Minggu, 09 Desember 2012

SPONGE BOB KESEPIAN



Sepi melanda bikini bottom. Tidak ada yang lain kecuali Sponge Bob. Kesepian mendorong Sponge Bob untuk bermain-main menjadi. Pertama menjadi Patrick. Setelah bersenang-senang menjadi Patrick, ia menjadi Squidward, Tuan Krab, Sandy, sampai akhirnya  merasa letih sendiri. Sponge Bob merasakan betapa sulit dan lelah menjadi orang lain, amat tidak enak menjadi orang lain. Tetapi jangan disangka mudah menjadi diri sendiri

Dalam kesadaran betapa tidak enak menjadi orang lain, muncul kesadaran betapa penting orang lain. Lelah rasanya sendirian, bukan hanya karena kesepian, juga karena ada sejumput pertanyaan, untuk apa hidup jika tak memberi manfaat bagi orang lain, bagi sesama. Sponge Bob seperti tersentak, ada rasa tersedak saat muncul kesadaran bahwa, ada selalu bermakna ada bersama. Ketika sendirian rasanya seperti lalat tersedot dan terperangkap dalam angin puting beliung.

Memang, ada saat kita butuh sepi sendiri, untuk mencaritemukan, merumuskan, dan memantapkan jati diri. Namun,saat sepi sendiri hanyalah momen, sebuah noktah dalam kontinuum kehidupan yang amat panjang. Akhirnya kita harus kembali dalam ada bersama, dalam kebersamaan, ya....terkadang kita dihadapkan pada pilihan yang tak menyenangkan, antara bergumul, berinteraksi, bertingkaipangkai, bergotong royong, dan berbagi dalam solidaritas, atau hening, fokus, berkonsentrasi, berpetualang ke kekedalaman, ke ceruk dan palung hati sendiri, dalam sunyi senyap solitaritas.

Berada dalam ketegangan antara solidaritas dan solitaritas memberi kita kesempatan untuk sekaligus merasakan keberadaan sebagai individu yang terpisah dan relatif mandiri, dan sebagai bagian dari kebersamaan.

Tak mudah memang berada dalam ketegangan antara kesendirian dan kebersamaan. Keduanya dibutuhkan untuk mengokohkan kemanusiaan kita. Dalam kesendirian, kita bisa bertatap muka dengan diri sendiri, melakukan solilokui, berdiskusi dan berdebat dengan diri sendiri, berkaca pada mata sendiri, curhat pada hati sendiri, hanyut tenggelam dalam palung hati paling dalam, dan menelusuri warna-warni diri sendiri, inilah saat untuk jujur. Tetapi, waspadalah! Terlalu lama dalam kesendirian mengandung bahaya, sebab bisa jatuh tergelincir dalam subjektivisme sempit. Bahkan tenggelam dalam solipsitisme, merasa benar sendiri, besar sendiri, hebat sendiri yang dapat berujung menjadi gila sendiri.

Itulah sebabnya kebersamaan menjadi kebutuhan, keniscayaan yang takterelakkan. Dalam kebersamaan, kita berbicara dengan orang lain, berkaca di mata orang lain, curhat pada orang lain, berdiskusi dan berdebat dengan orang lain. Menjadi diri sendiri melalui orang lain. Bisa dibayangkan, bila dulu Adam dibiarkan sendirian selamanya, Bani Adam tak pernah ada. Dan tak ada sejarah manusia. Bumi mungkin hanya dihuni dinosauras, istrinya dinasaurus, dan anak-anaknya dinisaurus dan donosaurus.

Kebersamaan memberi  kesadaran akan diri dan keberadaan kita sebagai individu. Namun, kebersamaan tidaklah selalu mudah. Dalam kaitan ini kita jadi ingat filsuf eksistensialis dan pemenang nobel sastra Jean Paul Sarte yang bilang neraka adalah orang lain. Kita bisa sangat tersiksa dalam kebersamaan, juga bisa tenggelam dalam samodra kebersamaan dan kehilangan diri sendiri.

Dialektika kesendirian dan kebersamaan tidak selalu mudah disintesiskan, tak pernah jelas di mana keduanya bertemu dan berpisah. Tetapi hidup sebagai manusia pada hakikatnya adalah usaha tak kenal henti untuk menjaga harmoni keduanya. Ini tak pernah mudah. MEMANG TAK MUDAH HIDUP SEBAGAI MANUSIA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd