Minggu, 10 Februari 2013

CAPI (3)



Luar biasa. Indonesia menjadi juara dunia. Harga daging sapi Indonesia tertinggi di dunia, melampaui 9 dollar US perkilo. Di Jepang hanya 3,9 dollar US. Sementara itu harga daging dan telur ayam juga terus meroket, jangan dikira harga tahu-tempe tidak ikut-ikutan naik. Kelapa yang turun, bukan harganya, tapi turun dari pohonnya.

Apakah para petinggi republik ini sungguh menyadari bahwa kenaikan harga ini bisa menjadi pemicu dan pemacu penurunan kualitas anak-anak Indonesia yang sedang tumbuh kembang dan membutuhkan makanan yang harganya terus meroket itu? Apakah pantas rakyat Indonesia menjadi korban dari idealisme lebay dan sotoy untuk segera mampu berswasembada daging sapi? Ini eksperimen yang bukan saja tolol tapi menjijikkan.

Idealisme sebagus apa pun haruslah beranjak dari realitas yang nyata. Bagaimanakah pola, mekanisme, dan keadaan peternakan sapi kita sekarang. Apakah realistis secara mendadak mengecilkan keran impor sementara kemampuan nyata kita untuk memenuhi kebutuhan daging sapi jauh panggang dari api? Ditambah pula adanya dugaan busuk di balik kongkalikong penentuan kuota impor daging sapi yang sudah mulai dibongkar KPK.

Sangat aneh, tragis dan memalukan, sebuah pemerintahan yang pejabat negara setingkat menteri dan wakil menteri berwacana tentang impor daging sapi di tengah realitas banyak bayi dari kalangan menengah ke bawah tak bakal bisa makan daging yang dibutuhkan untuk tumbuhkembangnya. Lantas di mana tuan presiden?

Apakah ini keadaan tak terelakkan dari kabinet politik, yang semakin hari semakin terbukti memalui kerja keras KPK, yang sibuk 'mencuri' uang rakyat untuk kepentingan partai masing-masing? Sehingga mengemukalah kepentingan sektoral yang mengabaikan kepentingan rakyat?

Impor sapi bukanlah satu-satunya persoalan yang mengemuka. Lihatlah penentuan kurikulum 2013. Belum pernah terjadi dalam sejarah pendidikan pasca kemerdekaan kurikulum baru tiba-tiba muncul dan harus dilaksanakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Padahal belum ada penilaian secara akademik-ilmiah apakah kurikulum sebelumnya berhasil atau gagal. Cara-cara instan ini sangat tidak sesuai dengan hakikat dan karakter pendidikan.

Tampaknya pemerintah tidak mengambil pelajaran dari dibatalkannya RSBI oleh MK. RSBI ceritanya juga sama. Dilakukan dengan tergesa karena mengejar target politik, bukan untuk menumbuhkan tradisi dan kualitas pendidikan yang rasional, objektif dan berakar budaya.

Mestinya, pemerintah berani meninjau ulang sejumlah kebijakan, setelah banyak kebijakan yang dianggap strategis dibatalkan MK, termasuk. Keberadaan BP MIGAS.

Sekarang kita mulai percaya, bahwa kasus impor sapi yang meledak di awal tahun politik adalah salah satu puncak gunung es persoalan kabinet. Kita berdoa dan berharap, gunung es lain bisa juga diledakkan. Kita akan mengenang sebagai suatu sejarah besar bahwa KPK yang dinakhodai pemuda Indonesia mampu menangkap, menahan, dan memvonis lebih banyak pejabat aktif yang terbukti melakukan kejahatan korupsi. Rasanya satu menteri dan satu jenderal belumlah seberapa.

MAJU TERUS KPK!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd