Raffi Ahmad itu sungguh bukan bintang
biasa. Ketika bintang-bintang seangkatannya satu-satu menghilang dari orbit, ia
malah menjadi bintang paling terang di jagat budaya pop yang sarat kemewahan
dan energi. Ia sungguh anak muda yang luar biasa dan cerlang cemerlang. Bagi
kebanyakn anak remaja, melihatnya dari kejauhan saja sudah menimbulkan
kegembiraan luar biasa.
Sebagai bintang muda, Raffi memiliki
segalanya. Wajahnya jantan, manis dan imut. Rasanya tak ada yang tidak gemes
melihatnya. Bukan hanya remaja putri yang memujanya. Bahkan para ibu, dan tentu
para janda. Kemachoannya tidak ditunjukkan dengan gaya tubuh binaragawan,
tetapi lebih dengan kemampuannya menunjukkan kebebasannya dalam spontanitas apa
adanya. Ia mewakili zamannya yang tidak
lagi memuja lelaki dengan tubuh tegap, atletis dengan wajah macho menantang dan
mengundang.
Tiap zaman memang melahirkan dan
membutuhkan icon dan idola yang
berbeda. Ada masanya yang dipuja adalah lelaki macho bertubuh tegap ala
binaragawan, bahkan dengan tambahan kumis sebagai penanda kejantanan. Kita
pernah lihat itu pada tampilan George Michael. Indonesia pernah memuja Robbi
Sugara dan Roy Marteen. Setelah itu muncullah era para lelaki dari boy band.
Para lelaki yang modis, metropolis, biasanya agak manis, jika pun ada kumis
biasanya tipis. Rasanya Raffi adalah yang terbaik di antara mereka, karena itu
ia bukan saja mampu bertahan, tapi terus melambung, melayang tinggi sendiri.
Lihatlah cara dan gayanya bila
membawakan acara-acara musik atau yang lainnya dengan penonton remaja. Ia
sangat atraktif dengan celotehan yang oke banget, spontanitas yang
menggemaskan. Acara jadi rame dan heboh. Ia selalu tampil dengan baju apa
adanya yang biasa dikenakan remaja dalam keseharian, justru dengan begitu ia
menggenapkan identifikasi dan jatidiri para remaja. Ia memang beda. Bahkan
ketika ikutan pada acara komedi seperti OVJ, Raffi sungguh beda. Lawakannya
bernas dan berkelas. Ini menunjukkan ia terus belajar dan memutkhirkan diri.
Meski ia tegolong bintang pujaan
remaja, jangan dikira ia kacangan. Lihatlah caranya bersikap tatkala terjadi
masalah dengan penyanyi senior yang dikenal dekat dengannya. Bagaimana ia dapat
menahan diri menghadapi provokasi awak media dengan senyumnya yang kelewat
manis. Ia berada dalam posisi sulit di antara mama dan yang dicinta. Ingatlah
bagimana dengan cara yang empatis dia berusaha untuk menjaga agar tidak melukai
keduanya. Bahkan ia tidak sudi keduanya sekadar tergores. Ini bentuk
penghormatannya pada wanita. Ia terlihat matang dan dewasa, melampaui usianya
yang terbilang sangat muda. Tak ada ucapan yang melukai hati.
Sungguh ia sangat menghormati para
wanita, yang memang pantas dan wajib dihormati dan dilindungi. Tampaknya kisah
perjalanan hidupnya di kelampauan telah mengkristal menjadi mutiara yang
menghiasi dirinya dalam kekinian. Ia seperti memberi mahkota bagi dirinya
sendiri. Tentu ini luar biasa. Perhatikan di sekitar kita, berapa banyak orang
yang dihancurluluhkan oleh masa lalu, hidup dikekinian sebagai sandera
kelampauan. Raffi kelihatnnya keluar sebagai pemenang mengatasi kelampauannya.
Ingat bagaimana ia bersikap pada suatu
acara di telivisi yang mengharuskannya menggali kehidupan pribadi para tamunya.
Ia sungguh menghormati tamunya dengan cara yang seharusnya. Ia berbicara dengan
empatis, dengan bahasa tubuh yang menunjukkan rasa hormat dan perhatian. Jika
memasuki wilayah yang makin pribadi dan mendalam, sering ia bertanya dengan
suara seraknya yang sangat berisi. Seperti ia sendiri yang merasakan
bagian-bagian sulit dari hidup sang tamu. Tampaknya ia bukan sekedar tahu
tentang penderitaan, kekecewaan, dan kesedihan, tetapi ia menghayatinya sebagai
yang tak terelakkan dalam hidup manusia.
Gaya yang empatis ini berbeda sekali
dengan para host pada acara yang
mirip dengan acara Raffi di berbagai televisi. Kebanyakan mereka tampak ingin
menunjukkan pada pemirsa bahwa ia melampaui tamunya, ia lebih dari tamunya, tak
segan bahkan meledek dan melecehkan tamunya dengan mengatakan tidak gampang
diundang ke acaranya. Beberapa yang lain malah menunjukkan ia adalah orang yang
membuat tamunya menjadi dikenal seperti sekarang. Terasa sekali tak ada empati
dan keinginan menghormati orang lain. Bila memasuki wilayah pribadi yang
sensitif mereka malah mengejar tamunya dengan pertanyaan mirip interogasi
terhadap maling. Para host ini seperti
tak bisa menyembunyikan narsisme ekstrim yang menjijikkan di depan pemirsa.
Mereka tampak senang bila bisa 'membongkar' tamunya. Raffi tidak pernah lakukan
itu. Ia tahu masa lalu dan lubang hitam dalam hidup bukanlah untuk diumbar dan
dipertontonkan. Ini menunjukkan Raffi memang melampaui angkatannya, bahkan para
seniornya, dalam keterampilan-keterampilan kemanusiaan yang kompleks.
Tetapi Raffi adalah manusia seperti
kita. Manusia adalah makhluk yang paradoksal. Acapkali ketegaran adalah juga
kerentanannya, kekuatan berbaur dengan kelemahan, kegembiraan selalu menyimpan
kesunyian. Aku selalu bertanya, setelah para pesohor itu tampil di depan
ribuan, puluhan ribu, dan ratusan ribu orang, setelah para penonton itu pulang
dan panggung kosong, ke manakah ia pergi, tatkala keletihan pertunjukkan masih
membekapnya? Selalu, ia seperti terjerembab dalam "empty room", tatkala sepi menjadi belati yang melukai hati,
meninggalkan luka menganga. Akan tiba saatnya "empty room" itu pindah ke dalam diri dan menguasai hati. Siapa
yang bisa bertahan melawan sepi? Bahkan
seorang penyair pernah menulis karena
sepi, Tuhan ciptakan Adam.
Saat sepi itu mampir kita sering merasa
seperti dalam lubang tak berdasar. Sialnya, kita tidak dalam hidup di dunia
yang hanya berisi orang baik dan selalu saling membantu. Dunia kita kini berisi
mafia narkoba. Mereka tahu persis siapa yang pantas diterkam pada saat yang
tepat. Jadi, memilih rumah Raffi untuk memperkenalkan produk baru bukanlah
kebetulan. Jika behasil, bahkan jika gagal mereka punya bahasa promosi, "
Raffi aja pakek Koq".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd