Sponge
Bob panik begitu mengetahui name tagnya hilang. Ia tahu akibatnya, tuan Krab
akan sangat marah. Sponge Bob bisa kehilangan pekerjaan.Ia mencoba
mengingat-ngingat, kira-kira di mana name tagnya tertinggal atau jatuh. Ia
kembali ke rumah dan mengulangi berbagai kegiatan untuk mencaritemukan di mana
kira-kira name tagnya berada. Ia melakukan reka ulang kegiatannya dari bangun
tidur sampai ia berjalanan menuju restoran. Dalam perjalanan itu ia bertemu
Patrick. Ia kemudian meminta Patrick bersikap sama seperti bertemu sebelumnya
sebagai bagian dari reka ulang itu. Patrick selalu salah memperagakannya.
Sponge Bob memarahinya berkali-kali. Namun, ketika Sponge Bob belum juga
menemukan titik terang di mana name tagnya, Patrick menyarankan agar mencarinya
di tempat sampah. Sponge Bob pada mulanya agak enggan, sebab ia menganggap
Patrick tidak cerdas dan selalu salah. Akhirnya ia ikuti saran Patrick.
Sponge
Bob tampak kurang senang dan bersemangat mencari name tag di tempat sampah
karena aroma busuk sampah. Tetapi Patrick mengingatkan bahwa aroma busuk
sampah itu adalah aroma petualangan,
oleh sebab itu lakukan pencarian ini dengan semangat dan kegembiraan para
petualang. Selanjutnya, berdua mereka menikmati dengan gembira petualangan di
tempat sampah yang berbau busuk itu untuk mencaritemukan name tag yang hilang.
Saat
sedang asyik mencari, Sponge Bob tidak sengaja memantati Patrick, Patrick
berteriak gembira karena ia menemukan name tag Sponge Bob yang melekat di
bagian belakang tubuhnya, menempel di bagian belakang pakaiannya, tepatnya di
pantat. Ternyata Sponge Bob salah mengenakan pakaian. Ia memakainya secara
terbalik, yang depan ke belakang dan sebaliknya, sehingga name tagnya pindah
tempat. Mereka merayakan penemuan itu dengan gembira, tentu dalam aroma
petualangan.
Sponge
Bob melakukan kesalahan, ia mendapat kesulitan karena kesalahan itu. Ia yang
berbuat salah, tapi tak henti-henti menyalahkan Patrick. Sponge Bob tak berbeda
dengan kita, sang manusia.
Adakah
di antara kita yang tak pernah berbuat salah? Kesalahan melekat pada kita,
tertanam sangat dalam pada sumsum kemanusiaan kita. Filsuf besar Imanuel Kant
sampai menulis dua buku yang sangat berpengaruh, yaitu Kritik terhadap Pikiran
Murni, dan Krtik terhadap Pikiran Praktis, untuk menunjukkan secara tegas dan
pasti kelemahan-kelemahan yang melekat dalam diri manusia. Lebih dari itu,
semua kitab suci yang masih dapat dibaca hingga kini juga menjelastegaskan
kelemahan hakiki manusia. Manusia adalah makhluk yang jatuh karena melakukan
kesalahan. Kesalahan manusia menjadikan keberadaan neraka bermakna. Kesalahan
manusia merupakann keniscayaan, fakta yang tak terbantahkan.
Lantas,
apa persoalannya?
Seperti
Sponge Bob, kita selalu dirisaukan dan dibuat panik oleh akibat dari kesalahan.
Bukan oleh kesalahan. Seperti tak ada celah untuk mencari dan mempersoalkan
kesalahan dan akar kesalahan itu sendiri. Mungkin, reaksi seperti inilah yang
membuat kita tak henti-hentinya jatuh dan jatuh lagi dalam siklus kesalahan
berulang-ulang. Itu yang membedakan kita dari keledai, sebab keledai tidak
jatuh ke lubang yang sama dua kali. Mengapa? Karena keledai hanya menggunakan
insting, sedangkan kita bisa lebih atau kurang dari itu. Keledai biasanya mati
ketika masuk lubang pertama kali. Inilah alasan keledai tak mungkin masuk ke
lubang yang sama itu dua kali. Manusia tidak seperti itu, tak heran manusia
lebih unggul dari keledai. Tidak selalu karena kecerdasannya, tetapi karena
daya tahannya terhadap kesalahan dan akibat-akibatnya.
Tak
berbeda dari Sponge Bob, bila melakukan atau membuat kesalahan, ada dorongan
kuat untuk melihat ke luar. Mencari kesalahan itu di luar diri, menuding orang
lain sebagai penyebab kesalahan. Cara ini bukan saja menunjukkan kelemahan
pribadi, karena menggunakan mekanisme pertahanan diri yang rapuh. Juga
menunjukkan ketidakmampuan menerima kenyataan, suatu sikap yang seringkali
malah menjerumuskan kita dalam rangkaian panjang kesalahan tak berujung.
Percayalah, ada saat untuk jeda, berhenti sekejap dan membiarkan hati berani
berkata, "Ya, Aku Salah!" Sikap ini adalah titik anjak untuk
melakukan refleksi mendalam, tentang siapa aku, dan kesalahanku. Cara ini
merupakan jalan bebas hambatan untuk menyadari, dan melampaui kesalahan secara
sehat.
Sebagaimana
Sponge Bob, kita suka meremehkan orang lain. Patrick adalah figur yang serba
sangat. Sangat bodoh, sangat lebay, sangat sotoy, sangat gazebo, dan sangat
lemot. Akibatnya dia sering dicemooh, diabaikan, diremehkan, dan tidak
dianggap. Apapun yang dikatakannya dirasa gak mutu. Kita suka begitu, merasa
diri lebih baik dan benar terus. Seringkali orang lain, apalagi yang telah
diberi stigma atau cap yang negatif, kita biasa meremehkan dan merendahkannya,
tidak dapat melihat secara jernih dan objektif apa yang dikatakannya.
Sikap ini akan semakin membenamkan kita
dalam lumpur kesalahan. Bila sikap ini dipertahankan kita seperti berdiri di
dalam lumpur penghisap. Inilah saat untuk menjalankan prinsip:jangan tengok
yang bicara, namun simak yang dikatakannya.
Yang
hilang name tag atau cuma name tag. Seberapa berharga dan penting name tag itu?
Bukankah cuma sekedar tanda identitas di tempat kerja? Atau benda itu sungguh
mewakili, menyimbolkan dan tanda keberadaan kita sebagai manusia? Apakah ia
sangat menentukan keberadaan dan kelangsungan hidup kita? Mengapa tidak dibawa
santai dan katakan, saya akan segera mencari gantinya. Atau sedikit filosofis
dan bilang, jangankan name tag, saya pun akhirnya akan hilang, sirna bersama waktu,
karena itu santai ajalah.
Sama
kayak Sponge Bob, kita suka melebih-lebihkan, salah menilai, tidak
proporsional, dan terlalu dramatik atau emosional. Sulit memang 'ngepasin
rasa', menjaga akurasi dan presisi. Inilah yang acapkali membuat kita tergelincir
dan terjerambab dalam jurang kesalahan.
Ya...kesalahan
itu erat melekat dalam kemanusiaan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd