Jumat, 06 Desember 2013

RAT U

Anak muda memang kreatif. Mereka kerap kali menciptakan berbagai hal sebagai bentuk ungkapan kreativitasnya. Salah satunya adalah menciptakan penulisan kata dengan cara yang tidak biasa seperti AN3LAU, MA3YA, BER2 1 7AN, KA5LANG, XFA, 4 U, dan banyak lagi.
Dengan model yang dibuat anak muda itu, bisa dibuat cara penulisan baru yaitu RAT U. Bila ditulis dengan cara biasa yaitu RATU artinya terkait dengan kedudukan dan kekuasaan. Dalam kaitan ini kita bisa berbicara tentang Ratu Inggris, Ratu Jogjakarta, dan tentu saja tentang Ratu Laut Selatan alias Nyi Roro Kidul, penguasa laut selatan.
Akan sangat berbeda maknanya jika ditulis menjadi RAT U. Ini bukan lagi soal jabatan atau kekuasaan, tetapi terkait dengan binatang dan kebinatangan yaitu tikus. Tikus termasuk golongan binatang pengerat yang memakan apa saja, tidak pilih-pilih seperti kebanyakan binatang lain. Tikus memakan keju sampai kabel, saos sampai sabun. Tikus juga binatang yang sangat jorok karena justru betah hidup dalam kubangan kotorannya. Itulah sebabnya KPK menggunakan tikus sebagai lambang koruptor. Di seluruh dunia, tikus adalah lambang pencuri, rampok dan koruptor. Lambang kecurangan dan kerakusan.
Bisa dibayangkan jika RATU menjadi RAT U. Pejabat atau penguasa yang mentranformasikan sifat dan perilaku tikus dalam dirinya. Dia pastilah melampaui tukang (C)ATUT yang selalu bekerja keras untuk menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan. Mencuri, menilep apa saja pun, tanpa kecuali. Dari dana proyek pembangunan sampai bantuan sosial.
Memang RATU yang RAT U apalagi yang (C)ATUT menghalalkan segala cara menggunakan jabatan dan kekuasaan. Tidak peduli rakyatnya miskin, mengidap gizi buruk dan sangat miskin. Peduli amat rakyatnya bodoh, tingkat pendidikan rakyatnya rendah dan desa-desa terkebelakang. Yang penting dia memiliki segalanya. Apa pun yang dia mau ada tersedia.
Tentu saja ini sangat mengherankan. Karena terjadi dalam negara yang katanya demokratis berdasar PANCASILA. Para pendukung rezim RAT U ini terus saja membela dengan argumentasi bahwa mereka berkuasa mengikuti aturan main yang legal formal. Tidak ada aturan yang dilanggar.
Mungkin tidak ada aturan formal yang dilanggar. Mungkin saja. Tetapi apakah ini pantas dan tidak melanggar nurani kemanusiaan yang terdalam?
NEGARA BANGSA INI TIDAK CUtKUP DIKELOLA HANYA DENGAN ATURAN LEGAL-FORMAL. NURANI DAN KEADILAN HARUS MENJADI DASAR PIJAK YANG DIEJAWANTAHKAN DALAM TATAKELOLA KEKUASAAN YANG NYATA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd