Senin, 27 Januari 2014

KAKUS DAN MASA DEPAN PERADABAN

Pagi jadi nyaman dan menyenangkan bila telah menyendiri di kakus, dengan ikhlas melepas hajat. Pada musim banjir, tidaklah gampang mendapatkan tempat untuk menikmati kenyamanan ini.

Bayangkan bila di pagi hari tak ada tempat untuk buang hajat, sedangkan perut sudah muter dan mules gak karu-karuan. Atau harus berebutan dengan anggota keluarga yang mengalami tekanan perut yang tidak kalah muternya. Kakus menjadi sangat penting.

Kakus bukan sekedar tempat seperti halte, super market, restoran, dan tempat lain yang boleh saja tidak ada, namun kehidupan manusia dapat terus berjalan normal. Keberadaan kakus merupakan keniscayaan bagi kelangsungan hidup manusia dan peradaban. Tentu saja kakus tidak selalu harus berupa ruang yang dibatasi dinding. Memiliki dinding atau terbuka, berada di dalam rumah, di pinggir kali atau di semak-semak, keberadaan kakus sebagai tempat melepas hajat mutlak bagi manusia.

Itulah sebabnya kakus punya sejarah panjang yang sekaligus menunjukkan perkembangan peradaban manusia. Sekitar tahun 3300 SM di kerajaan Mesopotmia kuno sudah dibuat saluran untuk kakus. 3000 SM Raja Saragon I dari Mesopotamia membangun enam kakus umum di istana. 3000-1500 SM di Mohenjodaro ibukota Hindustan telah dibuat saluran kakus yang dialirkan ke sungai. 2800 SM Raja Minos dari Crete juga telah membuat saluran kakus yang langsung dialirkan ke sungai. Bangsa Rumawi kuno telah membuat kakus di selokan yang dialirkan ke sungai Tiber. 2500 SM Mesir kuno telah pula membangun sistem pembuangan atau kakus yang juga dialirkan ke sungai. Bangsa Yunani kuno yang banyak melahirkan Filsuf yang mempengaruhi dunia sampai hari ini, ternyata memiliki sistem pembuangan hajat yang buruk. Mereka belajar membuat sistem kakus dari Mesir. Sejarah zaman kuno di berbagai negara ini menegaskan bahwa kakus merupakan bagian penting dalam hidup dan peradaban manusia. Jika tidak penting, ngapain pula raja membuat kakus umum di istana, dan kakus menjadi urusan raja?

Eropa pernah mengalami endemi kolera yang disebabkan buruknya sistem pembuangan. Selama masa yang panjang manusia berhasil mengembangkan arsitektur  bangunan rumah yang beragam, rumah ibadah dan perkantoran yang indah, megah, dan mempesona. Tetapi tidak mampu menciptakan kakus sebagai sebuah sistem pembuangan yang sungguh bersih dan aman.
Di London pada tahun 1371 telah dibuat Undang-undang yang melarang membuang tinja sembarangan. Pelarangan itu berisi denda bagi para pelakunya. Padahal pada waktu itu London telah memiliki bangunan bertingkat tinggi yang megah. Sayangnya, mereka belum mampu membuat kakus, sistem pembuangan yang bersih dan aman. Akibatnya London pernah mengalami endemi kolera tiga kali yaitu 1849 dengan korban tewas 14 ribu jiwa, 1854 yang wafat 10 ribu jiwa, 1866 menewaskan 5 ribu jiwa. Semua terjadi karena ketiadaan kakus. Kakus memang bukan sekedar sebuah tempat, tetapi sebuah sistem yang merupakan bagian niscaya bagi keberadaan dan kebertahanan manusia.

Bukan hanya Eropa yang pernah dihabisi oleh wabah kolera. Sebenarnya hampir seluruh belahan dan celahan dunia pernah mengalami pendemi atau endemi kolera. Dimulai pada 1817 di India, khususnya di daerah sepanjang sungai Gangga, kolera pada tahun yang sama menyerang Eropa Barat dan Amerika. Selanjutnya sampai tahun 1966 wabah kolera berkeliling ke Cina, Kanada, Afrika, dan Asia. Sempat singgah di Indonesia pada 1961. Biasanya wabah mulai dari daerah pinggiran sungai, tempat kakus-kakus terbuka berjejeran atau tempat tinja berseliweran.

Itulah sebabnya, kemajuan, sejumlah sifat dan kebiasaan masyarakat bisa ditilik dari bagaimana kakus mereka. Bila Anda bepergian dengan pesawat dan tiba di bandara yang mewah. Apa pendapat dan bagaimana perasaan Anda saat menyaksikan betapa kotor dan bau kakusnya? Semua penilaian positif tentang bandara yang mewah dan bersih itu, langsung runtuh. Pada kesempatan lain Anda menginap di hotel berbintang nan mewah. Di pagi hari saat buang hajat, 'harta karun' yang mestinya menghilang dan tersimpan bersama air, tiba-tiba muncul lagi setelah disiram. Apakah Anda akan meneruskan menginap di hotel itu?
Kakus, sungguh dapat meyakinkan kita tentang buruknya sistem, tak adanya konsistensi pemeliharaan, dan penghargaan yang tak pantas terhadap manusia.

Masyarakat moderen menata rumah, pemukiman, dan kota dengan sangat memperhatikan bukan saja penempatan kakus. Juga keindahan, kemewahan, dan kepraktisannya. Diciptakan segala sesuatu yang khusus untuk kakus, mulai dari keramik lantai, dinding, model kakus duduk yang sangat beragam, dan berbagai asesoris. Kakus merupakan bagian penting yang ada dalam bangunan utama. Mengintegrasian kakus dengan bangunan utama hanya dapat dilakukan setelah manusia menemukan kakus sebagai sistem. Jika dilihat bagaimana masyarakat kuno hanya mengalirkan tinja ke sungai dari selokan, kakus masyarakat moderen adalah tanda dan hasil kecanggihan berfikir. Tentu setelah masa pencarian yang lama.

1956 Sir John Harington membuat wc sederhana, 1775 Mr Cummings melanjutkan usaha tersebut dengan menambah beberapa piranti, 1782 Mr Beachman mempercanggihnya. Baru 1889 Bostel menciptakan wc duduk seperti yang digunakan sekarang ini. Lihat betapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menciptakan kakus sebagai sebuah sistem pembuangan.

Meskipun akhirnya manusia dapat menciptakan kakus yang memenuhi standar bersih dan aman, namun masih sangat banyak manusia, bahkan masyarakat yang menggunakan kakus tradisional yang sangat potensial menyebarkan penyakit ke manapun. Lihatlah masyarakat tradisonal kita, atau masyarakat dari strata bawah, mereka merasa nyaman buang hajat di mana saja. Di sejumlah pemukiman kumuh yang dekat dengan rel kereta api di kota-kota besar kita, penduduknya menggunakan rel kereta sebagai kakus. Tinja berserakan di mana saja, menghiasi dan bersaing dengan batu-batu yang berserakan. Kondisi yang sama terlihat pada pemukiman di sepanjang aliran sungai.

Pada World Toilet Summit 2013 di Solo diungkapkan bahwa Indonesia juara dua sanitasi atau kakus terburuk di dunia. Sekitar 100 juta dari 250 juta penduduk belum memiliki akses kakus yang baik. Sekitar 63 juta tidak punya kakus dan buang hajat sembarangan. BPS mencatat pada 2010 penduduk Indonesia 55,53 persen memiliki akses kakus yang baik, sekitar 45 persen belum atau tidak memiliki akses kakus yang baik. Sementara itu Kementerian Kesehatan mengungkapkan, sepanjang 2000-2010 ada kecenderungan kenaikan penderita diare, 2000 rasio diare 301 per 1000 penduduk, 2003 naik menjadi 374, dan 2010 naik lagi menjadi 411 orang. Pada 2008 terjadi KLB diare di 63 kecamatan dengan 8.133 kasus, yang meninggal 239 orang. Pada 2010 terjadi lagi KLB diare.

Kakus dan segala akibatnya bukan hanya terjadi di Indonesia. Kakus telah menjadi permasalahan yang serius pada tingkat global. PBB menetapkan 19 November sebagai Hari Kakus Sedunia. Penetapan ini ada kaitannya dengan sangat banyaknya masyarakat di dunia yang belum atau tidak memiliki kakus. PBB mencatat 1 dari 3 orang di seluruh dunia tidak punya kakus. Sekitar 2000 ribu anak wafat setiap hari karena diare. Kerugian akibat persolan kakus di seluruh dunia mencapai angka 260 milliar dollar atau setara dengan 2.990 triliun pertahun. Lebih kurang 272 juta perhari anak tidak dapat masuk sekolah karena diare. Sekitar 80 persen dari 2,5 milliar orang di dunia yang tidak memiliki akses kakus tinggal di Asia, dan 1,1 milliar orang buang hajat di tempat terbuka. Inilah dunia kita.

Meskipun dunia moderen telah menemukan kakus atau sistem pembuangan yang canggih, aman dan sehat. Namun, faktanya dunia masih dihadapkan pada masalah akut terkait dengan kakus. Kita tidak tahu bagaimana nasib peradaban masa depan bila problematika kakus ini tidak segera dapat diatasi.

HARI DEPAN KITA TERNYATA IKUT DITENTUKAN OLEH KAKUS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd