Sponge Bob sangat suka tertawa. Tawanya
sangat keras dan panjang. Sponge Bob kadang tertawa untuk hal-hal atau kejadian
yang kurang tepat untuk ditertawakan atau memancing tawa. Tidak heran ada yang
terganggu dengan tawanya, dan yang paling terganggu adalah Squidward.
Squidward memutar otak mencari cara
meredam tawa Sponge Bob. Ia kemudian mengarang cerita yang disampaikannya
dengan gaya yang sangat meyakinkan pada Sponge Bob. Ia jelaskan bahwa di dalam
otak ada kotak tertawa. Bila terus-menerus tertawa, kotak itu akan terbakar dan
otak pasti rusak. Sponge Bob mempercayai cerita itu. Ia mulai terganggu dan
takut. Karena sangat sering tertawa ia khawatir kotak tertawanya sudah mulai
rusak. Ia sangat sedih dan mulai sering menangis.
Ketakutan dan kesedihan Sponge Bob
ternyata sangat mendalam. Ia lelehlebur dalam laraduka, menangis dan terus
menangis. Ia membayangkan hal-hal buruk yang akan terjadi padanya karena sangat
sering tertawa. Ia sangat menyesali kebiasaannya tertawa yang sering melampaui
batas.
Kini, Squidward malah sangat terganggu
dengan tangis Sponge Bob yang dirasakannya amat berlebih-lebihan. Ia kemudian
mengaku bahwa ia telah berbohong. Sebenarnya cerita tentang kotak ketawa di
otak itu hanya karangan saja. Sebenarnya tidak ada kotak tertawa di otak, jadi
jika ingin tertawa silahkan saja, tak usah khawatir.
Sponge Bob pada mulanya bingung, tetapi
kemudian mulai percaya, perlahan mulai
pulih dan mulai tertawa ngakak lagi seperti dahulu. Sqiudward juga tak kalah
heboh, tertawa habis karena merasa berhasil ngerjain Sponge Bob. Squidward
tertawa hebat sampai kotak tertawanya terbakar.
Ternyata, kotak tertawa itu ada.
Squidward bingung dan sedih. Untunglah Sponge Bob yang baik hati bersedia
menyumbangkan sebagian kotak tertawanya pada Sqiudward. Sejak itulah, Squidward
memiliki cara dan gaya tertawa yang sama dengan Sponge Bob.
Terkadang, seperti Sponge Bob, kita
begitu mudah terpengaruh. Terpengaruh omongan orang, beragam bentuk persusasi
dan propaganda, sehingga tidak lagi dengan mantap memahami dan mempercayai diri
sendiri. Paling tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi apa
sesungguhnya pandangan, pendapat, dan keyakinan, bahkan kebutuhan kita. Kita
mulai meragukan diri sendiri dan penghayatan hidup yang telah dijalani. Bisa
saja dikatakan bahwa orang yang lemah, yang fondasi jati dirinya keropos memang
sangat rentan, gampang terpengaruh.
Pandangan itu ada benarnya, namun tak
sepenuhnya benar. Mengapa? Kini kita berada dalam dunia yang semakin sempit,
runyam, rentan, dan penuh serangan secara psikologis. Televisi, radio,
jalan-jalan, koran, majalah, tabloid, bahkan acara keagamaan dipenuhi iklan.
Menjelang azan berbuka puasa dan sahur, kita tanpa ampun dibombandir iklan.
Kini sudah sangat lazim agamawan, ustaz dan ustazah jadi bintang iklan, menjadi
garda depan kapitalisme untuk mempersuasi orang agar meningkatkan konsumsi atas
barang-barang yang tak jelas manfaatnya. Ini semacam materialisme spiritual.
Agama dan tokoh agama dijadikan media mendorong hedonisme. Mengerikan!
Dalam serbuan ganas iklan dan promosi,
tinggal berapa gelintir orang yang mampu bertahan dan tetap menjadi dirinya
sendiri. Mampu bertahan dan tetap rasional menentukan pilihan! Serangan iklan
dan promosi telah mengkontrusi keinginan menjadi kebutuhan, kebutuhan jadi
keharusan. Menceburkan banyak orang dalam tsunami konsumsi dan gaya hidup
hedonik atas nama gengsi. Marcuse penulis buku Manusia Satu Dimensi menyebutnya
pembendaan manusia yang mendorong terciptanya masyarakat yang berdarah dan
membeku. Anomali sosial kemanusiaan, geram Habermas. Inilah salah satu tampakan
jahiliyah moderen.
Demi menuruti kerakusan manusia, hutan
rimba dihancurgunduli hanya untuk tissue dan tripleks. Tanah subur pertanian
dirampas sekedar untuk membangun pabrik penyedap rasa yang bisa memicu kanker.
Semuanya berakar dari keinginan yang diubah menjadi kebutuhan melalui bisikan
iklan dan promosi. Kapitalisme memang selicik, securang dan sejahat tuan Krab,
yang isi benaknya hanya keuntungan, keuntungan, dan keuntungan.
Seperti Sponge Bob yang tak tahu lagi
mau menangis atau tertawa karena bisikan Squidward. Kita dihadapakan pada
situasi yang sama lewat serangan kapitalis-hedonik melalui bisikan iklan.
Saatnya untuk melawannya dengan fikiran dan sikap kritis. Kemampuan memilah,
memilih, dan mengolah semua informasi agar jelas terbedakan mana sampah, dan
mana rempah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd