Rabu, 19 Desember 2012

TAWA & TANGIS SPONGE BOB



Sponge Bob sangat suka tertawa. Tawanya sangat keras dan panjang. Sponge Bob kadang tertawa untuk hal-hal atau kejadian yang kurang tepat untuk ditertawakan atau memancing tawa. Tidak heran ada yang terganggu dengan tawanya, dan yang paling terganggu adalah Squidward.

Squidward memutar otak mencari cara meredam tawa Sponge Bob. Ia kemudian mengarang cerita yang disampaikannya dengan gaya yang sangat meyakinkan pada Sponge Bob. Ia jelaskan bahwa di dalam otak ada kotak tertawa. Bila terus-menerus tertawa, kotak itu akan terbakar dan otak pasti rusak. Sponge Bob mempercayai cerita itu. Ia mulai terganggu dan takut. Karena sangat sering tertawa ia khawatir kotak tertawanya sudah mulai rusak. Ia sangat sedih dan mulai sering menangis.

Ketakutan dan kesedihan Sponge Bob ternyata sangat mendalam. Ia lelehlebur dalam laraduka, menangis dan terus menangis. Ia membayangkan hal-hal buruk yang akan terjadi padanya karena sangat sering tertawa. Ia sangat menyesali kebiasaannya tertawa yang sering melampaui batas.

Kini, Squidward malah sangat terganggu dengan tangis Sponge Bob yang dirasakannya amat berlebih-lebihan. Ia kemudian mengaku bahwa ia telah berbohong. Sebenarnya cerita tentang kotak ketawa di otak itu hanya karangan saja. Sebenarnya tidak ada kotak tertawa di otak, jadi jika ingin tertawa silahkan saja, tak usah khawatir.

Sponge Bob pada mulanya bingung, tetapi kemudian mulai percaya,  perlahan mulai pulih dan mulai tertawa ngakak lagi seperti dahulu. Sqiudward juga tak kalah heboh, tertawa habis karena merasa berhasil ngerjain Sponge Bob. Squidward tertawa hebat sampai kotak tertawanya terbakar.

Ternyata, kotak tertawa itu ada. Squidward bingung dan sedih. Untunglah Sponge Bob yang baik hati bersedia menyumbangkan sebagian kotak tertawanya pada Sqiudward. Sejak itulah, Squidward memiliki cara dan gaya tertawa yang sama dengan Sponge Bob.

Terkadang, seperti Sponge Bob, kita begitu mudah terpengaruh. Terpengaruh omongan orang, beragam bentuk persusasi dan propaganda, sehingga tidak lagi dengan mantap memahami dan mempercayai diri sendiri. Paling tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi apa sesungguhnya pandangan, pendapat, dan keyakinan, bahkan kebutuhan kita. Kita mulai meragukan diri sendiri dan penghayatan hidup yang telah dijalani. Bisa saja dikatakan bahwa orang yang lemah, yang fondasi jati dirinya keropos memang sangat rentan, gampang terpengaruh.

Pandangan itu ada benarnya, namun tak sepenuhnya benar. Mengapa? Kini kita berada dalam dunia yang semakin sempit, runyam, rentan, dan penuh serangan secara psikologis. Televisi, radio, jalan-jalan, koran, majalah, tabloid, bahkan acara keagamaan dipenuhi iklan. Menjelang azan berbuka puasa dan sahur, kita tanpa ampun dibombandir iklan. Kini sudah sangat lazim agamawan, ustaz dan ustazah jadi bintang iklan, menjadi garda depan kapitalisme untuk mempersuasi orang agar meningkatkan konsumsi atas barang-barang yang tak jelas manfaatnya. Ini semacam materialisme spiritual. Agama dan tokoh agama dijadikan media mendorong hedonisme. Mengerikan!

Dalam serbuan ganas iklan dan promosi, tinggal berapa gelintir orang yang mampu bertahan dan tetap menjadi dirinya sendiri. Mampu bertahan dan tetap rasional menentukan pilihan! Serangan iklan dan promosi telah mengkontrusi keinginan menjadi kebutuhan, kebutuhan jadi keharusan. Menceburkan banyak orang dalam tsunami konsumsi dan gaya hidup hedonik atas nama gengsi. Marcuse penulis buku Manusia Satu Dimensi menyebutnya pembendaan manusia yang mendorong terciptanya masyarakat yang berdarah dan membeku. Anomali sosial kemanusiaan, geram Habermas. Inilah salah satu tampakan jahiliyah moderen.

Demi menuruti kerakusan manusia, hutan rimba dihancurgunduli hanya untuk tissue dan tripleks. Tanah subur pertanian dirampas sekedar untuk membangun pabrik penyedap rasa yang bisa memicu kanker. Semuanya berakar dari keinginan yang diubah menjadi kebutuhan melalui bisikan iklan dan promosi. Kapitalisme memang selicik, securang dan sejahat tuan Krab, yang isi benaknya hanya keuntungan, keuntungan, dan keuntungan.

Seperti Sponge Bob yang tak tahu lagi mau menangis atau tertawa karena bisikan Squidward. Kita dihadapakan pada situasi yang sama lewat serangan kapitalis-hedonik melalui bisikan iklan. Saatnya untuk melawannya dengan fikiran dan sikap kritis. Kemampuan memilah, memilih, dan mengolah semua informasi agar jelas terbedakan mana sampah, dan mana rempah.

DALAM DUNIA PENUH BISIKAN IKLAN KAPITALISME, SIKAP KRITIS MAMPU MENJAGA KEMANUSIAAN KITA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd