Siapa yang tidak kenal Christiano
Ronaldo (CR 7), mega bintang yang menjadi penentu kemenangan di MU dan Real
Madrid? Ia pernah menjadi pemain terbaik dunia. Hanya Lionel Messi yang
mengatasinya. Sebagai pemain utama di El Real, Ronaldo bukan saja penentu
kemenangan dengan gol-gol indahnya, juga dengan umpan-umpan matang yang
diselesaikan menjadi gol oleh rekan-rekannya. Ia juga sangat piawai
membangkitkan semangat pasukan El Real jika tertinggal dan akhirnya dapat
membalikkan keadaan serta memenangkan pertandingan. Ronaldo adalah ruh dan
penentu El Real. Begitupun dalam pasukan negaranya Portugal. Ia kapten yang
selalu berhasil membangkitkan semangat rekan-rekannya.
Ferguson mantan pelatihnya di MU
memujinya sebagai pemain yang sempurna dan memiliki segalanya. Karena itu
sampai kini ia diperebutkan klub-klub besar Eropa. Wajar bika El Real sangat
berharap Ronaldo bisa memimpin teman-temannya memenangkan semua pertandingan
yang tersisa untuk menipiskan jarak dengan musuh bebuyutan Barcelona yang
nangkring manis di puncak klasemen.
Tetapi semuanya buyar tatkala Real
Madrid tumbang di kandang Granada justru karena gol bunuh diri sang mega
bintang Ronaldo. Ia bermaksud membuang bola tendangan sudut menjauhi gawang,
yang terjadi justru sebaliknya, tandukannya membuat bola bersarang ke gawang
sendiri. Gol, 1-0. Sampai pertandingan berakhir, gempuran pemain El Real tidak
menghasilkan apa-apa. Pastilah ini kekalahan menyakitkan, seperti yang terlihat
pada ekspresi Mourinho dan para pemain saat meninggalkan lapangan.
Apa yang sebenarnya terjadi pada diri
Ronaldo, dan apa pula yang sedang menimpa El Real? Beragam analisis bisa
dilakukan untuk membahas tragedi bunuh diri yang makin menghempaskan Real
Madrid ini. Namun, satu hal yang paling substansial, inilah kenyataan manusia!
Tak ada manusia sempurna. Siapa pun
bisa tergelincir dalam kesalahan, meskipun dilakukan dengan tidak sengaja.
Dalam beberapa detik, seorang mega bintang seperti Ronaldo bisa membalikkan
keadaan dengan membuat gol penentu dan memenangkan pertandingan. Ia sudah
membuktikan itu berulang kali sejak di MU. Tetapi dalam hitungan detik, seperti
lawan Granada, ia membalikkan semua prakiraan yang semula mengunggulkan El
Real. Ronaldo tentu tidak sendirian. Rooney juga pernah melakukannya. Meskipun
kasusnya agak berbeda, kita rasanya juga belum lupa, bagaimana Ronaldo pemain
terbaik dunia mengalami anti klimaks mental justru saat mengahadapi final piala
dunia melawan Perancis. Akhirnya Brazil kalah dengan tragis.
Ketidaksempurnaan manusia melekat dalam
dirinya layaknya jantung yang melekat dan tertanam dalam dirinya. Para filsuf
eksistensialis menegaskan manusia adalah makhluk yang terluka untuk menggambarkan
ketidaksempurnaan itu. Tentu bukan sekadar terluka secara fisik, tetapi luka
yang lekat pada kemanusiaannya. Akibatnya ketidaksempurnaan merupakan
keniscayaan bagi semua manusia tanpa terkecuali.
Dalam konteks ini mestilah dipahami
semua pemikiran tentang kesempurnaan manusia yang dirumuskan dalam banyak
filsafat, budaya dan agama seperti ubermannya Nietsczhe, manusia utuh atau
manusia paripurna dan, insan kamil merupakan kesempurnaan manusia yang
dirempahi oleh ketidaksempurnaan yang memang melekaterat pada manusia itu
sendiri. Kesempurnaan bagi manusia merupakan persoalan rentang, dalam arti
seberapa jauh ia makin mendekati kesempurnaan dan menjauhi ketidaksempurnaan,
namun ia tak akan pernah sampai pada kesempurnaan absolut.
Fakta ini harusnya membuat manusia
selalu hati-hati, mawas diri, dan terus berupaya untuk terus menjadi yang
terbaik. Tentu saja kondisi ini menempatkan kita, sang manusia, selalu berada
dalam perjuangan tak kenal henti. Sebab dunia yang kita huni yakni bumi manusia
bukanlah ruang hampa yang sepenuhnya bisa kita tentukan. Malah seringkali kita
yang ditentukan oleh berbagai kekuatan yang mengelilingi kita.
Kita hidup dalam sosialita yang
kompleks di mana terjadi saling pengaruh, tarik-menarik dan tolak-menolak
tujuan dan kepentingan. Kita dibentuk dan membentuk lingkungan dan kebudayaan
kita. Artinya, kita bukanlah gelas kosong yang siap diisi dan dikosongkan. Kita
berada dalam ketegangan dialektis dengan sesama dan lingkungan. Itu yang
menyebabkan kita tidak bisa menjadi sepenuhnya putih atau sepenuhnya hitam.
Kita lebih mirip lingkaraan yin yang. Di dalam putih ada titik hitam, dan di
dalam hitam ada titik putih.
Ini semua fakta, bukan teori, bahwa
manusia adalah makhluk paradoks. Orang yang sangat rasional biasanya
dihancurkan oleh pernik-pernik emosi. Selalu ada sisi lemah yang tertancap kuat
dalam kekuatan dan ketegaran kita. Dalam konteks ini, kita bisa memahami bahwa
seorang nabi pun bisa salah menilai orang.
Keseluruhan fakta ini makin menyadarkan
kita bahwa,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd