Sabtu, 11 Januari 2014

ANNAS

Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia." (Al Quran, 114:1-6).

Allah perintahkan manusia berlindung pada Allah saja. Menariknya, dalam surat Annas ini, Allah menggunakan sekaligus Tuhan, Raja, dan Sembahan manusia untuk menegaskan keberadaanNya. Pastilah ada makna khusus dalam penggunaan tiga sebutan itu sekaligus. Sebab tiga sebutan itu menunjukkan aspek yang berbeda. Intinya, hanya pada Allah saja manusia berlindung. Bukan pada yang lain.

Surat ini juga menegaskan bahwa kejahatan itu bisa datang dari setan. Setan itu bisa berupa jin dan manusia. Kejahatan itu bermula atau datang dari bisikan. Bisikan pastilah tidak terbuka, tetapi dilakukan secara sangat khusus dan biasanya tersembunyi. Tentu isi bisikan bisa sangat spekulatif, sebab sulit dicek dan ricek.

Bila Anas sungguh berlindung pada Allah dan merasa diri benar, seharusnya dia brani. Apa pun yang dihadapinya. Apa pun yang dilakukan orang terhadapnya. Jangan cuma berwacana dan menggunakan pola bisik-bisik alias lempar isu untuk mengalihkan pokok persoalan.

Saat Nazaruddin masih sebagai bendahara partai demokrat bicara tentang keterlibatan Anas dalam kasus Hambalang, dan bilang pemenangan Anas sebagai ketua umum partai demokrat pakai uang Hambalang, Anas bilang itu halusinasi, cerita imajinatif. Bahkan meminta KPK tidak usah buang waktu untuk tanggapi ocehan Nazaruddin.

Mestinya, bila merasa benar dan tidak terlibat, Anas harus berani minta KPK selidiki ocehan Nazaruddin tersebut. Karena orang benar itu harus brani. Sejak kecil, anak Indonesia kan sudah diajarkan prinsip, brani karena benar. Bukan brani karena dibayar atau membayar. Menyebut penjelasan Nazaruddin sebagai halusinasi dan meminta KPK tidak usah perhatikan, sebenarnya  merupakan cara untuk menghindar. Nuding orang bohong, tetapi tak brani tunjukkan kebenaran diri. Ini ciri manusia kancut pengecut.

Pada kala pemberitaan makin memojokkannya, Anas brani sesumbar. Bila ada satu rupiah saja duit Hambalang sampai padanya, ia nantangin dan bilang, gantung Anas di Monas. Tantangan ini menunjukkan Anas mulai brani hadapi berbagai tudingan yang ditujukan padanya. Sebenarnya sikap seperti inilah yang diharapkan dari anak muda seperti Anas. Mengapa harus takut jika memang benar?

Saat KPK menetapkan Anas jadi tersangka ada dua sikap sekaligus yang muncul. Pertama, ancaman Anas untuk membuka kasus Hambalang selebar dan sedalam-dalamnya. Ini baru halaman pertama, akan ada lembaran selanjutnya, ancam Anas. Kedua, secara terus menerus menuduh ada konspirasi antara istana dan KPK. Pada tahap inilah periode bisik membisik menjadi kencang.

Kubu Anas terus menuding ada konspirasi, tetapi tak pernah bisa tunjukkan bukti. Mereka juga meyakinkan publik bahwa sesjen partai demokrat yaitu Ibas Yudhoyono terlibat. Menuduh KPK takut menangani Ibas. Yang paling terakhir adalah Anas menolak panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka, mempersoalkan surat panggilan, dan membuat tuduhan bahwa petinggi KPK menyambangi Cikeas.  Lagi-lagi dasar tudingan itu adalah katanya, alias hasil bisik-bisik yang tidak jelas sumbernya.

Harus diakui, kasus megakorupsi Hambalang memang tantangan besar bagi KPK, sebagaimana kasus megakorupsi Bank Century. Sebab diduga melibatkan orang yang berada pada lingkar dalam kekuasaan. KPK harus tunjukkan bahwa keputusan mereka sungguh tidak diintervensi oleh kekuasaan. Tampaknya kebocoran sprindik Anas yang menyebabkan dibentuknya komisi etik telah menimbulkan banyak spekulasi yang menjurus pada adanya intervensi kekuasaan dalam kasus Anas. Situasi merunyam karena secara canggih kubu Anas memanfaatkan situasi ini untuk memberondong KPK dengan berbagai tuduhan. KPK memang harus bekerja cepat, akurat, dan transparan untuk meyakinkan publik bahwa mereka mandiri, tak bisa dipengaruhi siapa pun.

KPK tampaknya hendak tunjukkan bahwa mereka penegak hukum, pemberantas korupsi, bukan alat politik siapa pun. Itulah yang membuat mereka bertindak semakin tegas terhadap Anas. Mestinya Anas tidak usah menghindar dari panggilan, apalagi menggunakan mulut teman-temannya untuk berdalih macam-macam. Anas harus datang ke KPK, jalani pemeriksaan dan membawa semua bukti atas segala yang dia dan teman-temannya katakan. Selama berbagai tudingan itu hanya disampaikan melaui media, kita bisa berhipotesis bahwa yang mereka katakan tak lebih hanya merupakan bisikan kejahatan.

Bagi para tersangka seperti Anas, pemeriksaan kasusnya dan pengadilan terbuka sebagai satu rangkaian kegiatan penegakan hukum adalah panggung terbuka untuk menunjukbuktikan bahwa dia benar. Panggung pengadilan adalah tempat yang cocok untuk membuka lembar kedua dan lembar selanjutnya seperti yang pernah dijanjikan Anas. Juga untuk membuktikan bahwa ada orang lain, Ibas atau yang lain, terlibat. Tentu dengan bukti, bukan dengan sekadar pengakuan.  Jika dalam pengadilan Dedi Kusdinar, petinggi Adi Karya menyatakan mengetahui Anas menerima bayaran dua milyar. Maka, Anas bisa juga mengungkapkan apa pun yang dia ketahui soal aliran dana Hambalang. Pengadilan yang akan menguji mana yang benar dan mana hanya ocehan halusinasi.

Bila Anas dan para loyalisnya menghindar, hanya berani berbicara di media, tanpa pernah menunjukkan bukti atau informasi yang mengarah pada bukti, siapa pun bisa berkata bahwa Anas dan orang-orang di sekitarnya cuma tukang bisik seperti yang digambarkan pada ayat-ayat Al Qur'an di atas. Selama mereka terus saja mengalihkan isu dari pokok persoalan sebenarnya, kita bisa menduga, lembaran-lembaran berikutnya seperti yang pernah dijanjikan Anas memang ada, tetapi merupakan lembaran-lembaran kosong.

Anas harus brani fokus, menjalani proses hukum, tidak menggesernya ke persoalan politik atau mempolitisasinya. Apalagi melibatkan orang lain yang mewakilinya dan terus saja menggeser fokus masalah dengan cara mengembangbiakkan berbagai bisikan yang tidak bisa dibuktikan. Anas harus memanfaatkan proses hukum untuk membongkar jika memang ada kejahatan yang lebih besar dan mengerikan di balik Hambalang atau kasus lain yang melibatkan partai demokrat atau para kedernya, bahkan ketua umumnya yang sekarang yaitu Susilo Bambang Yudhoyono.

Apa pun niat, motivasi dan latar belakangnya, Anas harus memanfaatkan proses hukum ini untuk membuka lembaran berikutnya yang dia janjikan dulu. Kita berharap lembaran itu menunjukjelaskan isi perut partai politik dalam kaitannya dengan pendanaan, simbiosisnya dengan proyek-proyek pemerintah, model-model atau pola-pola bagi-bagi rezeki dan peruntukkannya. Juga menjelaskan keterlibatan para aktornya.

Anas bisa saja menjadi terdakwa. Tetapi ia telah sangat berjasa bagi perbaikan sistem politik Indonesia di masa depan. Sistem politik yang tidak lagi menjadikan partai politik benalu bagi proyek-proyek dan program-program pemerintah. Bukankah korupsi yang dilakukan oleh orang-orang partai politik yang sudah diputus oleh pengadilan, yang sedang diproses di pengadilan, dan yang sedang disidik di KPK, Kejaksaan dan Polisi benar-benar terkait dengan proyek-proyek dan program-program pemerintah?

Bila Anas terus menghindari proses hukum dan terus saja mengalihkan isu, ya kita akan mencatat bahwa kualitas Anas dan orang di sekitarnya cuma sekelas para pembisik. Pemain politik di ruang gelap yang bermain-main dengan isu-isu murahan, sampah dalam wacana politik jalanan.

SISTEM POLITIK YANG SEHAT DAN BERMAKNA TIDAK DAPAT DIBANGUN DENGAN BISIK-BISIK ATAU PERMAINAN ISU MURAHAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd