Udara sangat dingin, minus sembilan derajat celcius. Hari masih sore, sekitar pukul 15, tetapi hari gelap seperti pukul duapuluh malam. Angin berkejaran kencang menabrak apa saja. Kami baru keluar dari tempat pertemuan dengan Ombusman. Agak jauh jalan ke hotel. Saat angin bertambah kencang, kami singgah di resto cepat saji. Banyak orang di dalam, berteduh seperti kami. Rupanya mereka pun merasa terganggu dengan cuaca kayak gini. Stockholm sungguh dihujani salju tebal.
Tidak berapa lama mengantri kami mendapatkan makanan yang dipesan. Masing-masing duduk di kursi yang baru saja ditinggalkan. Mereka yang sudah hampir selesai dan sudah selesai meninggalkan kursi dan berdiri di bagian lain resto. Rupanya sudah kebiasaan memberikan tempat pada yang akan makan. Serius, ini mengagetkan kami. Kami kira mereka memang sudah selesai dan akan meninggalkan resto. Ternyata mereka hanya pindah tempat dan lebih memilih berdiri. Memberikan tempat bagi yang baru mendapatkan makanan dan baru saja terbebas dari udara sangat dingin di luar sana. Sangat empatis.
Tak berapa lama duduk, dua orang yang berdampingan denganku dan temanku, lelaki dan perempuan paruh baya pergi. Bangku di sebelahku dan di sebelah temanku kosong. Dalam waktu sekejab sepasang remaja datang ke arah kami. Ceweknya kece amat, tinggi dengan tatapan tajam. Yang pria duduk di sebelahku. Aku bilang pada teman, untung tu, yang cewek di sebelahmu. Temanku menyeringai dan bilang, takdir orang ganteng. E...kami salah. Tu cewek menuju ke arah lelaki yang duduk di sebelahku dan duduk di pangkuan lelaki itu. Lelaki itu membelakangiku.
Jarak kami begitu dekat, aku rasakan aroma parfum mereka, juga kehangatan gairahnya. Pada mulanya mereka makan, berbicara sambil tertawa dan dilanjutkan dengan ciuman, disambung dengan cipokan yang hangat, rame, meriah sampai-sampai terdengar suara lenguhan, oi,oi,oi. Rujakan bibir rupanya. Tubuh lelaki itu bergoyang sampai mengenai tubuhku, rambut si cewek pun mengenai rambutku, panas betul rupanya cinta membakar. Di sisi lain, pasangan lain juga seperti mereka. Semua pasangan remaja melakukan hal yang sama, tapi tampaknya yang disebelahku hot betul. Aku jadi terganggu dan teganggu juga. Karena jaraknya sangat dekat akau tak dapat melihat dengan jelas, apalagi lelaki itu membelakangiku. Teman yang di depanku bisa dengan bebas menonton. Kulihat matanya binar, dan ia terlibat juga secara emosi.
Mungkin karena matanya teralu binar, wanita itu terasa terganggu. Lelaki itu memandang temanku. Ia menegur temanku dan minta menjaga matanya. Ia bilang merasa teraganggu dengan cara pandang temanku. Ada sedikit ketegangan, karena temanku tak menerima dibilang mengganggu. Malah ia bilang, justru ia yang terganggu. Aku berdiri dan segera mengajak temanku pergi. Mulanya temanku enggan pergi, daripada ribut dengan agak keras kutarik tangannya. Teman-teman yang lain rupanya sudah meninggalkan resto. Kami terlalu asyik menikmati gairah cinta anak remaja itu sampai enggan pergi.
Di hotel pengalaman kami dibahas dalam suasana ramai, terutama tentang rujak bibir yang bunyinya ke mana-mana, juga tentang tangan lelaki yang masuk ke bagian dada wanita itu. Jelas terlihat kutang wanita itu tersibak, oi, oi,oi... Semuanya terjadi di ruang publik, dalam sebuah resto. Yang lain juga hot, tapi tak sampailah sampai rabaan ke dalam.
Pagi keesokan harinya kami tanyakan kasus sore itu ke mentor,asli otang Swedia. Dia bilang memang ada kebebasan untuk menunjukkan rasa cinta di ruang publik sampai batas tertentu, asal dilakukan suka sama suka. Anak muda memang kadang suka agak berlebihan, tetapi memang dibenarkan. Dan cara pandang temanku itu memang bisa masuk kategori mengganggu. Waduh, lain lubuk, lain ikannya. Lain ikan, lain bibirnya ya.
Kami sedang di stasiun kereta api Denmark. Mungkin karena musim dingin, banyak pasangan yang heboh berpelukan dan ciuman. Kebanyakan memang masih berusia muda. Hampir di semua tempat duduk wanita dipangku dan mereka bercengkrama. Kami sibuk juga menonton, membuat perbadingan, pasangan mana yang paling hot. Mereka asyik saja, seakan kami semua tak ada di situ. Sepasang remaja yang kelihatan sudah tak tahan, buru-buru berjalan ke arah toilet. Singgah sebentar di mesin, aku fikir mau beli minuman. Memasukkan koin dan keluar kondom. Mereka masuk toilet bersama. Penjaga toilet tampak sudah terbiasa dengan kondisi ini. Dia malah menggoda kedua remaja itu dengan mengedipkan mata. Pintu toilet ditutup dan dikunci. Seorang temen iseng masuk ke toilet sebelahnya. Katanya suara lenguhnya rame bangets. Tak lama berselang, kedua remaja itu keluar. Tampak agak berantakan, si wanita belum sempat merapikan kutangnya, kancing bajunya belum rapih bener, kelihatan dadanya nyembul, agak basah. Si penjaga toilet menggoda dengan bahasa tubuh, mengusyaratkan koq cepet bangets. Kedua remaja itu tertawa. Ini bukan lain lubuk, lain ikannya, tetapi lain toilet, lain kegunaanya.
Kami diundang makan malam oleh wanita Indonesia yang bersuamikan orang Swedia. Dia sudah lebih dari empat puluh tahun tinggal di Swedia. Anak bungsunya perempuan berusia sembilan belas tahun. Sebelum makan, kami dihibur dulu. Anak bungsunya yang cantik, sangat bening, putih mulus menyajikan tarian hawaiian dengan hanya mengenakan bra mini, dan rok sangat pendek yang terbuat dari tali temali warna-warni. Ia menari meliuk-liuk. Bener, selera makan hilang, selera yang lain nyembul.
Selesai makan kami karaokean. Suaminya jago nyanyi keroncong. Aku sempatkan berbincang dengan ibu si anak tentang kehidupan remaja, dan banyak bercerita apa yang telah kami lihat di resto cepat saji, dan toilet stasiun kereta api. Dengan tenang, fasih, dan terbuka ia jelaskan. Seks itu merupakan kebutuhan, tak beda dengan kebutuhan lain seperti makan. Harus dipenuhi supaya jangan jadi gangguan. Yang penting bisa dicegah akibat buruknya seperti penyakit dan kehamilan yang belum waktunya. Seks bisa dilakukan bila suka sama suka. Ia uraikan, bahwa ia selalu ingatkan anak perempuannya membawa konsom setiap kali bepergian. Katanya, di sini kebanyakan anak, jika sudah kuliah memilih tinggal di apartemen agar terpisah dari oarng tuanya, mereka kan mau menikmati kebebasan dan kemandirian. Mereka boleh hutang pada negara, nanti dibayar bila sudah kerja. Anak perempuannya juga tidak tinggal di rumah ini. Sekarang dipanggil pulang karena kami datang, ooooo...
Akhirnya kami menikmati awal musim panas. Luar biasa, awal musim ini disambut dengan gembira dan heboh. Rupanya hawa dingin yang terlalu telah membangkitkan kerinduan pada matahari. Ada matahari, tetapi tak lebih seperti pagi hari di Puncak. Matahari seadanya, tetapi orang mulai membuka bajunya. Cahaya matahari yang tak seberapa ini rupanya merupakan kemewahan yang luar biasa.
Kami jadi merubah kebiasaan. Biasanya menempuh jalan terdekat menuju kampus. Kini kami memilih jalan memutar yang jauh. Kami membuat ekskul alias esktra kurukuler, yaitu kuliah perbandingan anatomi. Berjalan berkeliling melihat wanita berjemur, kebanyakan menutup wajahnya, tetapi membuka dadanya, dan hanya menggunakan celana dalam. Tidak di pantai, tetapi di pinggiran jalan, yang paling banyak di halaman Katedral yang sangat luas. Kami sungguh tidak sekedar melihat, tetapi memperhatikan dengan cermat, mencari keberbedaan dan keunikan. Ada yang kiri dan kanan ukurannya tidak sama, ada yang diberi tatto, warna, bentuk dan ukurannya sangat beragam. Ada yang ujungnya diberi anting, ada yang seperti apel Malang, kecil dan kenceng, berkilat pula. Terdapat yang warnanya bergradasi dari merah dan menghitam diujungnya, beberapa merah jambu. Sungguh pemandangan yang indah dan mempesona. Di sini semua orang kelihatan kurang tertarik, seperti pemandangan biasa. Kami berfikir, karena selama ini disimpan dalam baju berlapis-lapis, kini gunung kembar itu dilher, dibiarkan ngablak, agar merasakan udara dan hangatnya matahari. Tetapi, pada hari ketiga sudah tidak menarik lagi. Rupanya karena terbuka total dan jumlahnya banyak dan bisa dilihat setiap hari, pesona dan daya tariknya jadi berkurang. Rupanya tu barang bikin penasaran justru bila disembunyikan.
Sungguh pemandangan yang kami saksikan itu unik, karena selama ini yang kayak gitu biasanya di pantai. Di sini, orang berjemur di mana saja. Minggu pertama musim panas, ke mana pun mata memandang, yang terlihat hanya jajaran, dan tumpukan payudara. Payudara di mana-mana, ow,ow,ow.....
Pemandangan yang indah, salju tipis turun dan ombak tinggi. Kami berjalan menyusuri tepian pantai di Hamburg, kota pelabuhan terbesar di Jerman, nomor tiga di dunia. Oleh tuan rumah kami dibawa ke distrik St. Pauli. Aku tertarik pada Gereja St. Michaelis, karena umurnya yang sudah ratusan tahun dan ada patung Marthin Luther di depannya. Gereja ini merupakan salah satu pusat reformasi kaum Protestan di Jerman pada tahun 1500an.
Distrik ini terkenal sebagai daerah paling merah, mungkin di seluruh Eropa. Di daerah Reeperbahn, sepanjang jalan banyak toko yang secara terbuka menjual apapun tentang seks. Mulai dari asesori lucu seperti asbak berbentuk kemaluan lelaki dan perempuan, kondom seperti bunga, lipstik yang berbentuk kemaluan lelaki, serta segala mainan, video, film, buku majalah, dan beragam alat bantu seks bagi perempuan dan lelaki. Di sepanjang jalan, wanita dengan tampilan seronok menggoda dengan segala kegenitan. Baju yang mereka kenakan begitu minim, untuk membukanya rasanya tidak usah kerja keras, cukup ditiup, atau menghentakkan kaki ke tanah, pada lepas dah tu baju.
Ada wanita dengan pakaian seadanya di balik jendela kaca yang bisa dibuka. Mereka menawarkan diri dengan spesifikasi yang rinci tentang harga, ukuran tubuh, dan jenis layanan. Ada beberapa tempat tarian erotik yang bisa disaksikan dari balik kaca di luar gedung. Malah ada rumah hiburan yang lebih dahsyat.
Begitu memasuki distrik ini ada sejumlah pengumuman dalam beragam bahasa. Isinya larangan masuk bagi yang belum berumur delapan belas tahun. Semua yang serba seks ada di distrik ini, tetapi ada aturan yang keras. Ada polisi berjaga di mana-mana.
Makin malam suasana tambah panas, banyak wanita malam yang bergaya aneh-aneh untuk menarik pelanggan. Wanitanya sangat beragam gaya, warna kulit, dan kebangsaan. Sungguh syurga dunia bagi lelaki berhidung dan bermuka belang. Industri seks yang terbuka, legal, aman, dan melarang anak di bawah umur mendekat.
Sore, tidak segelap biasanya. Suhu minus tiga derajat celcius. Di alun-alun kota kecil Lund. Banyak orang nongkrong di kursi-kursi yang tersedia. Juga di depan cafe yang menyediakan kursi. Musik indah dari pengamen melantun indah. Ada yang menarik, sangat menarik. Banyak orang asyik dengan binatang peliharaan, kucing dan anjing. Masing-masing orang sangat asyik bercengkrama dengan binatang peliharaan. Tampaknya, mereka lebih memilih bermesraan dengan binatang peliharaan daripada berbincang dengan sesama. Hampir tiap sore pemandangan ini terulang. Di Stockholm juga ada tempat seperti ini, orang lebih memilih berinteraksi dengan binatang kesayangan daripada dengan sesama manusia. Di Denmark, Hamburg, Malmo, dan Upsalla juga kami temukan. Modernitas memang memunculkan kultur baru. Rasa sepi yang perih, keterasingan dan hilangnya saling percaya antara sesama.
Naik kereta api dari Denmark ke Hamburg. Di kereta, kebanyakan penumpang begitu naik, menggunakan head set yang disediakan kereta api atau yang dibawa sendiri, membuka buka dan membaca. Tak ada orang yang berbicara, semua asyik dengan lagu dan buku. Kami yang berbincang ramai dan heboh jadi terlihat aneh. Modernitas memang menciptakan anomali kemanusiaan yang dahsyat.
BARAT, MAJU, MODEREN, SEJAHTERA, JUGA BANYAK ANOMALI, DAN KESEPIAN TAK BERTEPI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd