Minggu, 10 Februari 2013

RONALDO BUNUH DIRI



Siapa yang tidak kenal Christiano Ronaldo (CR 7), mega bintang yang menjadi penentu kemenangan di MU dan Real Madrid? Ia pernah menjadi pemain terbaik dunia. Hanya Lionel Messi yang mengatasinya. Sebagai pemain utama di El Real, Ronaldo bukan saja penentu kemenangan dengan gol-gol indahnya, juga dengan umpan-umpan matang yang diselesaikan menjadi gol oleh rekan-rekannya. Ia juga sangat piawai membangkitkan semangat pasukan El Real jika tertinggal dan akhirnya dapat membalikkan keadaan serta memenangkan pertandingan. Ronaldo adalah ruh dan penentu El Real. Begitupun dalam pasukan negaranya Portugal. Ia kapten yang selalu berhasil membangkitkan semangat rekan-rekannya.

Ferguson mantan pelatihnya di MU memujinya sebagai pemain yang sempurna dan memiliki segalanya. Karena itu sampai kini ia diperebutkan klub-klub besar Eropa. Wajar bika El Real sangat berharap Ronaldo bisa memimpin teman-temannya memenangkan semua pertandingan yang tersisa untuk menipiskan jarak dengan musuh bebuyutan Barcelona yang nangkring manis di puncak klasemen.

Tetapi semuanya buyar tatkala Real Madrid tumbang di kandang Granada justru karena gol bunuh diri sang mega bintang Ronaldo. Ia bermaksud membuang bola tendangan sudut menjauhi gawang, yang terjadi justru sebaliknya, tandukannya membuat bola bersarang ke gawang sendiri. Gol, 1-0. Sampai pertandingan berakhir, gempuran pemain El Real tidak menghasilkan apa-apa. Pastilah ini kekalahan menyakitkan, seperti yang terlihat pada ekspresi Mourinho dan para pemain saat meninggalkan lapangan.

Apa yang sebenarnya terjadi pada diri Ronaldo, dan apa pula yang sedang menimpa El Real? Beragam analisis bisa dilakukan untuk membahas tragedi bunuh diri yang makin menghempaskan Real Madrid ini. Namun, satu hal yang paling substansial, inilah kenyataan manusia!

Tak ada manusia sempurna. Siapa pun bisa tergelincir dalam kesalahan, meskipun dilakukan dengan tidak sengaja. Dalam beberapa detik, seorang mega bintang seperti Ronaldo bisa membalikkan keadaan dengan membuat gol penentu dan memenangkan pertandingan. Ia sudah membuktikan itu berulang kali sejak di MU. Tetapi dalam hitungan detik, seperti lawan Granada, ia membalikkan semua prakiraan yang semula mengunggulkan El Real. Ronaldo tentu tidak sendirian. Rooney juga pernah melakukannya. Meskipun kasusnya agak berbeda, kita rasanya juga belum lupa, bagaimana Ronaldo pemain terbaik dunia mengalami anti klimaks mental justru saat mengahadapi final piala dunia melawan Perancis. Akhirnya Brazil kalah dengan tragis.

Ketidaksempurnaan manusia melekat dalam dirinya layaknya jantung yang melekat dan tertanam dalam dirinya. Para filsuf eksistensialis menegaskan manusia adalah makhluk yang terluka untuk menggambarkan ketidaksempurnaan itu. Tentu bukan sekadar terluka secara fisik, tetapi luka yang lekat pada kemanusiaannya. Akibatnya ketidaksempurnaan merupakan keniscayaan bagi semua manusia tanpa terkecuali.

Dalam konteks ini mestilah dipahami semua pemikiran tentang kesempurnaan manusia yang dirumuskan dalam banyak filsafat, budaya dan agama seperti ubermannya Nietsczhe, manusia utuh atau manusia paripurna dan, insan kamil merupakan kesempurnaan manusia yang dirempahi oleh ketidaksempurnaan yang memang melekaterat pada manusia itu sendiri. Kesempurnaan bagi manusia merupakan persoalan rentang, dalam arti seberapa jauh ia makin mendekati kesempurnaan dan menjauhi ketidaksempurnaan, namun ia tak akan pernah sampai pada kesempurnaan absolut.

Fakta ini harusnya membuat manusia selalu hati-hati, mawas diri, dan terus berupaya untuk terus menjadi yang terbaik. Tentu saja kondisi ini menempatkan kita, sang manusia, selalu berada dalam perjuangan tak kenal henti. Sebab dunia yang kita huni yakni bumi manusia bukanlah ruang hampa yang sepenuhnya bisa kita tentukan. Malah seringkali kita yang ditentukan oleh berbagai kekuatan yang mengelilingi kita.

Kita hidup dalam sosialita yang kompleks di mana terjadi saling pengaruh, tarik-menarik dan tolak-menolak tujuan dan kepentingan. Kita dibentuk dan membentuk lingkungan dan kebudayaan kita. Artinya, kita bukanlah gelas kosong yang siap diisi dan dikosongkan. Kita berada dalam ketegangan dialektis dengan sesama dan lingkungan. Itu yang menyebabkan kita tidak bisa menjadi sepenuhnya putih atau sepenuhnya hitam. Kita lebih mirip lingkaraan yin yang. Di dalam putih ada titik hitam, dan di dalam hitam ada titik putih.

Ini semua fakta, bukan teori, bahwa manusia adalah makhluk paradoks. Orang yang sangat rasional biasanya dihancurkan oleh pernik-pernik emosi. Selalu ada sisi lemah yang tertancap kuat dalam kekuatan dan ketegaran kita. Dalam konteks ini, kita bisa memahami bahwa seorang nabi pun bisa salah menilai orang.

Keseluruhan fakta ini makin menyadarkan kita bahwa,

KEKUATAN MANUSIA BISA JADI KELEMAHANNYA, DAN KELEMAHANNYA BISA JADI KEKUATNNYA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd