Pendidikan = perubahan. Perubahan ke
arah perbaikan, peningkatan, lebih baik dan lebih oke. Jadi, perubahan
kurikulum dalam pendidikan merupakan keharusan, karena masyarakat berubah,
tuntutan masyarakat berubah, tantangan masa depan berubah, ilmu berubah dan
berkembang, apalagi teknologi. Namun, perubahan kurikulum tidak dapat dilakukan
dengan gaya power rangers, begitu mengucapkan kata berubah
maka perubahan terjadi, secepat kilasan mata. Harus ada alasan fundamental
sebagai dasar perubahan kurikulum. Mengapa kurikulum berubah? Apa landasannya?
Fakta-fakta apa yang mendukungnya? Tujuan-tujuan apa yang hendak dicapai?
Kerangka akademik seperti apa yang mendukungnya? Paradigma apa yang menjadi
titik tolaknya? Alasan-alasan apa yang mendukungnya? Penelitian-penelitian apa
yang memperkuatnya?
Sederet pertanyaan fundamental memang
harus diberondongkan terhadap perubahan kurikulum. Sebab, meskipun hanya salah
satu unsur dalam pendidikan, kurikulum bisa saja menjadi unsur yang sangat
penting. Paling tidak bagi penganut mazhab kurikulum, yang percaya bahwa
kurikulum merupakan penentu utama arah dan isi pendidikan. Begitu pentingnya
kurikulum bagi penganut mazhab ini sampai-sampai di beberapa negara terjadi
perang sungguhan, bukan perang kata-kata seperti yang terjadi sekarang ini
terkait dengan kurikulum 2013. Seabagai contoh, di Yaman dan Afganistan serta
sejumlah negara pecahanan Uni Sovyet terjadi perang sungguhan untuk menentukan
isi kurikulum. Di Yaman perang terjadi antara Pemerintah dan Al Qaida, di
Afghanistan antara Pemerintah dengan Taliban. Sementara itu di negara-negara
komunis, pemerintahlah yang memiliki kewenangan untuk menentukan seluruh isi
kurikulum. Penganut mazhab kurikulum yakin betul bahwa masa depan negara bangsa
sangat ditentukan oleh kurikulum. Argumentasi seperti ini sangat sering
dikumandangkan oleh para pendukung kurikulum 2013.
Bersebalikan dengan itu ada mazhab
guru. Para pendukung mazhab ini sama sekali tidak percaya bahwa kurikulum yang
menentukan. Mereka meyakini gurulah yang paling menentukan arah dan isi
pendidikan. Sebab gurulah yang setiap hari berhadapan dan terlibat dengan siswa
dalam proses pemelajaran. Kurikulum boleh bergantu, bahkan setiap hari. Tetapi
gurulah yang akan menentukan apakah ia mau menggunkan kurikulum itu atau
mengembangkan programnya sendiri. Paling tidak selama ini secara empiris mazhab
guru bisa membuktikan keyakinannya bahwa guru yang menentukan. Perhatikan sudah
berapa kali kurikulum berubah, dan cermati apa yang terjadi dalam proses
pemelajaran di kelas. Ternyata kebanyakan guru keadaannya mirip sebuah syair
lagu pop Indonesia yaitu aku masih seperti yang dulu.....
Oleh karena itu para penganut mazhab
guru percaya, bila hendak meningkatkan mutu pendidikan mulailah dari
meningkatkan mutu guru, kutukulum menyusul. Bukan sebaliknya, perbaiki
kurikulum dulu baru urusi guru. Mereka yakin usaha dengan model seperti ini
insya Allah akan gagal. Lihat saja fakta
empiris pendidikan kita, sudah berapa kali kita mengganti kurikulum, apakah
pendidikan kita meningkat mutunya?
Bagi para penganut mazhab guru,
terlihat ada kelucuan bahkan kekonyolan setiap pergantian kutikulum. Para
pengusung kurikulum baru akan mempreteli kurikulum yang sedang dilaksanakan.
Ditunjukkan bahwa kurikulum yang ada sekarang penuh dengan kelemahan dan
kesalahn. Seakan-akan yang dulu merumuskannya bukanlah orang-orang pintar.
Sedangkan kurikulum yang ditawarkan merupakan kurikulum terbaik yang pernah ada
dan akan menjadikan anak didik kita menjadi orang hebat pada masa depan. Begitu
sempurnanya kurikulum baru ini sampai ada pernyataan, kurikulum ini tidak perlu
lagi diperdebatkan. Padahal siapa yang menjamin pada rezim berikutnya setelah
pemilu 2014, kurikulum 2013 ini tidak dihujat sebagai kurikulum paling aneh
dalam sejarah pendidikan Indonesia?
Semestinya para penguasa bisa bersikap
lebih bijaksana dan tidak memperlakukan pendidikan sebagai gambar susun atau
puzzle yang berantakan. Pendidikan adalah keutuhan, proses yang bertujuan,
bertahap-berkelanjutan, sistematis, terstruktur dan terukur. Dengan demikian
tidak dapat dirajangcincang menjadi beragam unsur yang saling dipertentangkan.
Karena itu peningkatan mutu pendidikan tidak pernah dan tidak akan pernah
berhasil jika hanya menonjolkan perbaikan pada satu dua unsur. Memang harus ada
skala prioritas, namun skala prioritas itu tidak boleh melahirkan kebijakan
yang jomplang, ada unsur yang ditonjolkan dan ada yang kurang diperhatikan.
Secara prinsip sebenarnya rezim SBY ini
sudah mulai melakukan penataan pendidikan yang bertujuan, bertahap
berkelanjutan dan sistematis. Meskipun dalam implementasinya masih terdapat
berbagai kelemahan yang masih bisa terus disempurnakan. Kebijakan sertifikasi
guru dan penyempurnaannya yang dilakukan terus-menerus dari portofolio,
beranjak ke PLPG dan akan berlanjut ke PPG, telah mendorong dinamika perubahan
guru yang sangat bermakna. Meskipun tujuan utamanya yaitu peningkatan mutu guru
dan mutu pendidikan belum tercapai, tetapi perubahan ke arah itu sudah mulai
tampak. Sebagian besar guru kini memicu dan memacu dirinya untuk terus
meningkat dan berkembang. Putra-putri terbaik bangsa ini mulai tergerak untuk
memilih profesi guru. Dalam konteks ini wajar jika ada tuntutan revolusi
perguruan tinggi yang melahirkan guru.
Penetapan dan penerapan standar-standar
pendidikan telah menjadi titik anjak bagi penyelenggara pendidikan meningkatkan
terus kinerjanya untuk mencapai standar itu. Tentu saja diharapkan kesadaran
akan pentingnya pemenuhan standar itu dapat menjadi strategi peningkatan mutu
yang berkelanjutan.
Namun, perlu juga diungkapkan secara
objektif bahwa masih dibutuhkan upaya yang lebih keras agar berbagai kebijakan
itu dapat sungguh-sungguh dilaksanakan secara konsisten dengan upaya kontrol
yang baik untuk memastikan ketercapaian tujuan. Dalam pencapaian tujuan itu
Pemerintah sungguh-sungguh menghargai proses yang tersrtuktur dan terukur.
Tidak tergoda dengan proses yang serba instan. Dalam tautan ini kiranya Pemerintah
harus mengambil pelajaran dari kebijakan RSBI. Segala maksud baik yang
melatarbelakangi pendirian RSBI akhirnya dipangkas habis oleh keputusan MK. Ini
terjadi karena RSBI dilaksanakan dengan cara instan dan menghalalkan segala
cara untuk mencapai tujuan.
Alangkah indah dan eloknya bila
pergantian kurikulum sekarang ini disusun dalam sebuah program terpadu.
Sebenarnya Pemerintah bisa membuat program terpadu itu dengan cara mengaitkan
perubahan kurikulum ini dengan kebijakan lain seperti kebijakan sertifikasi
guru, uji kompetensi guru, dan pemenuhan standar pendidikan dan kebijakan lain
yang terkait secara integratif-holistik. Dengan demikian akan terlihat bahwa
perubahan kurikulum adalah konsekuensi yang tak terelakkan dari berbagai
kebijakan yang mendahuluinya. Perubahan kurikulum menjadi sesuatu yang niscaya.
Suci Ramadhaniyati (4915133404)
BalasHapusP. IPS B 2013
Seperti yang telah diuraijelaskan dalam tulisan ini bahwa pendidikan memang harus diubah. Tetapi pengubahannya bukan berawal dari kurikulum, akan lebih baik jika pengubahan pendidikan diawali dari pendidik atau guru. Peran guru dalam suatu komponen pendidikan jauh lebih penting daripada kurkulum yang juga sama pentingnya bagi pendidikan. Akan tetapi jika guru tidak dapat memberikan pengajaran yang baik untuk peserta didik, bagaimana bisa seorang guru dapat menyeimbangkan dengan kurilulum yang baru ini? pasti guru akan merasakan kesulitan besar dan keteteran pada saat mengajar. Maka dari itu pemerataan program profesionalisme guru di setiap daerah harus terus digencarkan supaya sistem pendidikan yang yang dijalankan tidak terjadi kesalahan. Sebab, sistem pendidikan itu dilaksanakan secara tersusun, terstruktur dan terencana, sesuai dengan teori struktural fungsional yang menjelaskan bahwa suatu sistem atau komponen harus tersusun dan terstruktur. Apabila dalam sistem atau komponen tersebut terjadi kerusakan atau kesalahan, maka akan memengaruhi sistem tersebut.
1. Perbedaan apa yang sangat kentara pada kurikulum 2013 ini dengan kurikulum yang sebelumnya?
2. Kenapa harus menerapkan kurikulum 2013 ini? apakah terjadi kesalahan pada kurikulum sebelumnya? Berarti selama ini kita adalah produk dari kegagalan kurikulum?
3. Bagaimana menilai kualitas dari suatu kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan Indonesia? Apakah kita harus berkaca pada Negara-negara yang pendidikannya jauh lebih maju daripada Negara kita?