Ironis. Institute for Health Metric and Evaluation (IHME) dalam penelitian terbaru menemukan perokok di Indonesia meningkat sepanjang 1980-2012 menjadi 57%. Angka ini nomor dua di dunia setelah Timor Leste sebesar 61,1%. Kenaikan terjadi dua kali lipat sejak 1980 (National Geographic Indonesia). Sementara itu Staf Khusus Bidang Politik, Kebijakan Kesehatan Kemenkes Bambang Sulistomo mengatakan ada 70 juta perokok di Indonesia (Tribun Jambi, 26. April. 2013). Lembaga Penanggulangan Masalah Merokok mencatat pada 2008 sejumlah 6 juta orang meninggal karena merokok, dan kecenderungannya akan terus meningkat (VIVA NEWS, 21.12.2009).
Peringatan : Rokok Membunuhmu pada kemasan dan iklan rokok tampaknya belum mampu menyadarkan orang akan bahaya merokok. Oleh karena itu ada gagasan untuk meninggilangitkan pajak rokok agar harganya semakin mahal. Diduga cara itu mungkin efektif menurunkan angka perokok.
Keberadaan rokok telah jadi kontroversi sejak lama. Bahkan para ulama pun terlibat dalam kontroversi itu. Ada yang mengatakan rokok itu haram, ada pula yang menyatakan tidak. Sebenarnya kebiasaan merokok hanyalah salah satu saja bentuk kebiasaan buruk yang berkembang sangat pesat dalam masyarakat. Banyak kebiasaan lain yang sama dan lebih berbahaya, serta memiliki dampak sangat luas di samping kebiasaan merokok. Kini angka pecandu narkoba juga meningkat tajam.
Untuk mendapatkan gambaran peningkatan pecandu narkoba, beberapa catatan di bawah ini dapat membantu. Catatan ini menunjukkan angka peningkatan yang luar biasa.
Pada Juli 2008 jumlah pecandu narkoba mencapa hingga 3,2 juta orang. Sedangkan di Tahun 2005, jumlah pecandu narkoba yang ditemukan hanya berkisar 500 Ribu orang. “Jadi selama kurun waktu 2 tahun tersebut telah terjadi peningkatan angka pecandu narkoba hingga 533 persen,” kata Gubernur Aceh, drh. Irwandi Yusuf melalui Asisten II Pemerintah Aceh, Ir H T Saed Mustafa, pada apel akbar memperingati Hari Anti Narkoba International (HANI) Tahun 2009, di Lapangan Merdeka Kota Langsa, Jumat (26/6). (Terapai pecandu narkoba. Blogspot)
Jumlah penyalahgunaan narkoba di Indonesia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hasil penelitian tahun 2008 jumlah penyalahguna narkoba mencapai 3,3 juta orang. Kemudian tahun 2011 menjadi 3,8 juta orang dan di 2013 mencapai lebih dari 4 juta orang.(okezone, 23.01. 2014).
Jumlah pengguna narkotika di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Bahkan, tahun 2012, Badan Narkotika Nasional (BNN) merilis jumlah pengguna narkotika di Indonesia mencapai 4,5 juta jiwa atau sekitar 2 persen dari total penduduk Indonesia.(detiknews, 26.01.2014).
Catatan-catatan di atas menegaskan betapa kebiasaan-kebiasaan buruk makin menyebar luas dalam masyarakat kita. Daftar kebiasaan-kebiasaan buruk ini tentu masih bisa ditambah.
Karena yang terlibat sangat banyak, seharusnya masalah ini menjadi perhatian serius dari semua fihak. Harus diakui pengasuhan dalam keluarga dan proses pendidikan yang sedang berlangsung sekarang ini, serta model reproduksi kultural masyarakat memberikan kontribusi terbesar bagi tumbuhkembangnya kebiasaan-kebiasaan buruk ini. Artinya harus ada keberanian semua fihak bukan saja mempertanyakan, juga membongkar berbagai anomali yang terjadi, serta mencarikan solusi praktis agar di masa depan tidak semakin banyak manusia Indonesia, terutama generasi mudanya yang terjerat berbagai kebiasaan buruk ini.
Kebiasaan apapun tidak ada yang muncul dan melekat secar tiba-tiba. Dibutuhkan waktu yang panjang bagi terbentuknya sebuah kebiasaan. Sifat dasar proses munculnya kebiasaan yang berjangka panjang ini bisa digunakan sebagai upaya untuk mencegah terbentuknya kebiasaan buruk itu.
Mungkin sudah saatnya memberikan sanksi yang sangat tegas bagi anak dan keluarga. Anak sekolah yang kedapatan merokok orang tuanya didenda sejumlah uang yang digunakan untuk keperluan sekolah. Bila tiga kali dalam jangka waktu tertentu kedapatan merokok dikeluarkan dari sekolah atau tidak naik kelas. Hukuman terhadap penggunaan narkoba dibuat lebih keras.
Solusi ini perlu dilakukan karena beberapa pertimbangan. Kebanyakan orang Indonesia patuh pada hukum bila dikenakan hukuman berupa denda atau hukuman lain yang dilaksanakan dengan konsisten. Paling tidak ini terbukti pada denda bagi pelintas jalur busway. Selama ini tidak ada sanksi tegas bagi anak sekolah yang kedapatan merokok. Paling-paling orang tuanya hanya diberi peringatan. Menghukum orang tua selagi anak tersebut dalam tumbuhkembang diharapkan bisa ikut mempengaruhi secara positif pola pengasuhan yang kurang tepat selama ini. Jangan hanya si anak yang dihukum. Di tempat-tempat dilarang merokok dilaksanakan hukuman tegas bagi pelanggarnya, dengan denda yang tinggi, sekaligus diberi tanda pada KTP atau tanda pengenal lainnya. Bila terdapat tiga penanda, orang tersebut kena denda yang lebih tinggi sekaligus hukuman badan. Anak-anak yang tumbuh kembang perlu mendapat perhatian khusus dalam soal sanksi ini. Mereka harus mendapatkan pembinaan.
Salah satu indikator untuk menilai sekolah dan institusi pendidikan lainnya adalah apakah mereka memiliki program yang jelas untuk mencegah peserta didiknya agar tidak merokok atau berhenti merokok. Salah satu cara kontrol adalah pemeriksaan kesehatan sederhana dan praktis yang mudah dan murah untuk mendeteksi kebiasaan merokok peserta didik.
Ini berarti peraturan yang sudah ada selama ini dilaksankan dengan konsisten, dan ditambah sejumlah aturan lain yang juga menghukum orang tua dan lembaga pendidkan sebagai bentuk tanggung jawab masing-masing sesuai dengan kewenangannya. Mengapa perlu mengikutsertakan orang tua dan lembaga pendidikan dalam penghukuman? Karena jumlah anak dan remaja yang terlibat dalam kebiasaan merokok terus bertambah.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, Survey Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah perokok yang mulai merokok pada usia di bawah usia 19 tahun, dari 69 % pada tahun 2001 menjadi 78 % pada tahun 2004. Survey ini juga menunjukkan trend usia inisiasi merokok menjadi semakin dini, yakni usia 5-9 tahun. Perokok yang mulai merokok pada usia 5-9 tahun mengalami peningkatan yang paling signifikan, dari 0,4 % pada tahun 2001 menjadi 1,8 % pada tahun 2004.
Sementara itu itu detiknews (02.02.2014) mengabarkan, Konsumsi rokok di Indonesia sudah cukup mengkhawatirkan. Menurut data, perokok aktif di kalangan anak-anak mengalami peningkatan cukup signifikan dalam 10 tahun terakhir. Berdasarkan data Global Adult Tobaco Survey tahun 2011, Indonesia memiliki prevalensi perokok aktif tertinggi sebanyak 36,1 persen orang dewasa, dan 67 persen pria remaja. "Bahkan kebiasaan merokok di kalangan anak meningkat pesat dalam 10 tahun terakhir, dimana anak usia 13-15 tahun merupakan perokok aktif," demikian rilis yang dikeluarkan Komunitas Pengendali Tembakau, Minggu (2/2/2014).
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa kita sudah memasuki fase yang akut. Tampaknya Peraturan Pemerintah yang memaksa produsen rokok memberi peringatan bahwa rokok itu berbahaya tak akan banyak bermakna. Harus ada aturan ikutan yang tegas sekaligus mendidik bagi generasi muda kita. Kita harus mencegah jangan sampai mereka memiliki kebiasaan-kebiasaan buruk seperti menjadi pecandu rokok, apalagi narkoba. Ini saatnya bertindak, atau kita akan memasuki fase yang lebih parah dengan kerugian lebih besar.
HARI DEPAN BANGSA INI, SUNGGUH KITA TENTUKAN SEKARANG.
SETUJU OM..by the way itu foto keren banget om
BalasHapus