Sepi
melanda bikini bottom. Tidak ada yang lain kecuali Sponge Bob. Kesepian
mendorong Sponge Bob untuk bermain-main menjadi. Pertama menjadi Patrick.
Setelah bersenang-senang menjadi Patrick, ia menjadi Squidward, Tuan Krab,
Sandy, sampai akhirnya merasa letih
sendiri. Sponge Bob merasakan betapa sulit dan lelah menjadi orang lain, amat
tidak enak menjadi orang lain. Tetapi jangan disangka mudah menjadi diri
sendiri
Dalam
kesadaran betapa tidak enak menjadi orang lain, muncul kesadaran betapa penting
orang lain. Lelah rasanya sendirian, bukan hanya karena kesepian, juga karena
ada sejumput pertanyaan, untuk apa hidup jika tak memberi manfaat bagi orang
lain, bagi sesama. Sponge Bob seperti tersentak, ada rasa tersedak saat muncul
kesadaran bahwa, ada selalu bermakna ada bersama. Ketika sendirian rasanya
seperti lalat tersedot dan terperangkap dalam angin puting beliung.
Memang,
ada saat kita butuh sepi sendiri, untuk mencaritemukan, merumuskan, dan
memantapkan jati diri. Namun,saat sepi sendiri hanyalah momen, sebuah noktah
dalam kontinuum kehidupan yang amat panjang. Akhirnya kita harus kembali dalam
ada bersama, dalam kebersamaan, ya....terkadang kita dihadapkan pada pilihan
yang tak menyenangkan, antara bergumul, berinteraksi, bertingkaipangkai,
bergotong royong, dan berbagi dalam solidaritas, atau hening, fokus,
berkonsentrasi, berpetualang ke kekedalaman, ke ceruk dan palung hati sendiri,
dalam sunyi senyap solitaritas.
Berada
dalam ketegangan antara solidaritas dan solitaritas memberi kita kesempatan
untuk sekaligus merasakan keberadaan sebagai individu yang terpisah dan relatif
mandiri, dan sebagai bagian dari kebersamaan.
Tak
mudah memang berada dalam ketegangan antara kesendirian dan kebersamaan.
Keduanya dibutuhkan untuk mengokohkan kemanusiaan kita. Dalam kesendirian, kita
bisa bertatap muka dengan diri sendiri, melakukan solilokui, berdiskusi dan
berdebat dengan diri sendiri, berkaca pada mata sendiri, curhat pada hati
sendiri, hanyut tenggelam dalam palung hati paling dalam, dan menelusuri
warna-warni diri sendiri, inilah saat untuk jujur. Tetapi, waspadalah! Terlalu
lama dalam kesendirian mengandung bahaya, sebab bisa jatuh tergelincir dalam
subjektivisme sempit. Bahkan tenggelam dalam solipsitisme, merasa benar
sendiri, besar sendiri, hebat sendiri yang dapat berujung menjadi gila sendiri.
Itulah
sebabnya kebersamaan menjadi kebutuhan, keniscayaan yang takterelakkan. Dalam
kebersamaan, kita berbicara dengan orang lain, berkaca di mata orang lain,
curhat pada orang lain, berdiskusi dan berdebat dengan orang lain. Menjadi diri
sendiri melalui orang lain. Bisa dibayangkan, bila dulu Adam dibiarkan
sendirian selamanya, Bani Adam tak pernah ada. Dan tak ada sejarah manusia.
Bumi mungkin hanya dihuni dinosauras, istrinya dinasaurus, dan anak-anaknya
dinisaurus dan donosaurus.
Kebersamaan
memberi kesadaran akan diri dan
keberadaan kita sebagai individu. Namun, kebersamaan tidaklah selalu mudah.
Dalam kaitan ini kita jadi ingat filsuf eksistensialis dan pemenang nobel
sastra Jean Paul Sarte yang bilang neraka adalah orang lain. Kita bisa sangat
tersiksa dalam kebersamaan, juga bisa tenggelam dalam samodra kebersamaan dan
kehilangan diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd