Jangan pernah takut resiko. Tak usah hindari resiko. Hidup itu resiko. Kita kan tak pernah minta atau ditanya. Tapi kita nyembul ke dunia dan menjalani kehidupan yang penuh resiko. Takut resiko ya tak usah hidup. Hadapi resiko dengan sadar dan berani.
Makan pun beresiko. Resiko keselek, makanan mengandung kuman bahkan racun yang bisa mematikan. Apakah karena takut resiko kita tidak makan? Sama aja kan resikonya, bisa mati juga. Jadi, makan saja lah, apapun resikonya. Karena lebih baik makan daripada tidak. Bila tidak makan kita tidak dapat beraktivitas, beribadah, dan beramal shaleh. Jika puasa pun kita meski makan sewaktu berbuka.
Karena takut resiko kena penyakit atau kecelakaan, apakah kita tidak berani kemana-mana? Apakah ada jaminan bila di rumah saja tidak ada resiko? Bisa aja kan kejatuhan genteng, bila yang kena pas di kepala, bisa luka, bahkan mati.
Dalam menjalani hidup, yang terpenting adalah sadar resiko. Karena semua tindakan beresiko, kita mesti sangat hati-hati dan penuh perhitungan. Dengan demikian tidak salah mengambil keputusan. Jangan pernah berfikir ada keputusan dan tindakan yang tidak beresiko. Itu fikiran yang sama sekali salah. Resiko melekat dalam semua keputusan dan tindakan kita.
Tidak sedikit manusia yang berusaha menghindari resiko jangka pendek, kurang memperhitungkan resiko jangka panjang. Manusia seperti ini adalah pemburu keuntungan langsung, dan tidak pernah mau menyadari atau tidak mau tahu akibat buruk yang bisa menghancurkan dalam jangka panjang. Inilah karakter manusia pragmatis yang seringkali tak punya idealisme.
Kiblat atau orientasi hidupnya sangat duniawi. Ia tak pernah punya terminal yang dituju. Hidupnya bergerak dari halte ke halte. Ia mirip kernet angkot yang siap mengikuti sopir mananpun yang membawanya ke mana saja. Yang penting dapat bagian, walaupun sekadar recehan. Ia tak pernah peduli angkotnya rusak atau remuk, yang penting dia dapat jatah.
Cermati sekeliling kita. Sangat banyak manusia berprinsip yang penting selamat. Manusia kayak gini tak mau menerima resiko atas keputusan dan tindakan yang dilakukannya, sangat jago menghindar dari resiko. Moralitas yang mengarahkan hidupnya adalah keuntungan adalah segalanya.
Manusia dengan prinsip ini hanya loyal pada siapa pun yang memberinya untung. Tak peduli apakah si pemberi untung itu bajingan tengik atau bahkan iblis. Mereka bersedia menjual harga diri, bahkan hidupnya pada apa dan siapa pun, asal selamat dan untung.
Tidak jarang mereka menggunakan berbagai dalil, bahkan dari kitab suci untuk membenarkan perbuatannya. Jadi, mereka menggunakan kitab suci bukan untuk mencari kebenaran, tetapi sekedar mencari alasan pembenaran atas keputusan dan tindakannya. Mereka adalah orang yang telah putus urat malunya, dan gampang dikecoh dengan harta, jabatan, dan uang mesti hanya recehan. Jangan dikira orang kayak gini bodoh, bisa jadi mereka bergelar Doktor, bahkan Profesor Doktor. Mereka tidak bodoh, tetapi tidak bermoral.
Sebaliknya ada manusia yang berprinsip yang penting benar, tak penting selamat atau tidak. Mereka berfikir, lebih baik mati dalam dan dengan kebenaran daripada selamat di dunia, dapat jabatan tetapi terus menerus menabrak kebenaran. Jika pun selamat, hanya selamat di dunia, untuk apa? Hidup di dunia itu singkat, tetapi di akhirat kekal abadi.
Para Nabi adalah penganut prinsip ini. Mereka tak peduli pada resiko, dan mereka tidak bisa digoda dengan harta, tahta, kuasa, wanita, dan narkoba. Demi kebenaran, semua resiko mereka hadapi dengan berani. Mereka tak pernah takut mati, sebab mati itu pasti.
Manusia yang berprinsip yang penting benar memang seringkali dianggap orang gila? Di dalam Al Quran ada bukti kuat bahwa orang kafir Mekkah penganut prinsip yang penting selamat dan dapat jatah, berulang-ulang menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai orang gila. Mengapa mereka sampai seperti itu? Karena mereka tidak mau memahami kebenaran yang dibawa Nabi. Jadi bukan tidak faham, tetapi tidak mau memahami. Mereka sepunuhnya sadar, jika kebenaran yang dibawa Nabi mereka ikuti, maka seluruh kesenangan duniawi yang selama ini dinikmati harus ditinggalkan. Mereka tidak sanggup melakukan itu, sebab sudah tenggelam sangat dalam pada kesenangan duniawi, pada kelimpahan kuasa, jabatan dan harta. Cara terbaik untuk melindungi prinsip mereka adalah meyakinkan orang bahwa Nabi itu gila. Mereka berharap dengan cara seperti itu mereka tetap dapat mempertahankan prinsip hidupnya dan terus menikmati kesenangan duniawi.
Memang hanya manusia yang sungguh-sungguh sadar bahwa ada resiko jangka panjang yang pasti, yaitu kehidupan akhirat yang abadi yang berani menjadi manusia dengan prinsip yang penting itu benar. Mereka sepenuhnya sadar bahwa kebenaran itu selalu membawa resiko, bahkan resiko tidak selamat. Tetapi bagi mereka ukuran keselamatan dan resiko itu tidak melulu duniawi dan jangka pendek. Mereka sadar, bukan sekedar tahu dan memahami, ada kehidupan abadi di seberang kematian. Ada resiko jangka panjang yang harus dihadapi pada hidup setelah mati. Mereka lebih memilih tidak menanggung resiko buruk saat di pengadilan akhirat, meskipun bisa jadi mereka mendapat resiko buruk di dunia, bahkan hilangnya keselamatan.
HIDUP ADALAH RESIKO, JALANI HIDUP DENGAN MEMPERTIMBANGKAN RESIKO DI AKHIRAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd