(Doa dan
penghormatan bagi Christ Verhaak)
Ini sebuah
tradisi. Sangat bagus bagi peragian intelektual dan sikap.
Ia sudah sangat
tua pada waktu itu. Tetapi semangatnya sungguh belia. Ia cekatan dan sangat
disiplin. Ia mengajar mata kuliah yang memang sangat tua. Filsafat Yunani
Klasik dan Abad Pertengahan. Ia juga mengajar Epistemologi dan Filsafat Ilmu.
Setiap kali
mengajar, buku-buku yang akan diguakan sudah ada di mejanya di depan kelas.
Tumpukan buku-buku klasik yang sangat tebal dan sudah agak kumal. Ia
membiasakan kami selalu mengacu kepada karya asli atau paling tidak yang
mendekati asli. Ia selalu bilang, kembali ke teks asli itu paling bagus untuk
menjamin otentisitas dan akurasi.
Gaya kuliah ini
memang klasik, seperti mata kuliah dan dosennya. Secara teratur dalam waktu
yang terukur ia memberi kami kesempatan menanggapi dan bertanya. Ia dengan
cermat membedakan mana pertanyaan yang lebih baik dijawab dulu oleh mahasiswa
dan mana pertanyaan yang langsung dijawabnya. Ia juga secara teratur mengajukan
pertanyaan dan mempersilahkan kami untuk menjawab secara bergantian. Bila
terjadi perdebatan kita sama-sama melihat teks. Semua bahan sudah dia sediakan.
Ia bukan sekedar mengajar, tetapi mempraktikan bagaimana mengajar cara belajar.
Ia mengajari kami cara membuat pancing, bukan memberi pancing yang siap
dipakai.
Ia sendiri yang
membawa sejumlah besar bahan-bahan itu ke kelas. Ia tidak bersedia jika
mahasiswa membantunya. Ia selalu bilang, saya bertugas melayani saudara-saudara.
Melayani adalah kemuliaan.
Setiap kali kuliah
selesai, ia memberi tugas untuk membuat tulisan kecil, tiga sampai lima
halaman, membahas topik yang baru saja selesai dibahas. Ia selalu ingatkan
bahwa tulisan itu dinilai berdasarkan analisis kritis terhadap topik yang
dikaji. Ia selalu bilang, mohon baca dengan sangat hati-hatu, Socrates pun bisa
salah.
Ia akan memeriksa
semua tugas kami dengan sangat hati-hati. Bukan hanya isi tulisan yang ia
perhatikan. Ia juga memperhatikan salah ketik, pilihan kata, konstruksi kalimat
dan paragraf. Tak ketinggalan penalaran dalam tulisan itu. Itulah sebabnya
tugas yang dikembalikan penuh coretan dan komentar yang ditulis dengan tulisan
tangan yang sangat rapih, serapih tampilan sang dosen.
Di luar kelas ia
menyediakan waktu untuk mahasiswa yang ingin mendiskusikan lebih dalam tugas
yang telah diperiksa tersebut. Aku selalu meminta waktu untuk mendiskusikan
lebih dalam tugas yang kubuat. Waktu itu aku sedang mengajar Filsafat Ilmu di
kampusku, aku ikut kuliah Epistemologi dan Filsafat Ilmu dengannya.
Aku manfaatkan
betul kesempatan ini. Ia kemudian mencarikan sejumlah buku yang sebaiknya
kubaca untuk mengembangkan mata kuliah yang sedang ku ajar. Ia dengan cermat
melakukan analisis apa saja yang sebaiknya ku kembangkan di tempatku mengajar.
Ia ingatkan tujuan ku mengajar filsafat ilmu di tempatku dan di sini tidak
sama. Untuk waktu yang panjang, kami terus berdiskusi, bahkan saat kuliah telah
berakhir.
Bila ada buku baru
terkait dengan epistemologi dan filsafat ilmu, ia selalu berikan padaku untuk di
copy. Setelah itu kami diskusikan. Inilah yang menyebabkan kuliah Filsafat ilmu
yang kuajarkan di tempatku berbeda dengan dosen lain. Konstruksi dan materi
filsafat ilmu yang kubuat digunakan banyak teman di kampusku, bahkan untuk
mengajar di pascasarjana, sampai hari ini. Isinya kaya dan mendalam. Itu semua
berkat dosenku ini. Sungguh amal shaleh, kebaikan yang terus mengalir.
Meski dikenal
sebagai dosen pemikiran klasik, tetapi jangan dikira ia tidak menguasai secara
mendalam topik-topik yang lain. Ia adalah tempat kami bertanya tentang
topik-topik sangat sulit dalam mata kuliah apapun. Kami menyebutnya manusia
ensiklopedis.
Aku masih ingat
saat kami kuliah posmodernisme. Kebetulan dosen yang mengajar sedang sangat top
dan laku banget diundang jadi pembicara di mana-mana karena tulisan-tulisannya
muncul di mana-mana. Karena itu ia agaknya tak punya waktu untuk berdiskusi
sebagaimana biasanya. Pada dosen sepuh inilah kami berdiskusi. Sungguh, ia
menyediakan waktu khusus seperti kuliah tambahan bagi kami. Ia sediakan
sejumlah besar buku asli atau terjemahan bahasa Inggris pilihan dari penulis
utama posmodernisme yang pada umumnya berasal dari Perancis.
Berkat bantuannya
topik posmodernisme menjadi terang benderang bagi kami. Begitupun dengan topik
sulit lain seperti metafisika dan hermeneutika. Benar-benar, ia menjadi tempat
kami bertanya tentang topik apapun. Ia sungguh guru sejati, dosen sebenarnya.
Ia sungguh
memperlakukan kami semua sebagai teman yang sama-sama belajar dan
mencaritemukan kebenaran. Ia sangat sabar mendengarkan penjelasan dan
argumentasi kami. Aku sangat terkesan dan hormat padanya. Ia tak pernah
memotong pembicaraan kami. Bila ia lihat kami kesulitan menjelaskan, ia bantu
dengan memberi kata kunci.
Ada satu kejadian
kecil yang sangat mengesan bagiku. Ia menegurku karena terlambat mengumpulkan
tugas. Aku merasa tidak terlambat. Aku tidak protes, sangat tidak enak protes
pada manusia yang sangat baik, yang telah melayani dan memberikan perhatian
luar biasa.
Pada pertemuan
berikutnya, ia berdiri di depan kelas sebelum kuliah dimulai. Ia menyatakan
permohonan maaf padaku di depan teman-teman karena telah salah menegur. Rupanya
yang terlambat seorang teman yang namanya ada kesamaan dengan namaku. Setelah
permintaan maaf itu, ia berjakan ke arahku yang duduk di belakang. Aku berdiri,
ia menyalami dan memelukku. Kembali ia meminta maaf padaku. Aku tak dapat
menahan air mata. Tampaknya beberapa teman juga. Ini sungguh keteladanan yang
luar biasa.
Bisa dimengerti,
kami semua tak dapat menahan air mata pada misa terakhir sebelum ia dibawa
untuk dimakamkan. Ia sungguh seorang manusia yang sangat baik, teladan yang
luar biasa dalam melayani. Sungguh guru sejati.
Nama : Pathurochmah
BalasHapusKelas : P.IPS Reguler B 2013
guru sekaligus teman yang baik, sejatinya seorang guru bukanlah ia yang memiliki banyak kemampuan dan kompeten dibidangnya melainkan bagaimana ketika ia mentransferkan ilmunya dengan cara yang benar dan bisa menjadi pendengar yang baik di dalam maupun di luar kelas. guru juga bukan mereka yang semata-mata memiliki banyak pengalaman yang banyak, tetapi guru yang sebenranya adalah bagaimana ia membagikan pengalamannnya untuk dijadikan pelajaran bagi murid-muridnya. Dedikasi seorang guru adalah ia yang mampu mengabdikan hidupnya untuk anak didiknya lebih tepatnya mengabdikan diri untuk dunia pendidikan bukan hanya sebbagai sebuah profesi semata.
pertanyaan
1. Bagaimana cara mendedikasikan dirinya secra utuh dalam mendidik?
2. Mengapa dosen yang seperti Bapak ceritakan sangat langka keberadaanya?