Jumat, 03 Januari 2014

KONDOM LAGI

Tribun Jogja memberitakan, menjelang libur tahun baru penjualan kondom di sekitar Kaliurang meningkat. Kondom adalah kontroversi. Sejak kemunculannya pertama kali, kondom telah menimbulkan kontroversi, pro-kontra, dan sejumlah masalah. Sudah pasti para pembeli kondom itu tidak akan menggunakannya sebagai balon untuk menambah kemeriahan tahun baru. Kondom terkait sangat erat dengan seks dan perkelaminan. Itulah sumber kontroversinya.

Kondom bukanlah piranti yang baru. Karena itu kondom bukan produk modernitas. Kondom diperkirakan sudah ada pada tahun 100 atau 200 Masehi. Mungkin lebih tua dari itu, karena di Roma dan Mesir kuno tercatat adanya penggunaan kondom. Tentu saja kondom pada zaman itu sama sekali tidak sama dengan kondom zaman sekarang, terutama bahan untuk membuatnya.

Pada mulanya kondom digunakan untuk menghindari penyakit kelamin, bukan untuk mencegah kehamilan. Fungsi awal kondom ini sesungguhnya sudah mencerminkan konteks keberadaan kondom. Apakah orang akan terkena penyakit kelamin jika hanya berhubungan dengan istri sendiri, dan sang istri hanya berhubungan dengan suami sendiri? Penyakit kelamin bisa timbul dalam konteks pergaulan seks yang mengabaikan kesetiaan. Misalnya berhubungan dengan istri atau suami orang. Makin terbuka kemungkinan terkena penyakit kelamin bila berhubungan seks dengan lebih banyak orang. Hakikinya pada awal kemunculannya kondom adalah piranti bagi seks bebas.

Tetapi akan menjadi sangat berbeda konteksnya bila kondom digunakan untuk mencegah kehamilan sebagaimana BKKBN pada tahun 1970 untuk pertama kali mengenalkan kondom dalam program resmi untuk mencegah kehamilan dalam upaya mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui program KB. Dalam konteks ini kondom memiliki fungsi yang positif dan dirasakan sebagai salah satu solusi jitu untuk memecahkan masalah pertumbuhan penduduk.

Namun, dalam perkembangannya, juga di Indonesia, kondom lebih mengemuka sebagai simbol seks bebas. Dalam konteks inilah kondom menjadi kontroversi yang kerap kali menimbulkan saling serang dan caci maki. Rasanya produksi kondom yang luar biasa lebih banyak digunakan dalam konteks seks bebas tersebut. Pada tahun 1935 di Amerika Serikat diproduksi 1,5 juta kondom per hari. Tahun 1993 produksi tahunan kondom lateks mencapai 8,5 juta milliar. Kondom lateks adalah produk modernitas. Ini bermakna, kondom memang lebih mengemuka sebagai piranti seks bebas sejak mula kemunculannya. Modernitas memberikan kedudukan yang makin penting bagi kondom. Itu terlihat dari jumlah produksi kondom yang sangat luar biasa banyaknya. Siapakah pengguna utamanya?

Tribun Jogja  menyebutkan bahwa kebanyakan yang membeli kondom adalah anak muda yang berusia produktif. Tampaknya ini sama sekali tidak mengherankan. Sekelumit data berikut mungkin bisa menjelaskan duduk soalnya. BKKBN mencatat, survey yang dilakukan 2002-2003 menunjukkan remaja berusia 14-19 tahun sudah melakukan hubungan seksual pranikah, 34,7 persen putri dan 30,9 persen putra. Survey 2010 yang juga dilakukan BKKBN mengungkap besarnya jumlah perempuan lajang yang kehilangan perawan, di Surabaya 54%, Bandung 47%, dan Medan 52%. Sementara itu Komisi Nasional Perlindungan Anak pada 2008 menyatakan 62,7% siswa SMP pernah melakukan seks pranikah. Penelitian Australian National University (ANU) bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia menemukan di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi (2010), 20,9% wanita berusia di bawah 17-24 tahun hamil dan melahirkan sebelum menikah. BKKBN melihat kecenderungan terjadinya peningkatan seks pranikah di kalangan remaja dari tahun ke tahun.

Rasanya sangat tidak elok bila kita menghabiskan waktu berdebat, apalagi sepenuhnya menyalahkan para remaja atas realitas yang memprihatinkan ini. Juga kurang bagus saling menyalahkan dan saling kecam seperti yang mengemuka saat adanya pekan kondom beberapa waktu lalu.

Secara jernih kita mesti bertanya, apa yang terjadi sesungguhnya dalam metabolisme masyarakat kita? Reproduksi kultural seperti apa yang kini berkembang dalam rahim masyarakat kita? Apa yang salah dalam pendidikan agama? Apa yang tidak dilakukan pemerintah? Sehingga generasi muda kita menjadi seperti yang ditunjukkan oleh sekelumit data di atas.

Apakah kita sama sekali sudah kehilangan kekuatan untuk mengarahkan perubahan dalam masyarakat? Apakah fakta ini merupakan konsekuensi yang tak terelakkan dari model pembangun yang kita jalani selama ini? Apakah fakta ini merupakan limbah dari pendidikan kita yang sangat bersibuk diri dengan ujian nasional?

Realitas kondom terkait dengan bagaimana sikap masyarakat terhadap kondom, bagaimana kondom dipromosikan dan diperjualbelikan, siapa yang paling banyak menggunakan kondom, untuk keperluan apa kondom digunakan, dan pada saat apa kondom paling laku, adalah tampak luar dari realitas masyarakat kita, seperti suhu tubuh yang panas yang menunjukkan gejala penyakit. Meski kita tidak tahu dengan pasti penyakit apa yang sesungguhnya  sedang mengalami inkubasi.

Reaksi yang bersifat parsial dan instan seperti pekan kondom nasional, razia hotel melati, dan memblokir pornografi di internet, tak ubahnya seperti mengoleskan minyak angin pada bagian sendi yang diserang asam urat. Kita butuh lebih dari itu,

NEGARA BANGSA INI MEMBUTUHKAN HALUAN BARU DALAM STRATEGI KEBUDAYAANNYA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd