Jumat, 31 Januari 2014

KAKUS DAN MASA DEPAN PERADABAN (6)

Kakus adalah moralitas dan privasi.

Berawal dari mulut, melalui perut, berakhir di kakus. Ini urutan yang niscaya, tak dapat dibolak-balik. Urutan ini berlaku bagi manusia dan binatang. Manusia membuatnya berbeda, karena kesadaran bahwa ia adalah makhluk multidimensi, bukan sekedar makhluk darah daging seperti hewan.

Dimensi kecerdasan manusia memungkinkannya untuk secara langsung memengaruhi dan merekayasa semua tahap dalam proses tersebut dari awal hingga akhir. Dalam kaitannya dengan makanan, kuliner dan  tatakelola makanan dalam jejaring yang sistematis pada tingkat global, dan penciptaan beragam makanan baru adalah contoh nyata pengejawantahan kecerdasan itu.

Pada tahapan pencernaan telah diciptakan berbagai jenis makanan dan minuman yang dapat membantu sistem pencernaan agar semakin sehat, bersih, dan terkendali. Ini dilakukan karena ternyata makanan pabrikan dan penggunaan berbagai bahan kimia untuk meningkatkan produksi, dan percepatan pertumbuhan tanaman makanan telah membawa efek buruk bagi sistem pencernaan. 

Sekarang ini semakin banyak jenis penyakit yang menyerang sistem pencernaan sebagai akibat dari beragam makanan pabrikan dan perubahan pola makan. Kebanyakan orang memilih menikmati jus buah produksi pabrik daripada membuat jus dari buah asli.  Anak-anak sejak kecil sudah ketagihan makanan pabrikan yang merupakan racikan bahan kimia, bukan bahan asli dari alam. Dalam kaitan inilah berbagai perekayasaan pencernaan dengan makanan dan minuman yang bisa menyehatkan pencernaan menjadi sangat penting dan bermakna.

Pada akhirnya manusia juga harus menciptakan berbagai kreasi dan inovasi untuk tahapan terakhir yaitu kakus. Seperti makan, makanan, dan cara makan, manusia juga harus tunjukkan kemulian dirinya sebagai makhluk multidimensi dalam hal kakus dan kekakusan ini.

Sebagaimana makan, manusia juga tidak mau buang hajat sembarangan. Ketinggian derajat dan kecerdasannya harus ditampakkan saat buang hajat. Meskipun pada mulanya terdapat sejumlah kesulitan melakukan buang hajat yang menunjukkan kemuliaan manusia dan memenuhi standar kesehatan, namun akhirnya berkat ketekunan dalam pencarian dan inovasi akhirnya ditemukan teknologi wc jongkok dan wc duduk yang menegaskan kemuliaan manusia, sekaligus menyehatkan.

Inovasi wc itu tidak pernah berhenti, apalagi manusia sudah pula menjelajahi ruang angkasa. Untuk tetap menjaga kemuliaan manusia melalui kakus, NASA mengeluarkan dana 19 juta dollar untuk membuat kakus ruang angkasa. Sebab di luar angkasa pun manusia tetap harus menjaga kemulian, kebersihan dan kesehatan.

Mengikuti perkembangan teknologi digital, Kohler Co menciptakan Numi, wc berteknologi digital seharga 9 ribu dollar. Numi memiliki keunggulan sebagai kakus yang dilengkapi remote control, dengan LCD layar sentuh, buka tutup secara otomatis, ketinggian dudukan bisa naik turun disesuaikan dengan kondisi pemakainya, terdapat speaker yang bisa dihubungkan dengan MP3 player, radio FM, ponsel canggih, juga bisa dihubungkan dan dikendalikan dengan iPhone, dan iPod. Kecanggihan ini tentulah untuk memberikan kenyamanan bagi penggunanya. Kakus itu sangat penting, karena itu teknologinya juga tidak boleh ketinggalan zaman.

Sebagai makhluk yang mulia, manusia tidak boleh buang hajat sembarangan seperti hewan. Setiap manusia menyadari, dirinya pun tidak suka bahkan jijik dengan kotoran yang berasal dari perutnya sendiri. Itu terbukti setiap pagi saat buang hajat, betapa ikhlasnya kita melepas kotoran itu. Kita segera menyiramnya dan tak sudi melihatnya. Kita sungguh sangat terganggu terutama oleh baunya. Itulah sebabnya kita tak mau orang lain terganggu dengan kotoran kita, sebagaimana kita juga tidak mau terganggu kotoran orang lain. Sudah pasti, ini tidak hanya karena alasan kesehatan, terlebih karena argumentasi moralitas. Manusia harus saling menghormati. Tidak boleh berbagi dalam menikmati aroma busuk kotoran manusia.

Tatacara manusia buang hajat, membangun dan mengelola kakus sungguh menegaskan keberadaan manusia sebagai makhluk yang menghargai etika dan mengimplementasikannya menjadi sikap moral. Jadi ini bukan sekadar masalah kesehatan. Rasa malu adalah kata kuncinya.

Manusia merasa betul hubungan dengan kakus dan perkakusan bersifat sangat pribadi. Ia sungguh tidak mau ada orang lain yang campur tangan, intervensi, dan mengganggu saat buang hajat. Kita mau dalam hal buang hajat biarlah kita mengurus dan menikmatinya sendiri. Kita tidak sudi orang lain tahu apa yang kita produksi dari segi bau, bentuk, dan warna. Kita sadar ini sepenuhnya soal aib pribadi. Kita sadar apa yang kita produksi, buang angin dan buang hajat, aromanya bisa tunjukkan kondisi pencernaan kita, malah mungkin kondisi kemanusiaan kita.

Oleh sebab itu kakus dan perkakusan secara sangat mencolok menegaskan realitas hakiki manusia. Semua manusia, selama hayat masih dikandung badan, menyimpan kotoran, atau paling kurang memproses kotoran di dalam dirinya. Kemana pun ia pergi, apa pun jabatan dan kondisinya, bahkan saat sedang beribadah, di dalam dirinya tersimpan kotoran.

Ia boleh bersolek menghias diri ke salon dan spa, mandi susu dengan gosokan rendang, atau mandi madu dengan balutan keju, tetep aja ada kotoran tersimpan dan berproses dalam dirinya. Itulah sebabnya selagi masih hidup, tak pernah manusia disebut orang suci, ya karena masih ada tinja dalam pencernaannya. Manusia baru diberi gelar sebagai orang suci setelah ia mati, antara lain karena proses pengolahan kotoran sudah berhenti di dalam pencernaannya. Pada tingkat ini orang sudah berbicara tentang kebaikan manusia, bebas dari kebertubuhan. Tubuh yang memproses kotoran itu sudah terkubur di tanah. Bukan lagi sebagai manusia, tetapi sebagai seonggok tubuh, sebagai mayat.

Bila manusia belum dikebumikan dalam tanah, ia harus berurusan dengan kakus. Artinya ia harus mengubur dalam-dalam kotorannya. Dengan demikian kakus kembali lagi menunjukkan sifat dasar yang mesti ditunjukkan manusia. Manusia selalu lekat dengan kotoran atau aib. Ia harus mengubur kotoran atau aib itu. Tak boleh ia umbar kotoran atau aib sendiri, apalagi kotoran atau aib orang lain.

Maknanya, manusia memang harus mengelola dan menyimpan rapat-rapat kotoran, aib dan kesalahannya. Ia tak boleh terikat, tenggelam, dan terperangkap dalam kotoran itu. Ia tak boleh terpasung pada masa lalunya yang jelek dan memalukan.

Kakus memang mengajarkan pada manusia agar mengelola, menjaga, dan mengubur dalam-dalam kotoran, aib dan kesalahannya pada masa lalu. Bersamaan dengan itu ia juga bersikap sama pada orang lain, menjaga dan tidak mengumbar kotoran dan aib orang lain. Kakus memang sangat padat dengan pesan dan implementasi moralitas. Menjaga dengan konsisten implemetasi moral pastilah sangat menentukan masa depan peradaban. Makna terdalamnya adalah

KAKUS MEMANG SANGAT MENENTUKAN MASA DEPAN PERADABAN.

1 komentar:

  1. ELSA PRATIWI
    4915133434
    P. IPS REB 2013

    Setelah saya membaca tulisan bapa yang berjudul “SUDI” benar sekali kalau marga itu sangt penting untuk memberikan identitas kepada orang tersebut.
    1. Bagaimana caranya untu menjadi creator sejati?
    2. Apakah hanya orang batak saja yang membpunyai marga di Indonesia?
    3. Seberapa pentingkah identitas untuk kehidupan kita?
    

    BalasHapus

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd