapai target UN yang telah ditetapkan para kepala daerah. Pemenuhan target itu pada kenyataannya telah merubah sekolah menjadi bimbingan tes berskala besar. Hanya fokus mempersiapkan siswa menjawab tes. Sekolah bukan lagi menjadi lembaga pendidikan yang memekarkan manusia. Namun telah menjadi bimbingan tes untuk mencapai lulus 100%. Sangat sulit untuk membangun suasana yang menyenangkan. Seringnya terjadi kesurupan massal menjelang UN adalah salah satu tanda sekokah telah menjadi tempat yang menyemaikan rasa takut dan stres. Tragis.

3. Tradisi mengajar yang sulit berubah. Kurikulum terus berganti menyodorkan beragama pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran mutakhir yang merupakan rumusan dari teori-teori baru termasuk yang didasarkan pada temuan baru dalam neurosains. Namun para guru susah berubah dan memilih metode ceramah yang paling mudah dilaksanakan.

Temuan lain yang juga dapat digunakan adalah hasil penelitian para ahli neurosains tentang pemerkayaan otak. Pada dasarnya temuan ini memperdalam temuan di atas tentang otak yang semakin berkembang dan semakin diperkaya bila diaktifkan melalui partisipasi aktif si pembelajar. Ada lima faktor yang dapat memperkaya otak yaitu kebaruan, tantangan, umpan balik, kebermaknaan dan rentang waktu.

Para pengajar pada berbagai jenjang pendidikan harus mampu terus menerus memperbarui materi yang diajarkan dan cara-cara mengajar. Dengan demikian para pembelajar bisa didorong untuk juga selalu mencari kebaruan karena merasakan secara langsung bahwa para pengajarnya selalu menampilkan kebaruan. Jangan pernah lupa bahwa keteladanan pengajar sangat memengaruhi si pembelajar.

Hal-hal baru sangat merangsang tumbuh kembang dan semakin memperkuat dan memperluas jaringan syaraf atau sinapsis dalam otak. Kebaruan bisa dikembangkan dengan banyak cara, misalnya memberi pengalaman-pengalaman baru dalam pembelajaran. Mulai dari kegiatan-kegiatan kecil seperti merotasi tempat duduk para pembelajar. Cara ini setidaknya bisa membuat siswa merasakan hal baru karena berada pada tempat yang berbeda. Memilih materi tertentu yang dipelajari tidak di kelas.

Kebaruan juga bisa berupa mendorong siswa mencari penjelasan-penjelasan dan contoh-contoh baru yang sama sekali berbeda dari contoh yang ada di buku dan contoh-contoh yang populer. Mendorong pembelajar memasuki pemikiran-pemikiran baru yang tidak biasa. Melihat dengan cara-cara baru. Misalnya, semua orang sudah terbiasa melihat iblis dan tuyul dengan cara negatif, coba cari nilai positif iblis dan tuyul yang bisa diteladani. Kebanyakan orang menghayati penyakit sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan, coba minta siswa menulis tentang manfaat penyakit yang positif.

Dalam mata kuliah Filsafat Ilmu, pada pertemuan pertama, saya memulai kuliah dengan meminta mahasiswa membuat 35 pertanyaan tentang kentut. Mereka pada mulanya tertawa ngakak dan menganggap ini pekerjaan mudah.

Biasanya setelah pertanyaan kesepuluh tampak mereka mulai serius. Akan semakin serius dan mengalami kesulitan pada pertanyaan selanjutnya. Seringkali pada pertanyaan ketiga puluh, mereka bisa menghasilkan pertanyaan yang semakin tidak biasa, kacau, juga filosofis. Ujungnya saya tegaskan, Anda secara nyata sudah berfilsafat. Mengajukan pertanyaan yang mendalam secara sistematis, bahkan mempertanyakan. Sekarang rumuskan sendiri apa itu filsafat?

Kadang mahasiswa diberi permainan ringan. Diminta membaca buku, tetapi posisi buku yang dibaca terbalik. Pasti sangat sulit, bisa membuat kepala pusing karena mata bekerja lebih keras. Namun sensasi ini memberi otak sebuah kejutan yang menyenangkan. Carilah berbagai permainan yang membuat pembelajar mengalami pengalaman-pengalaman baru.

Mendorong dan menciptakan kebiasaan-kebiasaan baru. Kebaruan sangat merangsang otak secara positif. Oleh karena itu para pembelajar harus dipicu untuk menciptakan kebiasaan-kebiasaan baru yang sangat bermakna bagi perkembangan dirinya agar terbentuk kebiasaan yang berfungsi dan bermakna dalam hidupnya.

Untuk semua mata kuliah yang saya ampu atau ajarkan, mahasiswa diwajibkan membuat tulisan setiap minggu yang dikirimkan melalui email. Mulai dari tulisan bebas satu sampai dua paragraf, sampai komentar kritis atas berbagai tulisan dan kejadian yang relevan dengan mata kuliah. Meskipun pada mulanya terasa berat bagi mereka, namun karena dilakukan secara rutin akhirnya, mahasiswa yang paling malas dan agak lambat pun bisa menulis.

Tentu saja semua bentuk-bentuk kebaruan ini akan efektif dan bermakna jika disesuaikan dengan usia pembelajar. Karena itu kebaruan yang ditawarkan bisa sangat beragam.

Faktor kedua yang sangat potensial memperkaya otak adalah tantangan. Jika kita tinjau dengan seksama sejarah panjang manusia, kemajuan-kemajuan yang diusahakannya merupakan upaya sadar untuk menjawab tantangan nyata dalam kehidupan.

Kemampuan manusia akan sangat meningkat bila bisa mengatasi tantangan nyata yang dihadapinya. Tampaknya ini merupakan hukum yang berlaku universal. Karena penelitian-penelitian neurosains semakin menegaskan kebenaran hukum ini, konsekuensinya harus dimanfaatkan secara maksimal dalam proses pembelajaran pada semua satuan dan jenjang pendidikan.

Para pendidik harus merancang dengan cermat tantangan yang diperhadapkan pada pembelajar. Bila tantangan terlalu ringan atau cemen, tidak akan berhasil membangkitkan semangat dan menimbulkan perasaan yang meremehkan. Sebaliknya tantangan yang terlalu berat bisa melahirkan perasaan kalah, gagal dan putus asa.

Tantangan memang harus direncanakan dengan tepat. Karena itu sangat penting untuk mengetahui dan memahami kondisi, karakteristik, dan sifat, serta sikap para pembelajar, agar tantangan yang diperhadapkan padanya tepat dan bermakna.

Dalam Mata Kuliah Bahasa Indonesia, pada pertemuan pertama saya meminta mahasiswa menulis apa saja, semaunya mahasiswa. Tidak ada persyaratan yang harus diikuti atau dipenuhi, yang penting menghasilkan tulisan.

Cara ini dilakukan agar semua keraguan, gangguan, hambatan dalam menulis bisa diatasi. Langsung mengalami menulis lebih baik dan tepat dilakukan daripada menjelaskan segala sesuatu tentang menulis. Mengalami langsung menulis merupakan tantangan tersendiri pada awal kuliah. Setelah tulisan jadi, dilakukan diskusi untuk menggali hambatan apa yang sungguh-sungguh dirasakan untuk menghasilkan tulisan? Mahasiswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan secara bebas hambatan-hambatan yang dialaminya.

Setelah itu secara bertahap dengan persyaratan yang terus meningkat, mahasiswa diminta menulis setiap minggu. Peningkatan persyaratan itu dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan tantangan secara terukur dan sistematis.

Tantangan yang diberikan harus terkait langsung dengan mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan. Tantangan itu harus merupakan bagian dari upaya untuk menumbuhmekarkan dan menajamkan kompetensi yang telah ditetapkan untuk dicapai.

Sebagai contoh lain, dalam Mata Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan sebagaimana mata kuliah lain, mahasiswa sekaligus diberikan Rencana Pembelajaran dan Panduan Tugas Mata Kuliah. Secara garis besar ada dua jenis penugasan. Dalam Rencana Pembelajaran, tugas-tugas diberikan agar mahasiswa memiliki kesempatan untuk mendalami pemahaman seluruh konsep yang ada dalam mata kuliah. Jadi sifatnya lebih intelektual-kognitif.

Sementara itu tugas-tugas dalam Panduan Tugas Mata Kuliah memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk menguasai keterampilan-keterampilan dasar meneliti yaitu melakukan observasi atau pengamatan, wawancara, analisis dokumen, dan membuat laporan pengamatan dan wawancara.

Penugasan untuk melakukan pengamatan, wawancara, analisis dokumen dan membuat laporan dilakukan dalam kelompok kecil 2-3 mahasiswa. Pada setiap tahap tugas-tugas itu terus ditingkatkan tantangannya. Pada mulanya melakukan pengamatan dan wawancara dengan komunitas yang relatif dikenal. Bila sudah mulai terampil akan ditugaskan ke kelompok yang lebih sulit untuk dimasuki. Begitulah seterusnya. Tugas-tugas itu secara terstruktur ditingkatkan tantangannya tahap demi tahap.

Faktor berikutnya yang dapat memperkaya otak adalah umpan balik. Dalam proses pembelajaran harus dipastikan ada umpan balik kepada para pembelajar dalam berbagai bentuk. Mulai dari memuji secara langsung hasil kerja pembelajar yang baik, atau melakukan koreksi terhadap kesalahan. Segera mengembalikan tugas dan hasil ujian atau tes.

Mengapa umpan balik penting? Bila pembelajar mengerjakan tugas atau tes dengan benar, umpan balik yang bersifat memuji akan mempekuat kebenaran yang telah terekam dalam memorinya. Sekaligus memberikan rasa senang dan nyaman yang bisa mendorongnya untuk lebih giat belajar dan merasa bahwa apa yang dikerjakannya dihargai dan bermakna.

Jika pembelajar melakukan kesalahan, umpan balik yang bersifat memperbaiki membangun kesadaran dan pemahaman bahwa ia belum benar dan harus memperbaiki. Dengan demikian konsep yang salah atau kesalahan itu tidak tertanam dalam memori jangka panjangnya. Sangat berbahaya bila ia terus menerus hidup dengan kesalahan yang dibiarkan.

Faktor berikutnya adalah kebermaknaan. Sejatinya semua makhluk sangat berkehendak agar keberadaannya bermakna. Bukan hanya untuk dirinya, juga orang lain. Karena itu dapat ditegaskan bahwa semua manusia tanpa terkecuali memiliki dorongan kuat untuk bermakna, KEHENDAK UNTUK BERMAKNA.

Banyak cara untuk mewujudkan KEHENDAK UNTUK BERMAKNA. Dalam proses pembelajaran, para pembelajar harus memahami dan merasakan apa makna mata pelajaran atau mata kuliah yang sedang diikutinya bagi hidupnya.

Para pembelajar harus diberi pemahaman dan dibangun kesadarannya terkait dengan makna mata pelajaran atau mata kuliah. Bukan saja kebermaknaan yang bersifat teknis seperti mendapatkan nilai yang baik, bertambah pintar, dan  bisa naik kelas atau selesai dalam jenjang pendidikan yang sedang dilaluinya.

Melampaui kebermaknaan yang teknis itu, dibangun kesadaran tentang kebermaknaan bagi hidupnya pada kekinian dan keakanan, pada masa kini dan masa depan dalam hidup nyata. Di samping itu juga penting memekarkan kesadaran tentang makna mata pelajaran atau mata kuliah itu bagi pembentukan sejumlah sifat dan sikap yang sangat menentukan hidup si pembejar dalam dunia nyata. Misalnya, bagaimana matematika bisa membangun sifat teliti dan jujur.

Bila para pembelajar tidak dibangun kesadarannya tentang kebermaknaan mata pelajaran atau mata kuliah, terutama kebermaknaan bagi hidup, ia akan menjalani pembelajaran secara mekanis, seperti membayar hutang saja. Kebermaknaan membuat apa yang didapatnya dalam proses pembelajaran lengket tertanam dalam memori jangka panjang si pembelajar.

Otak menyimpan dalam memori jangka panjang pengalaman-pengalaman hidup yang bermakna. Itulah sebabnya meski sudah berlalu lebih dari tiga puluh tahun, banyak orang tidak bisa melupakan kenangan bertemu pertama sekali dengan orang yang kini menjadi pasangan hidupnya. Kenangan itu bisa diuraijelaskan dengan rinci dan lengkap. Namun, orang tersebut tidak dapat mengingat kegiatan rutin yang dialami sebulan yang lalu. Inilah cara kerja alami otak terkait dengan kebermaknaan.

Faktor kelima yang sangat bisa memperkaya otak adalah rentang waktu. Artinya otak tidak bisa diperkaya dengan cara-cara instan. Ada proses, tahapan, jenjang, urutan, dan langkah demi langkah yang harus dilalui.

Dalam kehidupan nyata sudah terbukti bahwa semua yang instan lebih banyak bahayanya daripada kegunaan dan keuntungannya. Semua makanan instan bila dikonsumsi terus menerus dalam jangka panjang bisa memunculkan berbagai penyakit. Kloning yang merupakan cara instan untuk mengembangbiakkan domba ternyata menghasilkan domba yang lemah dan gampang diserang penyakit.

Begitupun halnya dengan otak. Otak membutuhkan waktu untuk menyerap, mengolah, memanfaatkan dan membermaknakan informasi yang diterimanya. Gerakan refleks yang muncul bila kita berada dalam bahaya merupakan informasi yang tidak sampai ke otak. Hanya sampai batang otak kemudian direaksi dengan cepat. Otak lebih bersifat responsif daripada reaktif.

Itu artinya dalam proses pembelajaran semua pengajar harus membuat rencana pembelajaran yang tersistem, terstruktur, dan terukur bukan saja terkait dengan tingkat kesulitan pelajaran, juga rentang waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penyusunan rentang waktu yang akurat sangat menentukan keberhasilan proses dan hasil-hasil pembelajaran. Terutana terkait dengan langkah-langkah dan pentahapan untuk memahami dan membermaknakan pembelajaran.

Instanisme adalah musuh utama pendidikan yang baik, bermutu, dan bermakna. Pendidikan adalah proses yang direncanakan dalam rentang waktu. Ini sesuai dengan kodrat alami otak yang membutuhkan waktu untuk mencerna dan memaknai informasi yang kita peroleh. Tentu saja kemampuan dan waktu yang dibutuhkan setiap orang tidak selalu sama. Ada yang cepat, sedang, dan lamban. Namun, semuanya membutuhkan waktu.

Bila temuan para ahli neurosains di atas diperhatikan dan diujudnyatakan dalam proses pembelajaran yang nyata, diharapkan proses pembelajaran akan sesuai dengan kodrat alami otak, dan hasilnya akan bagus. Tentu saja tidak akan ada gunanya jika hanya dipelajari sebagai upaya untuk memahami pembelajaran, proses dan hasilnya.

Eric Jansen yang sangat banyak menulis buku tentang sumbangan neurosains terhadap pembelajaran menyatakan ada tujuh hal yang memengaruhi pembelajaran yaitu: gen, sifat dan tempramen, pengalaman, nutrisi, prapembelajaran, teman, dan disfungsi otak.

Setiap manusia memiliki kode gen yang berbeda, meskipun merupakan saudara kandung. Manusia tidak pernah tahu bagian gen yang mana dari orang tuanya yang diturunkan pada anaknya. Tetapi yang pasti ada bagian gen orang tua yang ikut serta membentuk sang anak.

Ada manusia yang secara genetis berIQ tinggi karena kedua orang tuanya berIQ tinggi. Banyak sifat bawaan yang memang diakui keberadaannya. Karena itulah ada anak yang disebut pintar seperti ayahnya dan baik seperti ibunya. Intinya adalah bahwa setiap anak itu unik dan berbeda. Tidak dapat diperlakukan sama persis dengan cara yang sepenuhnya satu dan seragam. Meskipun misalnya pembelajaran dikelola secara klasikal, keunikan atau kekhususan pembelajar hendaknya diperhatikan.

Dulu diyakini bawaan gen itu bersifat tetap. Ternyata hasil-hasil penelitian mutakhir menunjukkan ada potensi untuk berubah. Hal ini sama dengan sifat alami otak. Dulu diyakini otak orang dewasa itu matang dan mantap, tidak lagi dapat berubah. Ternyata hasil- hasil penelitian terbaru membenarkan sifat plastisitas otak. Artinya otak dapat berubah jika diusahakan secara sistematis.

Perubahan-perubahan pada gen dan otak bisa diusahakan dengan menciptakan proses belajar yang memberi kesempatan pada pembelajar melakukan hal-hal baru, tantangan yang terukur, menciptakan kebiasaan-kebiasan baru yang positif misalnya biasa dan ketagihan membaca.

Sangat penting bagi perkembangan diri para pembelajar sebagai manusia utuh, tidak hanya memekarkan kognisinya, untuk memperhadapkannya pada tantangan dalam dunia nyata. Tentu saja terkait dengan mata pelajaran dan tingkat usia.

Pelajaran matematika agaknya akan semakin menarik bila juga dilakukan dengan cara membawa pembelajar ke tempat-tempat yang menggunakan matematika atau hitung-hitung sebagai kegiatan utama. Jadi jangan hanya mengajarkan matematika di dalam kelas dengan cara yang kering dan membosankan. Guru secara bersama-sama bisa merancang program sehingga saat para pembelajar mengunjungi pasar atau supermarket misalnya, sejumlah konsep, sikap, dan keterampilan dari sejumlah mata pelajaran dikerjakan sekaligus. Tentu saja cara ini merupakan salah satu contoh bagaimana secara sistematis memengaruhi perubahan gen dan otak ke arah yang semakin positif.

Dengan demikian kita tidak terpaku dan jatuh pada pandangan deterministis, bahwa jika pembelajar diketahui memiliki gen yang kurang bagus dari orang tuanya maka dia tidak bisa lagi diubah dan pasti gagal. Begitu pula sebaliknya, bila pembelajar berhasil selalu dikaitkan dengan mengatakan, pembelajar itu berhasil karena orang tuanya juga pintar.

Dalam kaitan ini kesempatan yang sama harus diberikan pada pembelajar yang memiliki sifat bawaan atau gen yang baik untuk berkembang. Begitu juga bagi pembelajar yang diduga memiliki gen yang kurang baik. Intinya gen memengaruhi proses pembelajaran secara positif dan negatif. Namun, para pendidik tidak menjadikannya sebagai alasan bagi kegagalan. Justru bisa dimaksimalkan dengan cara-cara yang terencana dan terukur.

Penentu berikutnya adalah sifat dan karakter. Semua pembelajar pada tingkat apapun, pada umur berapa pun saat datang ke lembaga pendidikan bukanlah "gadget yang kosong". Mereka adalah "gadget yang telah berisi beragam program". Semakin bertambah usianya maka programnya semakin bertambah pula. Salah satu isi program itu adalah sifat dan karakter.

Keduanya tidak sepenuhnya merupakan bawaan gen atau bentukan lingkungan terutama lingkungan keluarga. Keduanya merupakan campuran dari gen dan pengasuhan. Ada pembelajar yang introvert, terdapat pula yang ekstrovert. Ada yang pemalu, ada pula yang pemberani. Ada yang santun dan sangat peduli, terdapat juga yang cepat naik pitam dan kurang bisa kendalikan diri.

Sifat dan karakter yang telah tertanam dalam sistem otak sebagai hasil sintesis gen dan pengasuhan sangat memengaruhi pembelajaran. Pembelajar yang pendiam kadang terasa memberi keuntungan dalam sistem klasikal. Namun bisa saja membuat gurunya kurang sabar sebab sangat lambat mengerjakan tugas. Sedangkan yang suka membuat keributan sangat cepat mengerjakan tugas-tugas dan selalu meminta tugas tambahan. Inilah realitas pembelajaran. Tidak ada pembelajaran yang diikuti hanya oleh pembelajar yang sifat dan karakternya semuanya positif atau semuanya negatif.

Para pendidik seyogianya menyadari, sifat dan karakter itu tertanam di dalam otak. Karena otak tidak hanya berisi dan mampu mengolah hal-hal yang besifat intelektual. Di dalam otak ada sistem limbik yang biasa disebut otak emosi. Sifat dan karakter yang dikelola di dalam otak sebagai pusat pengendali merupakan sistesis dari banyak bagian otak, bahkan dengan batang otak.

Sifat dan karakter merupakan campuran dari bawaan dan pengasuhan. Karena itu pastilah bisa diubah jika negatif dan dipertahankan serta terus dikembangkan bila positif. Karena sifat dan karakter yang negatif seperti suka mengganggu teman, kurang percaya diri, tidak menghargai orang lain, pastilah akan sangat mengganggu pembelajaran. Sebaliknya sifat dan karakter yang positif seperti berdisiplin, suka bekerja keras, sabar dan mau bekerjasama akan sangat membantu pembelajaran.

Sangat penting untuk memerhatikan keberagaman sifat dan karakter ini. Dengan demikian dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran keduanya sungguh sangat diperhatikan agar bisa dikelola bagi pembelajaran yang bermutu. Mengabaikan keduanya pastilah akan sangat mengganggu proses pembelajaran.

Coba perhatikan dengan teliti bagi siapa pun yang pernah terlibat dalam pembelajaran di kelas. Ada dua anak yang menunjukkan aktivitas yang sama yaitu mengganggu temannya yang sedang mengerjakan tugas di kelas. Bentuk gangguan yang ditunjukkan juga sama yaitu melempar kertas ke teman yang berisi komentar yang meledek atau mengganggu teman.

Meskipun aktivitas mengganggunya sama, tetapi lahir dari dua pembelajar dengan sifat dan karakter yang berbeda terkait dengan tingkat kecerdasannya. Pembelajar pertama mengganggu temannya karena tugas yang diberikan guru telah diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat. Sementara teman-temannya masih sangat serius mengerjakan tugas itu. Ia mulai bosan dan iseng mengganggu teman-temannya.

Sedangkan pembelajar kedua mulai frustrasi karena tidak dapat mengerjakan tugas itu sama sekali. Ia mulai frustrasi. Ia berfikir, daripada hanya aku yang dihukum tidak dapat mengerjakan tugas, lebih baik mengganggu teman-teman agar tidak dapat menyelesaikan tugas seperti aku. Bila dihukum ya dihukum ramai-ramai.

Fakta seperti ini mengharuskan pengajar sangat memperhatikan dan memperhitungkan sifat dan karakter si pembelajar agar dapat merancang pembelajaran yang baik dan bermakna. Pengabaian sifat dan karakter si pembelajar pasti sangat berpotensi mengganggu pembelajaran.

Seperti sifat dan tempramen, setiap pembelajar telah mengalami banyak pengalaman sebelum mengikuti pembelajaran. Pengalaman itu bisa memengaruhi pembelajaran secara positif atau negatif. Pembelajar yang memiliki pengalaman positif dan menyenangkan saat mengikuti pembelajaran pada masa lalu, boleh jadi akan memiliki pemikiran dan semangat yang positif kala mengikuti pembelajaran yang kini dijalani. Sedangkan yang sebaliknya juga bisa terjadi.

Pembelajar yang memiliki pengalaman buruk terhadap mata pelajaran tertentu, mungkin merasa trauma dan sudah merasa tidak nyaman dan frustrasi saat mengikuti pelajaran yang sama pada tingkat yang lebih tinggi dengan guru yang berbeda. Ada pula pembejar yang memiliki pengalaman tidak menyenangkan dengan pengajar  bertipe atau memiliki karakter tertentu. Pengalaman buruk ini sangat potensial membuatnya tidak nyaman saat bertemu dengan guru dengan tipe yang sama.

Inilah bukti bahwa pengalaman bisa menjadi penjara yang buruk, di samping sebagai guru yang baik. Mengapa bisa terjadi seperti ini?

Karena ada mekanisme di dalam otak yang membuat banyak pengalaman baik dan buruk tersimpan dalam memori jangka panjang dan sangat susaha dilupakan, apalagi dibuang. Ini terjadi karena otak sangat sensitif terhadap pengalaman yang di dalamnya ada bobot emosi yang sangat besar atau kuat. Tidak peduli emosi itu positif atau negatif. Pengalaman biasa yang tidak disertai emosi yang kuat biasanya tidak sampai tersimpan lama dalam memori.

Pembelajaran harus memanfaatkan pengalaman yang baik dari para pembelajar, dan mengelola serta mengolah pengalaman buruk agar tidak mengganggu proses belajar dan hasilnya. Pengalaman memang sangat memengaruhi pembelajaran.

Faktor lain yang memengaruhi adalah nutrisi, baik dalam jengka pendek maupun panjang. Karena nutrisi merupakan sumber bahan dan energi bagi tumbuh kembang manusia secara fisik. Bila mengalami kekurangan nutrisi dalam jangka panjang, manusia akan mengalami hambatan pertumbuhan. Efek buruk kekurangan nutrisi pada otak sangat kuat. Otak tidak dapat berkembang dan berfungsi dengan baik bila manusia mengalami nutrisi dalam jangka panjang.

Bahkan dalam jangka pendek pun, kekurangan nutrisi sangat mengganggu fungsi otak. Bila tidak sarapan pagi saat mengikuti pembelajaran, sekitar pukul sembilan si pembejar mulai terganggu. Ia tidak dapat berkonsentrasi dan kurang menangkap materi yang diberikan. Karena otaknya tidak dapat berfungsi secara optimal.

Ketidakberfungsian itu terjadi karena tidak ada "bahan bakar" otak untuk bekerja. Untuk dapat bekerja dan berfungsi dengan baik otak membutuhkan glukosa, oksigen dan zat-zat lain. Glukosa dan zat-zat lain berasal dari asupan nutrisi yang berasal dari sarapan pagi.

Sebaliknya, bila sarapan pagi dengan menu yang mengandung kemak berlebih, otak juga tidak dapat berfungsi dengan baik. Karena sistem metabolisme bekerja keras mengolah lemak itu yang menyebabkan kita mengantuk.

Selama mengikuti pembelajaran harus diusahakan para pembelajar cukup minum air mineral agar seluruh fungsi organ-organ tubuh berjalan baik karena tidak kekurangan zat cair. Penataan ruang juga harus diperhatikan agar oksigen bisa diperoleh pembelajar dengan maksimal.

Pentingnya nutrisi untuk tumbuh kembang dan kecerdasan anak inilah yang membuat Jepang, Israel dan negara-negara maju merancang program sistematis bagi semua rakyat, terutama anak-anak yang sedang tumbuh kembang. Pemerintah sangat menjaga ketersediaan, dan distribusi bahan-bahan pokok dengan harga terjangkau. Malaysia dan Singapura sampai menetapkan indikator dan mekanisme agar harga-harga bahan pokok tidak bisa melonjak tinggi seperti di negeri kita tercinta.

Penentu berikutnya adalah prapembelajaran. Para pembelajar akan berhasil dalam pembelajaran bila saat terlibat dalam pembelajaran ia dalam kondisi sehat, bersemangat, termotivasi, nyaman, menyenangkan, dan berniat untuk mendapatkan yang terbaik. Dengan demikian fikiran dan perhatiannya bisa fokus dan berkonsentrasi untuk mengikuti pembelajaran.

Jika situasinya sungguh rileks dan menyenangkan maka otaknya siap untuk berkinerja secara optimal. Sebaliknya bila si pembelajar merasa tertekan, kurang istirahat, ada beban, merasa terganggu misalnya karena saat hendak pergi sekolah orang tuanya perang mulut di rumah atau ia bertengkar dengan kakak atau adiknya. Sulit bagi otaknya untuk bisa fokus.

Agaknya kebanyakan kita memiliki pengalaman, mendengarkan lagu yang kita sukai pada pagi hari sebelum pergi sekolah, dan lagu itu lagu yang positif. Saat di jalan ketika lagu itu tidak lagi terdengar, kita menyanyikan kembali lagu itu dalam benak. Kondisi itu mendatangkan rasa nyaman. Kala mengikuti pembelajaran kita merasa santai dan mudah fokus.

Sebaliknya bisa terjadi. Ketika berangkat ke sekolah, motor yang mengantar di senggol orang dan ada pertengkaran kecil. Meskipun yang bertengkar bukan kita, tetapi pengantar yang membawa motor dengan yang menyenggol, boleh jadi suasana tak enak itu terbawa saat kita mengikuti pelajaran. Bisa jadi sepanjang hari.

Oleh karena itu sangat penting bagi para pengajar tidak buru-buru masuk ke pelajaran, apalagi jika pada jam pertama. Perlu melakukan pengkondisian agar semua pembelajar siap memasuki pembelajaran dengan fikiran positif dan semangat yang tinggi. Mulailah dengan doa, dan mengucapkan ungkapan-ungkapan yang positif, yang mendorong para pembelajar menjadi positif, bersemangat dan fokus.

Selanjutnya, yang bisa ikut dan sangat berpengaruh terutama pada pembelajar yang sedang tumbuh mekar adalah teman. Apakah si pembelajar memiliki teman yang selalu positif, peduli dan saling memperkuat untuk bersemangat menghadapi pembelajaran atau sebaliknya?

Interaksi dengan teman, terutama teman-teman sebaya sangat berpengaruh karena sangat berkaitan dengan perasaan yang dimunculkannya. Bila kumpul bersama teman-teman yang menyenangkan dan selalu memiliki tujuan baik bersama pasti akan mendatangkan semangat dan persaan atau emosi yang positif.

Mengapa bisa begitu berpengaruh? Karena ternyata berdasarkan penelitian LeDoux yang kemudian dikembangkan oleh Golleman otak emosi manusia sangat kuat memengaruhi otak berfikirnya. Sistem limbik yaitu otak emosi sangat memengaruhi bahkan bisa membajak neokorteks atau otak berfikir.

Itulah sebabnya selalu terbukti, para pembelajar remaja bila terjebak pada berbagai perbuatan yang tidak benar seperti kecanduan narkoba, sebagian besar disebabkan oleh pertemanan yang tidak baik dalam kelompok teman sebaya. Bagaimana ia bisa fokus mengikuti pembelajaran bila teman-teman atau anggota "gank" nya tidak muncul di kelas?

Sebaliknya, para pembelajar yang berkumpul dengan teman-teman yang baik dan positif akan terbawa pada aura positif itu. Teman, terutama teman sebaya memang sangat memengaruhi.

Dulu, sewaktu remaja, emak atau ibuku selalu katakan, lebih baik tidak punya teman daripada berteman dengan orang yang salah, atau berteman dengan cara yang salah. Terbukti sejumlah temanku yang berteman dengan orang yang salah atau berteman dengan cara yang salah, sungguh-sungguh tidak melanjutkan pendidikannya sampai SMP atau SMA karena mengikuti pola dan jalan hidup yang salah. Jadi, penyebabnya bukan tidak ada biaya, tetapi karena salah berteman.

Penentu berikutnya adalah disfungsi otak. Sangat banyak jenis dan derajat disfungsi otak. Mulai dari kekurangan nutrisi karena tidak sarapan pagi atau disebabkan kuran tidur, sampai disfungsi otak yang disebabkan oleh kerusakan permanen.

Otak adalah organ yang paling rumit, adaptif dan juga rentan. Bila seorang ibu hamil mengalami stres berkepanjangan atau distres, otak bayi yang dikandungnya bisa rusak secara permanen karena kekurangan pasokan oksigen. Begitupun jika kekurangan nutrisi. Lingkungan yang buruk juga membuat otak disfungsi. Pengasuhan yang tidak baik sangat potensial membuat disfungsi otak karena anak sejak kecil dibiasakan melakukan berbagai aktivitas yang tidak positif seperti makan berlebihan, kurang istirahat dan terlalu banyak menikmati makanan pabrikan.

Disfungsi otak kebanyakan memang terkait dengan aspek biologis otak seperti otak yang ukurannya di bawah normal, jaringan neuronnya tidak berkembang, atau kemasukan virus. Juga karena kelainan gen seperti autis. Namun, disfungsi otak bisa juga dikarenakan persoalan psiklogis, seperti anak yang tidak diperhatikan, diperlakukan atau mengalami kekerasan dalam pengasuhan, dan pengabaian yang akut.

Para psikopat biasanya adalah orang yang secara inteletual cerdas dan sangat cerdas. Namun, ada masa dalam pengasuhan, ia mengalami pengalaman buruk yang memengaruhi sistem otaknya. Akhirnya otaknya mengalami disfungsi akut yang membuat ia menjadi pembunuh sangat kejam.

Maknanya, disfungsi otak sangat memengaruhi pembelajaran. Para pendidik harus mengetahui dengan pasti dan rinci pembejar yang mengalami disfungsi otak agar tidak salah dalam mengelolanya. Ada pembelajar yang sangat sulit belajar matematika namun sangat kuat memorinya untuk menghafal. Sementara itu ada pula yang termasuk pembelajar yang lambat dan sangat lambat, susah berkonsentrasi, dan sulit kendalikan diri. Semua ini adalah contoh-contoh tampakan luar dari disfungsi otak.

Para pembelajar yang mengalami disfungsi otak harus dilayani dengan perhatian lebih dan tidak boleh dikucilkan karena berbagai kekurangannya itu. Semua anak dalam perspektif neurosains harus mendapat perhatian dan perlakuan sesuai dengan potensi dan kondisi kemanusiaannya secara utuh.

NEUROSAINS TELAH TERBUKTI SANGAT BERGUNA BAGI PENDIDIKAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd