Kamis, 01 Mei 2014

KEKERASAN DALAM PENDIDIKAN

Mengerikan. Tragis. Menjijikkan.

Dimas lahir dan besar di kota pelabuhan Belawan. Laut melekat erat dalam hidup dan hatinya. Laut telah memesona dan memengaruhinya. Hidupnya bersama laut. Laut adalah tantangan masa depannya. Inilah orientasi anak laut seperti Dimas.

Ia tinggalkan keluarga tercinta. Pergi ke tempat yang jauh. Kota pelabuhan Tanjung Priuk untuk menggapai cita-citanya menjadi anak laut. Anak yang dengan gagah berani mau arungi laut, harapan dan masa depannya. Ia menjadi taruna di STIP.

Semuanya kandas. Dimas tewas. Dihabisi dengan keji oleh para bajingan berkedok senioritas. Bajingan pengecut yang hanya berani pada junior, main keroyokan lag. Sungguh menjijikkan.

Atas nama pendisiplinan dan pembinaan, para senior bajingan itu membantai dengan keji anak baik dari seberang lautan itu. Pecahnya pembuluh darah otak dan cedera di banyak bagian tubuh adalah tanda tak terbantahkan bahwa Dimas dibantai dengan keji dan biadab.

Mestinya polisi tidak sekadar memberi pasal dengan hukuman ringan, hanya 9 tahun penjara. Ada unsur kesengajaan dan perencanaan di situ. Para senior bajingan itu memang sengaja mau membantai. Bahwa Dimas dan kawan-kawan dibawa ke suatu tempat, bahwa ditemukan sejumlah obat yang disediakan untuk menyadarkan orang yang pingsan adalah indikator kuat tindakan biadab ini direncanakan. Ini penganiayaan yang sangat disengaja.

Peristiwa tragis ini menjadi semakin memuakkan dan menjijikkan karena pihak STIP sama sekali merasa tidak bertanggungjawab karena kejadian berada jauh dari STIP. Ini sungguh pernyataan yang ngawur dan tak berempati.

Pertanyaannya adalah mengapa senior bisa berbuat seenaknya pada junior? Mengapa di lembaga pendidikan tinggi lain tidak terjadi hal seperti itu? Itu artinya memang ada yang keliru di sekolah tinggi itu.

Keberanian para senior mengambil tindakan sampai menewaskan juniornya pastilah berakar pada tradisi yang memang sudah terbentuk. Minimal ada pembiaran di situ. Karena itu harus ada penyidikan mendalam terhadap STIP. Sama dengan kasus kekerasan seksual di JIS. Penyidikan jangan berhenti pada pelaku langsung. Mengapa para oknum itu berani melakukan kekerasan, dan itu dilakukan berulang-ulang, baru ketahuan setelah ada korban, mengindikasikan ada kesalahn fatal dalam tatakelola. Artinya para pimpinan lembaga bersangkutan harus bertanggung jawab dan dihukum.

Masyarakat juga harus diberitahu bahwa hanya orang gila yang percaya bahwa pendidikan akan menghasilkan lulusan yang baik menggunakan kekerasan. Hanya orang-orang sakit jiwa yang mendidik dengan kekerasan. Kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan yang lebih akut.

Dunia kerja tidak membutuhkan para lulusan yang dididik dengan kekerasan, apapun bidang pekerjaannya. Kebugaran tubuh, disiplin tinggi, dan keuletan yang dibutuhkan manusia untuk hidup layak dan sukses tidak bisa dibiasakan dengan kekerasan. Semuanya bisa ditumbuhkembangkan dengan sikap tegas, keteladanan dan konsistensi. Sikap tegas sangat berbeda dengan kekerasan. Sikap tegas adalah kesetiaan pada aturan dan secara konsisten melaksanakannya. Sedangkan kekerasan adalah cara-cara para bajingan yang bermoral rendah dan pengecut untuk bertahan hidup. Mosok sekolah tinggi membiarkan cara-cara orang bermoral rendah digunakan, apanya yang tinggi?

Percayalah, tewasnya Dimas adalah puncak gunung es kekerasan yang dipraktikkan para senior bajingan. Diduga keras pasti ada banyak luka tubuh dan luka jiwa akibat kekerasan yang selama ini berjalan. Oleh karena itu penyidikan mendalam harus dilakukan terhadap STIP.

Bukan hanya para orang tua taruna yang berhak meminta diadakannya penyidikan mendalam. Kita semua, anggota masyarakat berhak memintanya karena STIP adalah institusi negara. Dibiayai dari uang pajak kita semua.

Kita tak akan lupa bagaimana siklus kekerasan berulang balik di STPDN. Berkali-kali mahasiswa tewas karena ulah para bajingan berkedok senior, karena sikap tidak tegas Pemerintah. Kita tidak mau kejadian seperti itu terjadi di semua lembaga pendidikan, khususnya di STIP.

Kita tak akan pernah biarkan lembaga pendidikan melahirkan anak bangsa yang trauma dan luka jiwanya karena pernah mengalami kekerasan yang dilakukan oleh siapa pun. Karena kekerasan hanya akan melahirkan Hitler-hitler kecil. Orang-orang yang akan menularkan kekerasan pada orang lain. Sebab kekerasan beranak pinak kekerasan. Pendidikan di jalanan saja anti kekerasan, mosok di sekolah tinggi pake kekerasan.

Para orang tua dan pendidik perlu diingatkan kembali, bahwa dampak kekerasan sangat buruk bagi anak manusia. Ia bisa tewas secara mengenaskan seperti Dimas. Pun bila si anak selamat, ada luka dalam sistem otaknya, bisa disebut luka jiwa yang secara sadar atau tidak akan memengaruhinya secara negatif dalam menjalani hidup dan berinteraksi dengan sesama.

Penelitian di USA membuktikan semua pelaku kekerasan yang mendapat hukuman berat adalah orang-orang yang pernah mengalami kekerasan dalam masa tumbuh kembangnya. Itulah sebabnya dalam pendidikan militer pun ada aturan main yang ketat agar ketegasan dan kedisiplinan tidak diplesetkan menjadi kekerasan. Karena makin disadari kekerasan hanya melahirkan manusia dengan luka pada jiwa, yang bisa jadi terbawa sepanjang usia.

PENDIDIKAN SEJATI PASTI ANTI KEKERASAN!

64 komentar:

  1. Setuju banget dengan kata-kata Pak Nusa yang ini "Karena kekerasan akan melahirkan hitler-hitler kecil", mengapa senioritas selalu banyak muncul di dunia pendidikan yang sudah dibentuk dan di organisasikan secara baik sebelumnya, apakah itu timbul secara tiba-tiba atau masuknya orang-orang yang memiliki sifat kekerasan dan melampiaskannya kepada orang-orang baru yang biasa disebut dengan junior ? apakah kekerasan yang beranak pinak kekerasan dapat di hapuskan atau di hilangkan ?

    BalasHapus
  2. Wika Riani
    4915110428
    P.IPS A 2011

    Dengan tulisan blog bapak, saya sangat setuju. Kekerasan tidak pantas ada di sekolah maupun di lembaga pendidikan manapun. Karena pendidikan seharusnya mendidik para murid agar menjadi anak yang dapat mengharumkan nama bangsanya sendiri. Dengan kasus terbunuhnya Dimas yang merupakan murid semester 1 di STIP merupakan kasus yang sangat tragis di dunia pendidikan. Dimana kita tahu bahwa STIP merupakan salah satu perguruan tinggi kedinasan di Indonesia di bawah naungan Kementrian Perhubungan Republik Indonesia yang di harapakan dapat menciptakan para mahasiswa yang mempunyai jiwa tegas dan bijaksana dalam setiap sikap dan tindakannya.
    Dengan kekerasan tersebut menurut saya merupakan kasus yang terjadi secara turun temurun dari dahulu. Dari senior yang dari awal menjadi mahasiswa STIP, dimana setiap mahasiswanya diharuskan memiliki sikap yang tegas dan memiliki tubuh yang kuat dan bugar. Kekerasan ini muncul akibat rasa dendam yang ditimbulkan oleh senior terdahulu kepada juniornya. Lalu dari waktu ke waktu rasa dendam ini masih ada dan kejadian ini akan terus berulang sampai generasi berikutnya dan dibiarkan begitu saja oleh pihak sekolah sehingga sampai menewaskan salah satu mahasiswanya yaitu Dimas. Dan yang lebih perihnya yaitu tidak ada sikap tegas maupun tindakan hukum dari pihak sekolah padahal sikap seperti itu yang diajarkan disekolah ini sejak dulu.

    Pertanyaannya adalah Jika kejadian ini jauh dari STIP, tidakkah pihak STIP harusnya menindak kejadian ini yang menyangkut para mahasiswanya khususnya para senior? Apakah hanya pihak kepolisian yang menindak kasus ini dan pihak STIP hanya meminta maaf kepada masyarakat dan keluarga korban atas kejadian ini?
    Dengan kasus seperti ini, terlihat bahwa sikap senioritas terjadi di berbagai lembaga pendidikan dan terulang kembali dengan menelan korban. Apakah ada kesalahan dari sistem manajemen dari pihak sekolah?
    Bagaimana menerapkan ‘pendidikan berkarakter’ pada setiap sekolah yang banyak melatih keadaan fisik seseorang?

    BalasHapus
  3. ade nuraini (4915110494) p.ips 2011 A
    tulisan bapak ini merrupakan salah satu contoh lembaga pendidikan indonesia yang masih menggunakan kekerasan untuk mendapatkan tempat dan di akui oleh lembaga pendidikan tersebut. diakui bukan dari orang-orang seperti kepala sekolah dan guru-gurunya akan tetapi mendapat pengakuan dari senior-senior yang menganggap mereka paling berkuasa di lembaga pendidikan itu.
    apakah mendapat pengakuan di lembaga pendidikan sesulit itu ? sehingga manggunakan kekerasan sebagai alasan.
    mulai dari tingkat smp, sma sampai perguruan tinggi membudayakan kekerasan sebagai bentuk kekuasaan mereka. yang menjadi pertanyaan saya bagaimana memutuskan tali turun terumun kekerasan yang di lakukan oleh siswa, mahasiswa tersebut ? apalagi di indonesia ini kekerasan bukan terjadi antara senior dan junior, melainkan antar lembaga pendidikan satu dengan yang lain. selain itu pembelajaran yang seperti apa yang harus mereka dapat sehingga mereka mengerti bahwa batapa indahnya pendidikan jika kebudayaan senioritas dengan kekerasan tidak ada ?
    sementara bertanya apa kenapa mengapa bagaimana untuk anak yang bersangkutan, apakah pihak sekolah membenarkan tindakan senioritas dengan kekerasan ? mengapa harus ada korban dulu baru mereka menangani tindakan kekerasan tersebut ?

    BalasHapus
  4. khusnun in ilma
    P.IPS A 2011

    komentar :
    dapat di ketahui bahwa tujuan sebenarnya dari adanya pendidikan adalah dapat merubah karakter siswa dari yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, dari yang sebelumnya tidak bisa membaca menjadi bisa membaca, dari yang sebelumnya tidak bisa menulis menjadi bisa menulis, dalam artian hal inti dari pendidikan adalah merubah pola prilaku menjadi lebih baik.
    tetapi dengan melihat kejadian pelanggaran yang di lakukan peserta didik STIP, terdapat beberapa unsur lain yang mempengaruhi sehingga dapat terjadi paradigma yang menjamur yaitu kesenioritasan, hal senioritas mungkin saja terjadi karena ulah senior terdahulu, ulah pemimpin STIP terdahulu, yang terus menerus membiarkan hal tersebut terjadi dan bahkan menjadi ajang mencari popularitas sehingga hal ini menjadi sesuatu yang tak lazim bahkan sudah menjadi budaya, junior terdoktrin oleh senior yang melakukan aksi keji itu sehingga junior memiliki perasaan balas dendam dan begitu seterusnya.
    seharusnya untuk meretas hal senioritas ini bukan hanya pihak yang berada di sistem pendidikan itu namun peran dari orang tua dan dari hati kecil keinginan peserta didik untuk tidak melakukan tindakan senioritas, sangat berperan untuk masalah ini.
    sejak dini sejak pertama kali masuk ke lembaga pendidikan dengan jenjang yang baru seharusnya pihak sekolah menghilangkan kegiatan yang di atasnamakan sebagai masa orientasi (masa pengenalan sekolah) dan menggantinya dengan kegiatan menanamkan motivasi yang bermakna.

    pertanyaan :
    hal yang patut di pertanyakan dari kejadian ini semua adalah :
    1. apa yang melatarbelakangi senioritas itu terjadi ? apakah benar dugaan bahwa melakukan senioritas itu terjadi karena adanya rasa balas dendam ?
    2. perasaan bangga seperti apa yang didapatkan setelah aksi kekerasan senioritas itu terjadi ?

    BalasHapus
  5. Ahmad Fauzan Lukman (4915122519) P.IPS A 2012

    Dikalangan dunia akademik, istilah senioritas merupakan lagu lama yang sering digaungkan. kejadian yang menimpa taruna STIP ini bukan satu-satunya, melainkan ribuan yang mengalami kejadian ini. Kultur budaya pendidikan kita memang tidak bisa dipisahkan dari istilah diatas. Ini terbentuk sejak lama. Artinya, budaya ini sudah mengakar kuat sehingga jikalau ingin merubahnya, harus kerja ekstra agar budaya ini dapat hilang dari muka bumi Indonesia. Yang pernah saya ketahui dalam sebuah artikel, di belahan barat sana, budaya senioritas ini sama sekali tidak berlaku di dalam kegiatan akademik mereka. Malahan, para mahasiswa yang disebut "senior" itu selalu bersikap memanusiakan kepada yang disebut "juniornya". Ini menjadi bukti, bahwa iklim akademik di negeri kita belum bisa mencakup nilai-nilai kemanusiaan. Padahal, iklim yang sehat itulah yang dapat membuat pendidikan di negara kita dapat melahirkan SDM yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa ini.

    1. Apakah yang mendasari terjadinya peristiwa kematian Dimas tersebut?
    2. Bagaimanakah langkah-langkah konkrit yang dapat diambil untuk menanggulangi feomena ini?
    3. Bagaimanakah peran serta seluruh pihak dalam menanggulangi fenomena ini?

    BalasHapus
  6. NAMA : NATALIA
    NIM : 4915122536
    JURUSAN : PENDIDIKAN IPS A 2012

    Komentar:
    Dalam pendidikan, sikap disiplin dan tegas memang diperlukan agar setiap pengajaran yang diberikan oleh pendidik dan pengajar dapat tersalurkan dua arah pada terdidik. Sikap tegas sangatlah berbeda dengan keras. Hal inilah yang terjadi pada institusi sekolah tinggi yang dibiayai oleh pemerintah dimana terdapat taruna yang tewas di tangan seniornya. Sekolah tinggi ini telah keliru menerapkan tegas menjadi keras sehingga terjadi pembiaran pada tindak kekerasan pada taruna di sekolah tinggi tersebut. Hal yang diakibatkan tidak tanggung-tanggung, yaitu hilangnya nyawa manusia di tangan manusia juga. Dengan adanya peristiwa tersebut, hendaklah kita senantiasa menjaga moral kita dan juga membangun moral kita dengan sikap tegas dan disiplin yang baik dan benar dan terhindar dari kekeliruan antara tegas dan keras. Dan juga hendaklah kita tidak menumbuhkan sikap keras pada anak-anak, namun tumbuhkanlah sikap tegas dengan penuh kasih pada anak-anak.
    Pertanyaan:
    1. Mengapa masih banyak terjadi pembiaran pada institusi pendidikan yang masih terdapat tindak kekerasan berkedok senioritas?
    2. Bagaimana penindaklanjutan yang seharusnya pemerintah lakukan kepada institusi pendidikan tersebut berkaitan dengan permasalahan tersebut?
    3. Mengapa masih terdapat banyak senioritas pada institusi pendidikan di Indonesia ini?

    BalasHapus
  7. Nurlaela Mahardika 4915122526
    pips A 2012
    ya sudah selayaknya tindak kekerasan itu mendapat hukuman tegas dari pihak yang berwajib, seperti halnya yang terjadi pada salah satu mahasiawa STIP yang sengaja dibunuh oleh seniornya sendiri di sekolah tinggi tersebut, yang merupakan hal yang sangat tidak bermoral atas dasar pembalas dendaman senior terhadap junior yang sudah turun temurun terjadi, dan sudah selayaknya kita ketahui bahwa pembunuhan adalah hal yang sangat keji dan tidak berkemanusiaan, apalagi pembunuhan yang terjadi yang bertempat dipendidikan formal tersebut yaitu sekolah tinggi ilmu pelayaran yang dinobatkan sekolah dinas sekolah perhubungan untuk menciptakan seorang yang ahli dibidang pelayaran, sekolah pendidik seharusnya memberi ancaman tegas kepada para mahasiswa yang melakukan tindak keji seperti ini, bahwasannya jika terus menerus tidak ada tindakan tegas dari sekolah tersebut dan pemerintah, maka pencemooh dan tindak kekerasaan penganiayaan sampai pembunuhan akan terus terjadi.
    brikut rumusan pertanyaan:
    1. Apa yang melatarbelakangi senior mempunyai dendam kepada junior hingga melakukan hal keji seperti membunuhan, sampai bisa dilestarikan kegenerasi berikutnya?
    2. bagaimana tindakan STIP dan pemerintah yang dinilai kurang tegas dalam menangani hukum terkait perlakuan pembunuhan diSTIP?
    3. Bagaimana cara memberikan pendidikan berkarakter kepada seluruh mahasiswa, agar tidak terulang kembali kejadian pembunuhan tersebut?

    BalasHapus
  8. Nama: Theresia Elsa Mikha
    No. Reg: 4915116901
    Kelas: PIPS B 2011

    Saya sangat SETUJU kesimpulan dari tulisan Pak Nusa ini "PENDIDIKAN SEJATI PASTI ANTI KEKERASAN!"
    Kejadian kekerasan dalam dunia pendidikan bukanlah hal yang tabuh lagi...
    kasus yang dipaparkan pak nusa diatas hanya segelintir kasus yang membuming sekarang dan akan hilang termakan waktu tanpa ada solusi yang jelas untuk menanggulanginya dan lambat laun kejadian ini akan terulang kembali karna tidak ada peraturan yang tegas! seharusnya tidak ada istilah Junior atau Senior!!!!! sehingga menjadikan kesenjangan antara keduanya!...
    kedok yang memakai kata Senioritas memang selayaknya dimusnahkan dalam dunia pendidikan!
    Pendidikan Sejati seharusnya memang ANTI KEKERASAN!
    karna betul kata pak nusa "Kekerasan Hanya akan melahirkan hitler-hitler baru" untuk mengikuti jejak-jejak senioritas!!!! dan Peloncohan tak terelakkan!!!
    Seharusnya pihak Pemerintah dan Sekolah bisa lebih tegas dan bertanggung jawab untuk hal ini!!!!
    karna ini semua terjadi tidak lepas dari aktivitas mereka di lingkungan dan sekolah!!!!!!!
    Kekerasan dalam dunia Pendidikan memang harus dimusnahkan agar tidak mendarah daging untuk kelangsungan generasi berikutnya!

    Pertanyaannya:
    1. Bagaimana cara untuk menanggulangi masalah kekerasan dalam dunia pendidikan? apa yang harus dilakukan sekolah dan pemerintah?
    2. bisakah Gelar yang berkedok Senioritas dan Junior di sama ratakan fungsinya agar tidak terjadi kesenjangan?
    3. Dalam kasus diatas, sebenarnya kesalahan terletak dimana? dan manajemen sekolah atau perguruan seperti apa yang baik dalam dunia pendidikan?

    BalasHapus
  9. Khoirul Ummah
    P.IKPS B 2011
    4315116355

    Sungguh tragis, dimana senioritas menjadi penguasa di lingkungan pendidikan, dan juniori menjadi anak bawah dari para seniornya. Senioritas dalam suatu lingkungan pendiidikan terjadi secara turun temurun, sehingga para junior yang sudah naik level menjadi senior akan meneruskan tradisi penguasa terhadap anak-anak baru. Apabila tradisi pemilik kekuasaan tersebut dibarengi dengan sikap semena-mena terhadap juniornya, maka tradisi balas dendampun akan terus menerus terjadi terhadap para junior-junior. Lembaga pendidikan yang seharusnya dijalankan dengan sungguh-sungguh untuk mencari ilmu dan mencapai cita-cita, ternoda dengan ingin adanya pengakuan senioritas dari juniornya (eksistensi). Tradisi balas dendam yang terjadi, jika dilakukan secara terus menerus akan berdampak negatif terhadap perkembangan jiwa dan mental, dimana orang yang terbiasa mengalami kekerasan, cenderung ingin membalaskan dendamnya kepada pihak yang lebih lemah dan naluri dan otakpun jarng digunakan dalam bertindak. Dimanakan struktur sekolah yang seharusnya menjadi pengontrol terhadap tingkah laku para siswa-siswanya? apakah suatu tradisi di kalangan taruna dan para pengajar untuk mengunakan kekerasan fisik dalam proses pembelajaran? kekerasan adalah suatu hal yang harus dihapuskan dalam lingkungan pendidikan di Indonesia, dimana kekerasan akan merusak mental dan mengganggu perkembangan spikologis dari siswa..

    BalasHapus
  10. Nama : Silvia Radita
    NIM : 4915122560/Pendidikan IPS A 2012

    Pendidikan seharusnya membimbing peserta didiknya untuk bersikap disiplin dan tegas dalam menjalani kegiatan sehari – harinya. Seharusnya kekerasan tidak dijinkan diajarkan pada saat pembelajaran di kelas. Jika kekerasan sudah pernah dilakukan di dalam kelas walaupun sedikit pasti akan melekat dalam pikiran manusia. Seperti senioritas yang ada di setiap sekolah. Tidak mungkin satu sekolah tidak ada yang namanya senioritas. Senioritas terbentuk karena alumni – alumni terdahulu yang menata dan mendidik seseorang tersebut menjadi seseorang yang keras. Hal ini yang berdampak pada dimas anggota STIP. Sekolah tersebut merupakan sekolah negara yang bernaung terhadap pemerintah. Tetapi senioritas masih dijunjung tinggi di dalam sekolah tersebut. Lebih mengherankan lagi senioritas telah terjadi sejak tahun – tahun lalu tetapi dalam pendidikan kita pemerintah sepertinya tidak ingin ikut campur untuk membenahi atau membereskan senioritas yang ada di setiap sekolah.
    Pertanyaan :
    1. Apa yang melatarbelakangi terjadi senioritas yang ada di setiap sekolah ?
    2. Adakah hal lain yang lebih positif yang dapat dilakukan selain senioritas di sekolah – sekolah tetapi tetap dalam konten menghargai kakak kelas?
    3. Bagaimana pemerintah menangani adanya senioritas terhadap sekolah – sekolah tinggi negara ?

    BalasHapus
  11. Eko Yulianto
    4915122530
    P.IPS 2012 A

    Dalam tulisan Pak Nusa maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan di Indonesia haruslah berorientasi pada kedisiplinan, ketegasan, dan keteladanan sehingga bisa melatih para peserta didik. namun yang terjadi pada pendidikan kita saat ini adalah kekerasan yang dilakukan oleh para senior terhadap juniornya yang mengakibatkan kematian yang ada di STIP dan STPDN. Pemerintah dalam hal ini yaitu kemendikbud haruslah bertindak keras baik itu para pelaku maupun para petinggi kampus, karena kekerasan yang dilakukan di dalam ruang lingkup kampus. Stigma-stigma yang ada pada para senior haruslah dihapuskan yang dimana bahwa mendidik seseorang dengan kekerasan adalah hal yang salah dan mendidik dengan kekerasan akan menjadi siklus yang dimana itu akan menjadi budaya dan sulit sekali untuk dihilangkan.
    Soe Hok Gie pernah berkata bahwa Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.

    Pertanyaan :
    1) Apakah pelaku yang membunuh Dimas dulunya pernah mendapatkan siksaan yang sama dari para seniornya dulu di STIP?
    2) Bagaimana merubah stigma yang ada didalam para siswa maupun mahasiswa senior bahwa hanya dengan jalan kekerasan para junior bisa didik oleh mereka?
    3) Apakah para petinggi kampus STIP mengetahui tentang kekerasan yang terjadi kampus STIP?
    4) Bagaimana peran pemerintah dalam hal ini kemendikbud dalam menggurangi kekerasan antara peserta didik yang senior terhadap peserta didik yang junior?
    5) Mengapa setiap tahun ajaran baru terjadi kekerasan antara senior dengan juniornya, apakah kekerasan dalam tahun ajaran baru telah menjadi budaya di dalam pendidikan kita?

    BalasHapus
  12. Jihan Safira
    4915122529

    Kejadian seperti Dimas tersebut sebelumnya pernah terjadi di sekolah tinggi lain dimana korbannya sampai 9 orang. Jangan heran, fenomena seperti ini sebenarnya sudah mengakar pada budaya pendidikan di Indonesia. Jangankan di sekolah tinggi, di SMP dan SMA pun berbagai tindakan perloncoan senior terhadap junior telah menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat. Bahkan orangtua murid sudah memaklumi jika anaknya diperlonco oleh seniornya, karena orangtua nya pun juga mengalami hal yang sama ketika duduk di bangku sekolah. Hal ini menandakan bahwa pendidikan di Indonesia telah berakar pada kekerasan fisik maupun mental, bahwa pendidikan Indonesia hanya mencetak jiwa-jiwa pesuruh dan pendendam, bukan jiwa-jiwa pemimpin.

    Pertanyaan:
    1. Kapankah kekerasan dalam pendidikan mulai terbentuk?
    2. Mengapa kekerasan dalam pendidikan seakan-akan telah menjadi budaya dalam pendidikan Indonesia?
    3. Bagaimana seharusnya pemerintah dalam menghentikan budaya kekerasan dalam pendidikan tersebut?

    BalasHapus
  13. Nama: Mamay Gumelar
    NIM: 4915 12 2541
    Kelas: P.IPS A' 2012

    Kekerasan sangatlah berbeda dengan ketegasan. Ketegasan pada umumnya dilakukan tanpa menggunakan kekerasan. Sebaliknya, kekerasan umumnya dilakukan secara tegas dengan adanya paksaan.

    Pendidikan harus mampu menciptakan nilai ketegasan pada pribadi setiap produknya. Bukannya menciptakan kekerasan. Untuk apa sekolah tinggi jika yang didapat adalah nilai-nilai kekerasan. Toh nilai kekerasan di pasar-pasar, terminal-terminal bus antarkota banyak terjadi. Buat apa bayar mahal cuma untuk sebuah kekerasan.

    Berikut pertanyaan yang diajukan adalah:
    1. Apa penyebab perilaku senioritas bermatarantai dari generasi ke generasi?
    2. Mengapa pihak lembaga pendidikan bersikap apatis terhadap senioritas yang terjadi di lingkungannya?
    3. Bagaimana caranya untuk memberantas tuntas sikap senioritas yang menggunakan kekerasan secara turun-temurun?

    Terima kasih

    BalasHapus
  14. Saya sependapat dengan apa yang bapak ungkapkan pada tulisan bapak yang satu ini, kareana memang tujuan dari pendidikan Nasional itu adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta bangsa. Dan dengan adanya pendidikan maka akan timbul dari dalam diri seseorang untuk terpacu dan termotivasi untuk mengubah dan menjadikan dirinya menjadi pribadi yang lebih baik lagi baik untuk diri sendiri maupun masyarakat. Memang sungguh miris jika kita melihat kondisi pendidikan di Negeri kita saat ini, banyak sekali kaksus kekerasan yang terdapat di dalamnya, padahal walaupun memang lembaga pendidikan ini sengaja membentuk peserta didiknya untuk menjadi pribadi yang kuat dan tangguh dalam hal fisik sekalipun cara mendidik dengan kekerasan sangat tidak di anjurkan dan tidak diperbolehkan. Ataukah mungkin mereka tidak mengetahui arti sebenarnya dari kedisiplinan dalam mendidik sehingga mereka menggunakan cara kekerasan.

    Pertanyaan:
    1.Mungkinkah para petinggi pendidik di lembaga pendidikan tersebut tidak mengetaui arti sebenarnya dari cara mendidik dengan penuh kedisiplinan, sehingga mereka keliru dan melakukannnya dengan cara kekerasan?
    2.Apakah tidak ada upaya dan kontrol dari pemerintah untuk mengecek bagaimana biasanya lembaga pendidikan seperti IPDN, STIP dan lembaga pendidikan sejenisnya dalam melakukan pembinaan terhadap peserta didiknya agar tidak terjadi kembali kekerasan-keerasan dalam pendidikan?
    3.Apakah hanya oknum senior yang melakukan kekerasan saja yang harus di hukum dalam kasus ini, bagaimana dengan petinggi di lembaga pendidikan tersebut yang memang bertugas untuk mendidik dan membina para peserta didiknya?

    BalasHapus
  15. ABDUL KHODIR GOSA
    P.IPS A 2012
    4915122551
    sangat miris memang melihat pola pendidkan di sekolah-sekolah di indonesia. khususnya di kalangan taruna yang memang notabennya untuk dilatih dan di siapkan dalam dunia yang penuh menggunakan fisik dalam hal pekerjaannya nanti. namun, pelatihan fisik tersebut nyatanya di ajdikan alasan unyuk melakukan kekerasan kepada mereka yang masih junior yang tentunya belum mempunyai pengalaman atas hal tersebut.
    1. bagaimana mengatasi kasus kekrasan di kalangan pendidkan pada usia remaja?
    2. apa yang sebaiknya di lakukan oleh pihak taruan atau sekolah saat adanya kasus tersebut?

    BalasHapus
  16. Nama : Nurkhasanah
    NIM : 4915122553
    Pendidikan IPS A 2012

    Assalamualaikum wr. wb
    Kekerasan memang bukanlah cara yang bagus untuk menyampaikan pembelajaran, kekerasan akan membuat anak yang menerimanya akan ikut terbawa menjadi orang yang keras, ilmu merupakan sesuatu hal yang baik, maka dalam penyampaiannya pula harus dengan hal yang baik, dan kekerasan bukanlah hal yang baik untuk dilaksanakan dalam pembelajaran, namun sayangnya hal ini terjadi di STIP yang notabene merupakan sekolah tinggi, tempat banyak orang menuntut ilmu/belajar, tetapi mengapa harus dibumbui dengan kekerasan, dan bahkan kekerasan inipun telah menjadi seperti sebuah budaya yang mewarnai STIP, jika kekerasan telah menjadi sebuah budaya, maka akansangat berdampak buruk bagi peserta didik, bayangkan saja misalnya seorang bayi yang lahir dan tumbuh kembangnya berada di lingkungan yang keras (contoh keluarga yang suaranya keras / teriak), maka bayi tersebut kelak akan menjadi manusia yang suaranya keras juga, sebanding dengan bagaimana ia dididik oleh keluarganya.
    Contoh sederhana di atas merupakan contoh kecil yang menggambarkan dampak yang ditimbulkan dari adanya kekerasan dalam pembelajaran.
    Terkait tulisan di atas, saya ingin menanyakan beberapa hal, yakni :
    1. Bagaimana menjadi guru yang mampu dihormati serta dihargai atau disegani oleh para peserta didik, namun tetap bisa dekat secara personal dengan peserta didik ?
    2. Bagaimana membuat peserta didik menjadi peserta didik yang taat aturan walaupun tanpa kekerasan (tanpa dipaksa) ?
    3. Bagaimana memperbaiki budaya sekolah yang telah memakai kekerasan dalam pembelajarannya agar menjadi sekolah yang mampu mendidik dengan baik walaupun tanpa kekerasan, dan bagaimana agar hasil perubahannya dapat relative tetap (tidak berubah lagi) ?

    Wassalamualaikum wr.wb

    BalasHapus
  17. Suratno Ariangga
    4915122557
    Pendidikan IPS A 2012

    Istilah Senioritas memang melekat pada dunia pendidikan, apalagi dalam wadah perguruan tinggi. Fenomena ini tidak asing lagi dunia pendidikan Indonesia. Pendidikan yang sejatinya sebagai alat pendidik moral, justru disilah gunakan untuk tindakan kekerasan. Berbangganya menjadi senior, seakan menjadi aji mumpung untuk balas dendam apa yang dilakukan seniornya dulu padanya malah menjadi-jadi tindakan tersebut dilakukan pada juniornya. Tindakan tak terpuji tersebut tak pantas dilakukan pada lingkungan akademik, yang sejatinya dididik untuk membedakan perbuatan yang baik dan buruk. Sangat Ironis memang seperti yang terjadi pada STIP, hingga menimbulkan korban meninggal. Seakan tragedi ini dibiarkan membudaya tanpa ditanggulangi dengan efek jerah, akibatnya senioritas malah menjalar tak kunjung kelar dan berdampak pada korban jiwa.

    Seakan senioritas seperti halnya pada premanitas, menggunakan kekerasan tanpa berpikir akibat dari kekekaran tersebut. Terus apa gunanya berpendidikan tinggi jika tingkahnya mencerminkan perilaku preman. Seharusnya berpendidikan, malah membuat kita malu untuk berbuat kekerasan. Karena pada hakikatnya pendidikan adalah untuk mendidik kita.

    Dari pernyataan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
    a. Mengapa tindakan senioritas seakan membudaya dalam pendidikan Indonesia?
    b. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tindakan senioritas?
    c. Apakah pendidikan sudah efektif untuk mengurangi tindak kekerasan?
    d. Adakah hukuman yang bisa membuat jerah tindakan senioritas yang berujung pada kekerasan?

    BalasHapus
  18. bapak nusa...
    baca tulisan bapak yang ini jadi mengingatkan saya kepada seseorang hehe jadi curhat..
    berdasarkan cerita yang saya dengar, kalau di STIP itu memang wajar para senior melakukan tindak kekerasan terhadap juniornya. mereka memukul tubuh juniornya terutama perut dengan alasan agar mereka tidak mudah mabuk laut jika nanti berlayar. entah alasan itu benar atau tidak. bisa jadi juga karena dulunya senior itu mengalami tindak kekerasan dari seniornya terdahulu sehingga itu membuat mereka ingin melampiaskannya kepada juniornya setelah naik tingkat.
    terlepas dari berbagai alasan, memang kekerasan tidak layak dilakukan dalam sebuah institusi pendidikan dan itu sangat tidak mendidik. selain menimbulkan bekas luka di fisik, hal tersebut juga menimbulkan luka psikis seperti takut, was-was, dan dendam.
    perlu ada tindakan untuk merubah sistem yang sudah mendarah daging di dalam institusi tersebut, tindakannya itu yang menjadi pertanyaan. tindakan seperti apa yang akan di lakukan untuk memperbaiki kekerasan di dalam pendidikan? terutama dalam lembaga pendidikan yang memang sudah akrab dengan kekerasan, karena saya memang mengakui jika kekerasan bukanlah hal baru di STIP.

    BalasHapus
  19. Nama : Yuli Nurfitria
    NIM : 4915116865
    Kelas : Pendidikan IPS 2011 B
    Menurut saya tulisan bapak Nusa mengenai kekerasan dalam pendidikan sangatlah menarik. Hal ini dikarenakan sekarang ini bukanlah zamannya pendidikan dilakukan dengan cara kekerasan. Apalagi sampai ada korban yang meninggal. Kekerasan dalam pendidikan hendaknya dihentikan karena akan membuat trauma yang mendalam bagi korban-korbannya. Apabila masih ada lembaga-lembaga pendidikan yang masih menggunakan cara kekerasan hendaknya ada aturan yang tegas bagi sekolah tersebut agar tidak menggunakan cara kekerasan dalam pelaksanaannya.Saya juga mengharapkan kekerasan dalam pendidikan dapat dihapus agar tidak menimbulkan trauma yang mendalam.
    Pertanyaan :
    1. Bagaimana cara agar kekerasan dalam pendidikan dapat dihentikan ?
    2. Bagaimana peran sekolah terhadap kasus kekerasan yang dilakukan senior terhadap junior (seperti kasus diatas) agar tidak menimbulkan kasus kekerasan dalam pendidikan ?
    3. Bagaimana peran kita (sebagai calon pendidik) untuk dapat meminimalisir kasus kekerasan dalam pendidikan ?
    4. Bagaimana cara kita agar dapat mengetahui dan memperoleh informasi mengenai kasus kekerasan yang ada di suatu lembaga pendidikan ?

    BalasHapus
  20. Diandra Sukma Zahara (4915122534)

    Assalamu'alaiukum wr.wb.
    Saya sangat setuju dengan tulisan bapak mengenai "kekerasan dalam pendidikan" ini, alasannya adalah karena masih ada saja lembaga pendidikan yang menggunakan kekerasan dalam membina dan melatih para muridnya. Padahal sudah banyak kasus mengenai kekerasan dalam pendidikan ini tapi masih ada saja yang melakukannya dan tidak bercermin pada kasus sebelumnya. Memang bukanlah oknum pendidik yang melakukannya, melainkan para senior yang diberi kepercayaan untuk melatih dan membina namun kepercayaan tersebut disalahgunakan. Hal ini pada kenyataannya sudah menjadi tradisi turun-temurun dari generasi ke generasi.
    Sikap tegas, penuh kedisiplinan, keuletan, dan kebugaran fisik yang dilatih dan dibina nampaknya menyimpang dari makna yang sebenarnya karena kekerasan pun muncul dalam proses tersebut. Dalam prsoes pelatihan dan pembinaan dalam lembaga pendidikan, unsur kekerasan nampak sudah lekat yang dilakukan oleh para senior yang biasanya menganggap diri mereka paling benar dan berkuasa. Yang lebih mengherankan lagi, para pemimpin lembaga pendidikan nampaknya tidak melakukan tindakan yang tegas serta memberikan sanksi kepada para senior yang melakukan tindakan kekerasan ini. Nampaknya mereka tidak ingin campur tangan dan membiarkan ini menjadi urusan mereka.

    Pertanyaan yang saya ajukan :
    1) Apakah ada cara yang tepat dan efektif untuk menghilangkan tindakan kekerasan yang sudah menjadi tradisi seperti kasus Dimas di dalam lembaga pendidikan?
    2) Mengapa pemimpin lembaga pendidikan yang memiliki jabatan tertinggi pun tidak dapat mencegah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya tersebut?
    3) Menurut cerita dari orangtua saya, zaman dahulu saat ayah saya kecil juga pernah dididik dengan kekerasan namun masih dalam batasan normal. Lalu apakah tindak kekerasan yang saat ini terjadi merupakan akibat dari kebiasaan pada zaman dahulu? Lalu mengapa tindakan kekerasan yang terjadi saat ini lebih parah karena sering memakan korban?

    Terimakasih, Wassalamu'alaikum.

    BalasHapus
  21. Nama : Aditya Dovio Erlangga
    NIM : 4915122531
    Pendidikan IPS

    Assalamualaikum Wr. Wb

    Kekerasan merupakan tindakan negatif dalam kehidupan bermasyarakat terkhusus dalam ranah pendidikan ataupun instansi pendidikan yang sejadinya dijadikan lahan untuk menumbuhkembangkan prestasi dan kemampuan bagi peserta didiknya. Dewasa ini seringkali ditemukan kekerasan dalam pendidikan yang dilakukan senior yang mengatasnamakan kepentingan senioritas yang beranggapan bahwa keberadaan senior menjadi penting untuk diketahui oleh para junior-juniornya. Kasus yang sering terjadi adalah tindakan kekerasan yang terjadi dalam kegiatan OSPEK yang menjadi rutinitas Perguruan Tinggi setiap tahunnya. Senior seakan menjadi raja dan berhak berbuat semaunya terhadap junior-junior dibawahnya. Bukan tidak mungkin perlakuan kasar ini semakin menebar ancamannya seperti pemukulan, penindasan bahkan sampai pada merenggut nyawa dari korbannya.
    Pendidikan yang seharusnya menjadi temapt kebersamaan dalam meningkatkan kemampuan inteletualitas diri dan pemahaman akan kehidupan menjadi lumbung menakutkan akibat adanya kekerasan dalam pendidikan. Perlu adanya pengawasan yang intensif dari para eksekutif pendidikan dan birokrasi yang berjalan baik sehingga kekerasan dalam pendidikan dapat dimusnahkan dalam dunia kependidikan

    Pertanyaan :
    1. Apa yang menjadi faktor utama terciptanya kekerasan dalam pendidikan yang dilakukan kelompok dalam pendidikan ?
    2. Bagaimana tindak lanjut dari adanya kekerasan tersebut yang dilakukan pihak terkait untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut ?
    3. Bagaimana cara agar dunia pendidikan dapat berjalan lancar tanpa adanya kekerasan dalam pendidikan itu sendiri ?

    terima kasih

    BalasHapus
  22. Seperti buku yang pernah saya baca, kekerasan merupakan suatu spiral, lingkaran setan yang sangat mematikan. Lingkaran ini terus berputar. Dulu di IPDN juga ada kasus kekerasan yang dilakukan senior yang merenggut korban jiwa. Bahkan di sekolah-sekolah sudah lama terjadi kasus kekerasan seperti ini. Alih-alih dengan kasus kematian ini mencuat, bukannya malah berkurang, kini malah semakin menjamur. Seakan memang sudah menjadi budaya. Sangat miris jika budaya ini dibudidayakan di lembaga pendidikan. Mati satu tumbuh seribu. Bagaimana memutus kekerasan ini di setiap generasi di lembaga pendidikan? Sebenarnya apa yang ada di benak para oknum tersebut saat melakukan kekerasan? Apakah ada dendam? Apakah tuntutan kesenioran untuk mendidik junior? Atau bahkan hobby memukuli junior? Kekerasan akan menciptakan bibit-bibit yang rusak di masa depan. Kekerasan sangat tak ditoleril untuk mendidik.

    BalasHapus
  23. Fitri Alawiyah
    4915111626
    P.IPS A 2011
    Setelah membaca tulisan Bapak saya merasa bahwa pendidikan di Indonesia semakin hari semakin buruk. Bagaimana tidak, segala bentuk kekerasan telah tumbuh berkembang di dunia pendidikan. Jangankan di tingkat sekolah tinggi, anak-anak SD pun telah melakukan kekerasan kepada temannya hingga tewas.
    Kekerasan di STIP yang mengatasnamakan pendisiplinan dan pembinaan oleh para oknum kejahatan yang berkedok senior kepada juniornya telah menjadi tradisi yang tumbuh kembangnya dilakukan banyak pembiaran dan pada akhirnya pembiaran tersebut telah memakan korban jiwa. Seperti pernyataan Bapak diatas bahwa keberanian para senior mengambil tindakan sampai menewaskan juniornya pastilah berakar pada tradisi yang sudah terbentuk dan telah dilakukan pembiaran oleh siapapun yang mengetahui ini. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Dom Helder Camara yang dalam bukunya Spiral of Violence mengatakan bahwa ketika kekerasan disusul dengan kekerasan maka dunia akan jatuh dalam spiral kekerasan.
    Kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan yang lebih akut dan kekerasan akan beranak pinak kekerasan yang lebih parah. Sudah saatnya dunia pendidikan kita dibenahi dari tindak kekerasan karena kekerasan hanya akan menghancurkan moral anak bangsa.
    Pertanyaan: mengapa pihak-pihak yang terlibat seperti STIP melakukan pembiaran terhadap senioritas yang melakukan kekerasan? Apakah hal ini terjadi karena setiap kegiatan-kegiatan senior selalu dilakukan di luar lingkungan STIP sehingga pihak STIP merasa tidak terlibat?

    BalasHapus
  24. Windi Fauziah
    4915122521
    PIPS A 2012

    Pendidikan di Indonesia berazaskan Tut Wuri Handayani. namun apabila pendidikan di landasi dengan kekerasan, pendidikan tidak layak menggunakan azas tersebut. ada yang salah dengan pendidikan di Indonesia sekarang ini, banyak korban-korban yang muncul satu per satu dari adanya kekerasan dalam dunia pendidikan yang dilakukan oleh senior kepada juniornya seperti telah menjadi akar yang tertanam kuat dalam diri orang yang pernah mengalami kekerasan dalam hidupnya saat di sekolah. seharusnya untuk mendidik dan melahirkan orang-orang hebat tidak perlu lah adanya kekerasan karena kekerasan hanya akan menjadi luka kepada orang yang pernah mengalami kekerasan sewaktu sekolah. sepatutnya lembaga pendidikan menjunjung tinggi moral, sopan santun dan budi pekerti yang baik bukannya malah melahirkan hitler-hitler kecil yang nantinya akan beranak pinak di masa yang akan datang.

    Pertanyaan :
    1. bagaimana cara menghapuskan senioritas yang seperti sudah mendarah daging di dalam lembaga pendidikan yang menggunakan kekerasan?
    2. apakah pendidikan dan pengajaran yang baik akan menjamin tidak adanya tindakan senioritas dan kekerasan?
    3. bagaimana membentuk ketegasan terhadap peserta didik tanpa perlunya suatu kekerasan?

    BalasHapus
  25. erviani dwi putri
    4915122544
    PIPSS A 2012

    kekerasan memang tak dapat dihindarkan akan tetapi bisa saja dicegah, budaya kekerasan yang dilahirkan entah dari mana asalnnya ditularkan dengan turun temurun, rasa dendam dan kebencian terus bergulir satu sama lain antara senior dan junior begitu seterusnnya entah sampai dimana berakhir, padahal jelas-jelas di dalam dunia pendidikan pasti diajarkan bagaimana menjadi manusia yang bermoral dengan mengacu pada pancasila serta menghargai hak sesama tetapi sepertinnya itu semua tidak berguna dan hanya menjadi bentuk formalitas untuk sekedar menyelesaikan pendidikan tanpa tau makna dan artinnya dikarenakan rasa dedam yang turun temurun seorang manusia bertindak sesuka hati dengan menginjak-injak hak hidup seseorang, tuhan pun tak pernah menghakimi umatnnya seperti itu lantas mengapa manusia dengan seenaknnya mengambil nyawa orang, apa bedannya mereka dengan seorang monster. dunia pendidikan menjadi tercoreng hanya dikarenakan oknum yang tidak bertanggung jawab.
    pertanyaan:
    1. apakah pendidikan kewarganegaraan dan sosiologi memiliki pengaruh besar dalam membentuk karakter sesorang di dalam dunia pendidikan?
    2. mengapa hukum di indonesia seringkali tidak sesuai dengan kejahatan yang telah dilakukan?
    3. bagaimana cara mencegah kekerasan yang dilakukan dalam dunia pendiidkan?
    4. jika indonesia menerapkan wajib militer bagi remaja seperti negara korea, apa saja dampak positif dan negatif yang terjadi?

    BalasHapus
  26. Nama: Shafira Muthia
    4915122525
    P.IPS A 2012
    Sungguh miris melihat pendidikan di Indonesia diwarnai dengan adanya kekerasan hingga mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang khususnya di STIP Marunda, Jakarta Utara. Apalagi Sekolah Tinggi tersebut notabennya adalah sekolah kedinasan dimana sebagian biaya pelaksanaan pendidikannya berasal dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Hal ini bukanlah yang pertama kalinya. Pada tahun 2008 kekerasan yang dilakukan oleh senior di STIP juga pernah terjadi hingga menyebabkan hilangnya nyawa salah satu taruna bernama Agung. Kekerasan juga kerap terjadi disekolah kedinasan lain yaitu IPDN. Bahkan kekerasan terhadap junior juga terjadi di lingkup sekolah menengah.
    Entah apa motif dasar para senior STIP melakukan kekerasan terhadap juniornya. Apakah hal ini sudah menjadi tradisi yang berakar didalam institusi itu? Pihak sekolah tinggi tersebut juga terkesan lembek dalam menangani masalah kekerasan yang terjadi.
    Tentunya masih banyak kekerasan dalam pendidikan yang terjadi disekolah-sekolah kedinasan maupun sekolah non-kedinasan. Hanya saja belum banyak yang terkuak dan dipublikasikan di media massa. Kita berharap tidak ada lagi pendidikan yang diwarnai dengan tindakan kekerasan baik kekerasan fisik maupun psikis.
    Dari wacana diatas saya mengajukan beberapa pertanyaan antara lain:
    1. Apakah yang melatar belakangi adanya kekerasan yang dilakukan senior di STIP Marunda?
    2. Apakah kekerasan yang dilakukan oleh senior STIP Marunda tersebut karena adanya rasa trauma mereka yang diperlakukan sama ketika menjadi junior?
    3. Bagaimana tindakan pemerintah dan pihak Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) dalam menangani masalah kekerasan yang dilakukan oleh senior di STIP?

    BalasHapus
  27. Syifa Fauziah
    P.IPS 2011
    Seakan subuah ironi lembaga pendidikan yang seharusnya bertujuan untuk membentuk karakter manusia yang memiliki budi pekerti tetapi malah diisi oleh orang - orang yang tidak berbudi pekerti. Senioritas yang disalahartikan dapat merusak fisik dan psikis korbannya atau bahkan sampai pada kematian seperti cerita dalam artikel ini. sudah barang tentu ini bukan merupakan hal yang diinginkan dari adanya lembaga pendidikan. walaupun kedisiplinan perlu dijarkan agar sesorang tahu kewajibannya tetapi harus dilakukan sewajarnya tanpa mengandung kekerasan. kejadian yang tragis dari seorang taruna STIP ini telah mencoreng nama besar pendidikan yang berkedok kedisiplinan dan ketegasan yang lahir darii istilah senioritas.
    Pertanyaan :
    1. Bagaimana cara untuk memutuskan rantai seniotitas di banyak lembaga pendidikan Indonesia saat ini ?
    2. Bagaimana seharusnya mengajarkan kedisiplinan tanpa ada unsur kekerasan?
    3. Apa yang membuat keseniotitasan cenderung terjadi pembiaran?

    BalasHapus
  28. Nama : Marista Annisa N.W.I
    No. Registrasi : 4915116353
    Pendidikan IPS B 2011

    Saya setuju dengan pendapat bapak bahwa pendidikan sebenarnya anti kekerasan. Sebab pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses yang panjang dan berkesinambungan untuk membentuk dan menciptakan insan yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual namun memiliki kecerdasan emosional pula. Seperti kasus dimas di atas kecerdasan emosional disini dibentuk dengan cara yang salah, yaitu melalui cara yang kasar. Sikap empati dan kebersamaan antar angkatan dapat terbentuk tanpa dilakukannya kekerasan. Namun telah menjadi pembiasaan bahwa di sekolah yang berbasis semi militer seperti STIP ataupun STPDN/ IPDN menerapkan dan menciptakan karakter mahasiswa yang disiplin dengan cara kekerasan. Disini semua pihak turut bertanggung jawab sebab kasus ini terus berulang tanpa ada penyelesaian yang signifikan. Untuk itu pemerintah khususnya bidang pendidikan harus memberikan pengawasan yang ketat terhadap berlangsungnya proses pembelajaran di lingkungan tersebut. Kemudian kontrol dari masyarakat setempat juga diperlukan agar kejadian tersebut tidak berulang. Dari kasus di atas saya ingin menanyakan :
    1. Bagaimana cara pendidikan yang semacam itu dapat dihapuskan namun kedisiplinan di lingkungan pendidikan tersebut masih dapat berjalan dengan baik?
    2. Apakah hukuman pidana dapat memberikan efek jera kepada para senior yang lain, mengingat para senior tersebut juga merupakan korban kekerasan dari seniornya terdahulu?

    BalasHapus
  29. Assalamualaikum Wr.Wb
    Tindakan kekerasan dalam dunia pendidikan saat ini tidak ayalnya bagaikan pemberian latihan fisik dasar bagi para calon pelajar baru. Pihak senior menilainya sebagai latihan kekuatan mental. Bila kita sebagai calon pelajar baru terlihat lemah, mereka akan mengatakan nya anak manja. Tindak kekerasan acap kali pula dilakukan dalam kegiatan yang mengatasnamakan latihan kepemimpinan.
    Tindakan kekerasan saat ini dalam dunia pendidikan, tidak hanya terjadi dalam dunia pendidikan setara dengan akademik kemiliteran. Melihat bagaimana tindak kekerasan telah menjelma dalam dunia pendidikan dasar yang dimana mereka masih menginjak pada tahapan awal memasuki dunia pendidikan. Sungguh saat ini kekerasan dalam dunia pendidikan bagaikan bagian yang mampu menunjukkan siapa anda dan saya disini.
    Lalu bagaimanakah tindakan hukum yang harus dijalankan bila anak usia pendidikan dasar saja dengan mudah dan beraninya menunjukkan tindakan kekerasan terhadap teman sekolah lainnya dan begitu pun dengan akademik-akademik kemiliteran yang banyak orang saat ini mengenalnya sebagai sekolah akademik yang ganas akan kekejaman senior-seniornya dalam melatih fisik para junior mereka?
    Apakah yang harusnya diperbaiki dalam dunia pendidikan saat ini? Apakah sistem ataukah memutus senioritas pada sekolah-sekolah yang telah melakukan tindak kekerasan terhadap junior?
    Dan bagaimanakah bila dalam tindak kekerasan tersebut, pihak sekolah yang seharusnya bertanggung jawab sebaliknya enggan memberikan penanggung jawabannya terhadap kondisi anak didik baik ketika berada dalam lingkungan sekolah maupun berada di luar lingkungan sekolah?

    BalasHapus
  30. Nama : Randy Nuansyah
    NIM : 4915110423


    Asslamualaikum. Wr.Wb


    Pendidikan di Indonesia sekarang ini sudah di dasari dengan kekerasan dan tindakan militer. Para seniorpun merasa dirinya bak seorang jagoan yang berkedok kekekuasaan sungguh tragis pendidikan kita saat ini saya yang insya allah sebagai pendidik mengutuk keras setiap oknum pendidikan menyelesaikan masalahnya dengan kekerasan. karna dalam kekekrasan hanya bisa menghancurkan semuanya. dengan adanya tulisan di blog bapak ini saya sadar bahwa sebagai pendidik tidak boleh ringan tangan apalagi sampai merengut nyawa seseorang.

    Pertanyaan

    1. Bagaimana menghilangkan rasa kekerasan dalam dunia penidikan ?
    2. Sikap apa yang harus di lakukuan pendidikan dalam hal kekerasan ?
    3. Apakah harus ada dalam masa orientasi mahasiswa atau siswa itu melakukuan kekerasan ?

    BalasHapus
  31. Assalamualaikum Wr.Wb.

    Saya sangat setuju dengan tulisan bapak. Kasus perpeloncoan yang dilakukan senior kepada juniornya memang tak asing lagi terjadi di dalam institusi pendidikan kita. Bahkan saat ini perpeloncoan sudah menjadi budaya dan berkembang secara turun temurun dikalangan senior. Telah banyak korban berjatuhan akibat sistem perpeloncoan tersebut. Dalam melakukan aksinya, para senior seolah menjadi harimau ganas yang sedang kalap mencabik buruannya. Luka fisik tak jarang bersarang ditubuh para junior. Tanpa ada rasa iba dan rasa takut para senior memukuli tubuh junior mereka. Hal ini tentu saja tak pantas terjadi di dalam institusi pendidikan. Pasalnya institusi pendidikan yang seharusnya melindungi para siswa, mahasiswa ataupun taruna mereka, namun hal tersebut tidak dijalankan sebagai mana mestinya. Kekekarasan dalam pendidikan masih saja terulang lagi, lagi dan lagi. Sudah banyak kasus kekerasan yang berujung maut terjadi dan terulang kembali. Akan tetapi, kasus tersebut tidak menemui titik penyelesaian yang akan memutus tindak kekerasan yang terjadi di dalam institusi pendidikan (khususnya perpeloncoan yang dilakukan senior kepada juniornya).

    Dalam membentuk kedisiplinan tak sepantasnya senior melakukan kekerasan kepada juniornya. Sebab bukan kedisiplinan yang dihasilkan, akan tetapi dapat menghasilkan upaya balas dendam korban (junior) terhadap apa yang telah ia rasakan kepada calon junior mereka nanti. Hal ini tentu akan menghasilkan tradisi turun temurun yang sulit untuk diputus. Dalam menatar juniornya, ada baiknya senior melakukan kegiatan-kegiatan yang postif bagi junior mereka. Aparat pendidikan sebaiknya juga melakukan pengawasan secara ketat terhadap kegiatan yang diadakan senior kepada juniornya. Dengan adanya pengawasan yang ketat dari pihak pendidik, tindak semena-mena yang akan dilancarkan oleh senior setidaknya dapat diminimalisir sedini mungkin. Sehingga tak ada korban yang berjatuhan akibat kekerasaan yang dilakukan senior didalam institusi pendidikan. Apalah arti kekerasan dalam pendidikan, itu tidak ada artinya sama sekali bagi para junior. Yang ada hanyalah luka dalam yang membekas dihati junior mereka.

    Pertanyaan:
    - Mengapa kekerasan yang dilakukan senior kepada juniornya di dalam institusi pendidikan sulit sekali diberntas dan dihilangkan? Padahal sudah banyak korban yang berjatuhan, dan kasusnya selalu terjadi berulang-ulang.
    - Bagaimanakah cara yang paling efektif dalam memutus tindak kekerasan yang dilakukan senior kepada juniornya dalam institusi pendidikan?

    Sekian, terima kasih pak.
    Wassalamualaikum, Wr.Wb

    BalasHapus
  32. Miris memang melihat faktanya seperti itu, sekolah yang seharusnya menjadi wadah pembentuk generasi emas masa depan namun dicorengkan dengan masalah senioritas. masalah senioritas begitu sulit diberantas terbukti kasus mengenai senioritas selalu berulang. para senior seakan menjadi penguasa ketika ada masa regenerasi. alih-alih mendidik junior agar disiplin dan menghormati yang lebih tua, justru dijadikan ajang kekerasan membuktikan siapa yang paling kuat.
    Apakah karena nilai Agama jarang diselipkan dalam kurikulum sekolah pada mata pelajaran umum sehingga membuat kurangnya terbentuknya moral dan budi pekerti luhur para pelajar?

    Pak, mengapa pihak STIP dan STPDN seakan menutup telinga dan melakukan pembiaran atas maraknya kasus senioritas yang terus berulang di 2 lembaga pendidikan tersebut?
    Lembaga tersebut milik pemerintah, bagaimana kemudian pemerintah ikut turun tangan dalam menyelesaikan kasus ini?

    BalasHapus
  33. Dini Saidah Nashro
    4915116350
    P.IPS 2011 B

    Lembaga pendidikan didirikan dengan tujuan mendidik anak bangsa agar memiliki ilmu dan perilaku yang baik karena anak bangsa merupakan generasi penerus yang akan menentukan masa depan bangsa. Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) adalah Pendidikan pelayaran yang berada dibawah naungan Badan Diklat Perhubungan Republik Indonesia. STIP merupakan lembaga pendidikan yang seharusnya menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Dengan adanya kasus tewasnya Dimas yang merupakan korban dari penganiayaan yang dilakukan oleh seniornya, dapat diperkirakan bahwa ada yang salah di dalam STIP, entah itu sistem pendidikannya, peraturannya, atau pengurus dan pendidik di STIP. Terlihat jelas bahwa dalam kasus ini adanya perencanaan dari pihak penganiaya. Bias jadi penganiayaan terhadap junior ini sudah menjadi tradisi di STIP. Saya setuju dengan pendapat pak Nusa bahwa perlu diadakan penyelidikan lebih lanjut terhadap STIP. Saya turut prihatin dengan kejadian ini, seharusnya hal ini tidak terjadi dalam dunia pendidikan. Mendidik dengan kekerasan hanya akan menimbulkan efek negatif terhadap anak. Pendidik tidak boleh mendidik dengan kekerasan namun tidak boleh juga terlalu menuruti kemauan anak. Tidak dengan kekerasan, namun tegas!
    Bagaimana tindakan yang seharusnya dilakukan oleh pihak STIP dengan adanya kejadian seperti ini?
    Bagaimana cara kita sebagai calon pendidik menyikapi kejadian seperti ini apabila ini terjadi pada anak didik kita?
    Bagaimana cara memperbaiki moral anak bangsa yang semakin buruk dan susah diatur?

    BalasHapus
  34. Nama : Yuli Nurfitria
    NIM : 4915116865
    Kelas : Pendidikan IPS 2011 B
    Sungguh sangat mengerikan membaca tulisan mengenai kekerasan dalam pendidikan. Ini dikarenakan pendidikan merupakan sarana untuk menuntut ilmu. Akan tetapi kini, tercoreng dikarenakan banyaknya kekerasan dalam dunia pendidikan. Seperti yang dituliskan diatas terdapat kekerasan dalam pendidikan yaitu terjadinya aksi senior yang melakukan kekerasan kepada juniornya. Yang mengakibatkan juniornya meninggal dunia. Menurut saya, sekarang ini bukan lagi zamannya dalam pendidikan dilakukan dengan cara kekerasan. Seperti kesimpulan yang dituliskan oleh Pak Nusa yaitu PENDIDIKAN SEJATI PASTI ANTI KEKERASAN! Oleh karena itu banyak peneliti yang tidak setuju dengan adanya kekerasan dalam pendidikan. Hal ini dikarenakan akan menimbulkan dampak negatif yang mendalam bagi korban-korbannya.
    Pertanyaan :
    1. Bagaimana peran sekolah dalam menanggulagi korban-korban kekerasan dalam pendidikan ?
    2. Hukuman apa yang pantes bagi pelaku-pelaku kekerasan dalam pendidikan ?
    3. Bagaimana cara menghilangkan trauma bagi korban kekerasan dalam pendidikan ?

    BalasHapus
  35. saat ini dnia pendidikan sedang dicemari oleh beragam kejadian yang tak sesau moral kekerasan dimana mana tidak hanya kekerasan seksual kini bangsa kita dihangatkan dnegan bkematian suatu praja STIP yang sangat mengenaskan yang diduga sengaja dianiaya oleh seniornya sendiri, sungguh snagta memprihatinkan senior atau kaka kelas yang seharusnya membimbing adiknya malah menhgabisi nyawanya dengan kedok kedisiplinan banyak orang berspekulasi bahwa kedisiplinan bisa diwujudkan dnegan kekerasan, sungguh pemikiran yang sangat primitif, kedisiplinan hanya butuh ketegasan bukan kekerasan. ketegasan berbeda dengan kekerasan. kekerasan hanya miliki mereka yang cuman mengandalkan otot daripada otak. seharusnya pelaku penganiayaan itu harus dihukum seberat beratnya karena telah menghilangkan nyawa seseorang yang lebih miris yaitu membawa nama pendidikan.
    pertanyaan:
    1. bagaimana cara menegakkan disiplin tanpa kekerasan?
    2. bagaimana menangani kasus kekrasan usia remaja yang masih labil?
    3. apakah senioritas diperlukan dalam suat pendidikan jika hanya memakan banyak korban jiwa?

    BalasHapus
  36. Denisima MAula Ali
    4915116898

    saya sangat setuju dengan tulisan bapak, karena dunia pendidikan saat ini sudah menjadi sangat mengerikan. semakin maraknya kekerasan seksual di sekolah, senioritas yang mengakibatkan terbunuhnya junior, dan masih banyak lagi masalah-masalah pendidikan di sekolah. terkuaknya kasus kekerasan seksual di JIS, meninggalnya pelajar di STIP oleh seniornya semakin seharusnya dapat menyadarkan semua pihak untuk semakin meningkatkan keamanan dan kualitas pendidikan di Indonesia. menata rapih sistem sekolah yang mengadung unsur kekerasan menjadi lebih aman dan nyaman bagi pelajar.
    pertanyaan saya:
    1. selesai begitu sajakah masalah kekerasan dalam pendidikan setelah si pelaku dihukum?
    2. dampak dari kekerasan dalam pendidikan ini pastinya akan berdampak panjang, bagaimana kita sebagai makhluk sosial dan peneliti untuk mengurangi penderitaan korban dan membangun kembali kepercayaan diri korban?

    BalasHapus
  37. MAHFUD IRFANTO
    4915111631
    P.IPS A 2011

    Pendidikan dengan kekerasan menciptakan rasa trauma bahkan dendam terhadap peserta didik. Disaat budaya itu sudah menjadi kebudayaan maka akan menimbulkan hal yang biasa atas kejadian itu. Seharusnya atas penyimpangan kebudayaan yang salah itu dapat diatasi dengan diberikannya pengawasan yang ketat. Baik pengawasan dari ketua pelaksana, ketua jurusan, ketua dekan, bahkan ketua rektor. Seharusnya setiap kegiatan yang dilaksanakan arahan acaranya harus jelas. Pesertanya siapa saja, undangannya siapa, bahkan tamunya siapa saja dan acaranya itu apa saja. Bila melatih kesidiplinan di berikan hukuman tapi dengan hukuman yang mendidik, bukan dengan di bawa ke suatu tempat dan dihajar rame-rame disaat sudah pingsan di berikan obat sadar kembali begitu selanjutnya.
    Pertanyaan:
    Mengapa budaya kekerasan ini seakan seolah-olah kebudayaan yang kerap terjadi di STIP? Dipihak yang terlibat seakan-akan cuci tangan dengan beragumen layaknya tak bersalah.

    BalasHapus
  38. Lembaga akademik yg notabanenya milik negara harusnya bisa lebih tegass dalam menghadapiIaa.gw sm tnte dikosan ini. :-) fenomena kekerasan yg terjadi pada junior yg dilakukan oleh para senior dilingkungan sekolah. Walaupun kekerasan atau bullying yg terjadi diluar sekolah namun melihat korban dan tersangka adalah peserta didik yg mengenyam pendidikan disekolah tersebut.maka pihak sekolah haruslah bertanggung jawab penuh atas kekerasan yg terjadi sehingga menyebabkan kematian. Lagipula kekerasan yg terjadi di stip bukanlah sekali, duakali terjadi seharusnya hal seperti kekerasan tidak perlu sampai menelan korban jiwa jika pihak sekolah memberikan sanksi yg tegas bagi pelaku atau senior yg melakukan kekerasan bagi junior.
    Walaupun ada rasa dendam bagi para senior yg telah mengalami kekerasan sebelumnya saat menjadi junior,bukanyal kekerasan yg terjadi bisa dihentikan jika pihak sejolah tegas dalam menghadapi kekerasan yg terjadi dilingkungan sekolah?
    Apa yg menyebabkan pihak sekolah seakan membiarkan atas kejadian krkerasan yg sering terjadi terhadap junior?

    BalasHapus
  39. Nama : Nia Fitriani
    NIM : 4915122522
    Pendidikan IPS A 2012

    Saya setuju dengan yang bapak tulis. Seharunya pendidikan sejati tidak ada kekerasan didalamnya. Kekerasan yang dilakukan senior di sekolah maupun di lembaga pendidikan tinggi berlandaskan untuk membuat junior menjadi lebih disiplin dan hormat terhadap atasan. Namun, hal tersebut sering disalah gunakan oleh senior untuk membulli juniornya. Kekerasan yang dilakukan bukan hanya kekerasan verbal, naumn fisik dan mental juga. Bagi yang selamat dari kekerasan tersebut, menimbulkan dendam dan trauma mendalam bagi korban. Pihak sekolah juga tidak melakukan apa-apa dengan kekerasan yang terjadi. Mereka menganggap itu salah satu cara untuk membentuk sikap disiplin, patuh, dan hormat. Tetapi kekerasan bukanlah solusi yang tepat.
    Pertanyaan :
    1. Apakah tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kekerasan yang di lakukan di sekolah maupun lembaga pendidikan tinggi lainnya?
    2. Apa yang menyebabkan senior melakukan kekerasan kepada juniornya? Mengapa sekolah tidak melakukan tindakan maupun hukuman bagi senior yang melakukan kekerasan terhadap juniornya?
    3. Bagaimana cara untuk menghentikan kekerasan yang dilakukan senior kepada juniornya di sekolah maupun lembaga pendidikan tinggi lainnya?

    BalasHapus
  40. Nama : Cendy Juliana Dewi
    NIM : 4915122528
    P.IPS A 2012


    Assalamualaikum wr.wb

    Setelah saya membaca tulisan bapak diatas , komentar saya memang sangat miris sekali dunia pendidikan saat ini terutama di Indonesia. Kita tentu ingat betul jika sebelumnya telah mencuat kasus mengenai pelecehan di JIS sekarang bertambah lagi kasus dalam dunia pendidikan yang lagi-lagi terjadi dalam sekolah instansi Negara yaitu STIP . mungkin ada beberapa orang yang masih teringat jika sebelumnya kasus menganiayaan siswa telah terjadi di STIP yang terjadi tahun 2008 dan saat itu seorang taruna tewas akibat kekejaman yang mengatas namakan senioritas . namun, seperti tidak belajar dari pengalaman terdahulunya kasus ini muncul kembali dan berhasil menewaskan seorang taruna bernama Dimas dikita handoko. Saat saya melihat berita mengenai tewasnya dimas, miris sekali memang karena dimas ini masih menjadi taruna tingkat 1 , seperti taruna tingkat 1 lainnya pastilah mereka hanya bisa tunduk dan menerima apapun yang dilakukan senior terhadap mereka. Saya sempat bertanya-tanya mengapa para senior itu sangat tega menghabisi juniornya ? saya juga sering mendengar jika dalam sekolah instansi Negara kegiatan pendisiplinan siswanya memang masih menjadi tradisi dalam lingkungan sekolah tersebut , tetapi apakah hal ini akan terus berlaku ? sampai kapan tradisi itu akan berakhir , padahal jelas-jelas sudah banyak yang menjadi korban akibat kegiatan tersebut. Lalu siapa yang harus disalahkan dan bertanggung jawab dengan masalah yang terjadi di STIP tersebut.
    Yang berikutnya sangat disayangkan adalah pihak sekloah STIP tidak tahu mengenai kegiatan kekerasan yang telah lama terjadi , memang kegiatan kekerasan itu terjadi di luar STIP namun apakah mereka bisa menjamin jika kekerasan itu tidak terjadi didalam STIP bisa jadi banyak perilaku kekerasan lainnya yang dilakukan senior kepada juniornya dan sengaja ditutup-tutupi oleh pihak dalam. Sudah seharusnya pihak sekolah itu bertindak dan memberantas kegiatan kekerasan itu karena jika tidak hal itu akan terus mengakar pada para siswanya dan terjadi secara turun temurun terjadi pada tiap angkatan. jika pihak sekolah tidak tegas memberantasnya saya tidak dapat membayangkan akan menjadi seperti apa lulusan dari sekolah tersebut terutama dalam hal mental dan sikap mereka.

    Pertanyaan :
    1.Apakah dalam setiap sekolah instansi Negara perlu melakukan tindakan kekerasan dalam mendisiplinkan para siswanya ?
    2.Siapakah yang patut bertanggung jawab dalam jatuhnya korban akibat tindakan kekerasan di STIP ?
    3.Bagaimana merubah mindset para pelajar dalam sekolah instansi Negara untuk menghentikan tindakan kekerasan tersebut ?
    4.Pelajaran apa yang perlu ditekankan pada para pelajar sekolah instansi Negara agar bisa mencghentikan tindak kekerasan yang telah mereka lakukan ?

    terima kasih

    BalasHapus
  41. Rinastuti Rahayu
    4915111642
    P.IPS A 2011
    Saya setuju dengan tulisan bapak mengenai kekerasan dalam pendidikan yang saat ini menjadi sebuah kasus yang perlu diperhatikan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk menyiapkan dan membina seseorang dengan perilaku yang baik seketika berubah menjadi tempat yang menakutkan dan menyimpan kekerasan yang menimbulkan luka sepanjang masa. Senior yang seharusnya membantu juniornya dalam menyesuaikan diri di lingkungan sekolah malah menjadi sosok algojo yang sewaktu-waktu dapat menyiksa hanya karena sebuah kesalahan kecil. Lemahnya manajemen sekolah dalam pengawasan dan pelaksanaan pendidikan menjadi salah satu faktor terjadi kasus seperti ini serta tidak adanya penegasan terhadap pemimpin sekolah menjadikan kasus kekerasan ini sulit untuk terungkap lebih dalam. Lalu langkah awal seperti apa yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan kekerasan dalam sekolah ini pak ? dan bagaimana cara untuk meredam luka jiwa agar luka tersebut tidak menularkan ke pihak lain ?

    BalasHapus
  42. Fani Nurdianti/4915122538
    PIPS 2012 A

    Kekerasan dalam pendidikan seakan bukan hal yang baru bagi pendidikan Indonesia. Telah banyak kasus kekerasan yang berujung kematian dalam pendidikan Indonesia, dan kemudian muncul dan muncul lagi kasus kekerasan berikutnya, seakan hal ini tidak dapat dihindarkan lagi. Seakan kekerasan merasuk ke dalam tubuh pendidikan. Menjadi bagian unsur dari budaya pendidikan Indonesia. Membentuk suatu kebiasaan dan mengakar dalam pendidikan. Sehingga sulit untuk menghilangkannya dalam praktik pendidikan. Karena memang terdapat suatu pembiaran yang menyebabkan tindak kekerasan ini bebas dilakukan di kalangan pelajar. Mengatasnamakan kedisiplinan, ketegasan dan yang lainnya. Terlebih kekerasan ini dilakukan sebagai bentuk senioritas, seakan mereka (para senior) memiliki kekuasaan untuk melakukan hal tersebut kepada junior. Kekuasaan dan kekerasan. Apa iya pendidikan kita memiliki tujuan untuk menumbuhkan kedua hal tersebut, sehingga tak heran jika banyak sekali tindak korupsi atau tidak kejahatan di pemerintahan yang bebas dilakukan oleh mereka yang berkuasa. Sungguh ironis.
    1. apakah hal yang utama yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam bentuk senioritas di kalangan pelajar?
    2. mengapa seakan tindak kekerasan dalam pendidikan ini telah mengakar dan tidak dapat dihilangkan?
    3. bagaimana mengatasi hal tersebut melihat kekerasan dalam pendidikan yang telah membudaya?

    BalasHapus
  43. Nama : Alfiani Rahmah
    Nim : 4915116899
    P.IPS 2011

    Pendidikan sejatinya adalah sebuah usaha untuk membentuk generasi emas yang cerdas, aktif, bermoral, mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi. Fenomena kekerasan pendidikan yang terjadi baik di tingkat SD, SMP, dan SMA mengindikasikan bahwa pendidikan di Indonesia masih jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Kasus senioritas yang terjadi khususnya saat memasuki masa orientasi baik MOS maupun OSPEK yang tujuan awalnya memberikan pengenalan lingkungan sekolah atau kampus, dan pembekalan materi-materi tapi justru kenyataannya banyak kasus kekerasan hingga luka-luka bahkan memakan korban jiwa. Selain kasus tersebut, kekerasan dalam pendidikan tak jarang dilakukan oleh tenaga kependidikan itu sendiri. Ya semua itu hendaknya menjadi suatu pembelajaran agar tidak terjadi kasus-kasus serupa dan pendidikan di Indonesia semakin maju dan berkualitas.

    Pertanyaan :
    1.Solusi apa yang diberikan pemerintah melihat kasus kekerasan dalam dunia pendidikan yang diakibatkan oleh buruknya sistem dan kebijakan?
    2.Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi munculnya kekerasan dalam pendidikan yang setiap tahunnya selalu meningkat kasus kekerasan dalam pendidikan?
    3.Bagaimana menciptakan pendidikan tanpa kekerasan dan peran guru dalam menanamkan budaya anti kekerasan pada peserta didik?

    BalasHapus
  44. Putri Wulan Sari
    P.IPS B 2011 (4915116868)
    Dengan tulisan blog bapak, saya sangat setuju. Senioritas itu terjadi karna adanya sebuah pujian dan penghormatan akan adanya strata yang berada dalam suatu lingkungan,namun terkadang justru dengan adanya sistem seperti itu malah disalahgunakan didalam instansi-instansi yang menggunakan sistem senioritas. Memang kita sebagai orang timur selalu melihat bahwa yang tualah yg di hormati,dan slalu di dahulukan,tetapi apakah yang tua itu yang selalu lebih tau dan mengerti? Jika ada yang muda lebih tau dan ber intelek. Tetapi sampai kapan sistem seperti ini terus diadobsi dan terus di kembangbiyakkan oleh para taruna-taruna yang setiap tahunnya terus bertambah umur dan tentu saja akan menjadi calon senior. Lalu menurut bapak, tindakan tegas apa yang perlu dijalankan oleh pemerintah dalam mengatasi kasus seperti ini? Dan Bagaimana cara menghilangkan tradisi yang sudah terbentuk secara turun-temurun yang banyak menelan korban?

    BalasHapus
  45. Dimas Aprilian
    4915116861
    P.IPS 2011 B

    Kekerasan dalam pendidikan di Indonesia bukan lagi suatu hal yang baru, sebenarnya hal - hal semacam ini sering terjadi pada saat siswa atau mahasiswa baru menjalani masa - masa "OSPEK" dimana senioritas disana sangat terasa dimana junior terkadang diperlakukan seperti bukan manusia. Kekerasan dalam pendidikan baru akan terbongkar kalau sudah ada korban, namun ketika kasus itu ditutup dan tersangkanya sudah diberi hukuman kita seakan - akan melupakan kejadian tersebut seperti apa yang Pak Nusa katakan tewasnya mahasiswa STPDN . Padahal kekerasan dalam pendidikan tersebut masih ada dan buktinya sekarang hal itu terjadi lagi dengan meninggalnya Dimas mahasiswa dari STIP.
    Pendidikan seharusnya adalah salah satu cara membuat generasi muda bangsa ini menjadi cerdas, kreatif, dan disiplin. Dengan adanya kekerasan di Instansi pendidikan justru akan membuat kekerasan itu mendarah daging dari tahun ketahun dari angkatan ke angkatan dengan kedok senioritas dan disiplin.

    Pertanyaan :
    1. Setujukah bapak apabila sekolah atau perguruaan tinggi yang ada tindak kekerasan terlebih sampai ada yang tewas untuk ditutup sebagai sanksinya ?
    2. Bagaimana memutus kekerasan yang sudah mendarah daging didunia pendidikan Indonesia ?

    BalasHapus
  46. Indrianie Dewi (4915122544)
    P.IPS A 2012

    tindak kekerasan seharusnya dapat dicegah. Apalagi dalam lingkungan sekolah yang dianggap seperti rumah kedua untuk siswanya. Sekolah yang merupakan tempat para siswa itu bersosialisasi, belajar, dsb seharusnya turut berperan aktif dalam mengawasi kegiatan para siswanya. Sehingga ketika para siswa itu cenderung bersikap ke arah negatif, pihak sekolah dapat memperingatinya dan mengadukannya kepada orang tua ataupun walinya. Kadang kala sifat seseorang berbeda ketika ia berada dilingkungan sekolah dan dirumah. Seperti yang bapak bilang jika kekerasan antar siswa di STIP dan STPDN selalu terjadi. Juga JIS yang merupakan sekolah internasional yang diawasi dengan sejumlah aturan yang ketat tetapi turut ditemukan tindak kekerasan didalamnya. Yang ingin saya tanyakan:
    1. Apakah pihak dari STIP, STPDN, dan JIS bersikap tertutup dan acuh terhadap masalah yang ada disekitar lingkungannya?
    2. Apakah para pelaku tindak kekerasan merasa bersalah atas perbuatannya?
    3. Apa yang menyebabkan seseorang tega melakukan tindak kekerasan?

    BalasHapus
  47. ROBBIYATUL ADAWIYAH
    P.IPS B 2011
    4915116873
    Pendidikan merupakan proses untuk mengembangkan potensi yang dimiliki
    oleh manusia agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Guna mencapai tujuan tersebut, diperlukan kondisi belajar yang kondusif dan jauh dari kekerasan. Namun dewasa ini kita sering dikejutkan dengan berbagai macam kasus mengenai kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan (school bullying). Seperti kasus yang terdapat dalam tulisa blok pak nusa ini, kasus kekerasan dalam dunia pendidikan yang terjadi di STIP ini merupakan hanya segelintir kasus dari beribu-ribu kasus tindakan kekerasan dalam pendidikan.
    Dalam dunia sekolah contohnya ketika awal tahun ajaran baru biasanya rutin dilakukan kegiatan “MOS” masa orientasi siswa. Tentunya peran senior dan junior pasti ada dan tidak dapat dipungkiri karena adanya pembiaran dari pihak sekolah yang tindakan kekerasan atau buli pasti terjadi. Karena pembiaran inilah yang menjadi salah satu penyebab kekerasan dalam pendidikan itu terjadi begitu halnya dalam kasus yang terjadi di STIP ini.
    Pertanyaan yang berkaitan dengan kasus ini ialah:
    1. Bagaimana cara orang tua mengawasi tingkah laku anaknya diluar lingkungan rumah?
    2. Apakah latarbelakang anak yang melakukan kekerasan terhadap temannya tersebut ada pengaruh dari kelakukan keluarganya?
    3. Bagaimana menghilangkan atau mengurangi tindakan kekerasan pada anak atau tetangga kita mengingat kita sebagai mahasiswa sosial yang harus peka terhadap kejadian dilingkungan sekitar?

    BalasHapus
  48. Maya Yulia Dwi Putri Maranatha
    4915122540
    Pendidikan IPS A 2012

    seyogyanya, pendidikan sejati memamng tanpa kekerasan. karena sebuah kekerasan, akan meninggalkan sebuah luka yang mendalam bagi korbannya, baik itu luka fisil maupun luka dalam dirinya. dalam sebuah didikan, banyak sekali orang yang menyalah artikan KEKERASAN dengan KETEGASAN kedua kata tersebut sekilas memang terlihat mirip, namun memiliki arti yang jauh berbeda. dalam kenyataannya, banyak orang yang menyalah artikan ketegasan, dan menyamaratakan dengan kekerasan. dalam mendidik para penerus bangsa memang sangat diperlukan sebuah ketegasan, agar para penerus bangsa akan menjadi bangsa yang kuat dan kokh. bukan malah lebih mementingkan kekerasan dalam hal mendidik, karena hal ini akan mendukung kebobrokan bangsa kita.

    dari tulisan diatas, maka saya akan mengajukan 3 pertanyaan:
    1. mengapa sering kali orang menyalah artikan ketegasan dengan kekerasan?
    2. mengapa tindak kekerasan akhir-akhir ini telah melekat dalam pendidikan kita?
    3. apa yang menyebabkan tindak kekerasan dalam pendidikan kita sering terjadi akhir-akhir ini?

    BalasHapus
  49. kartika sari berlian
    4915122550
    P.IPS A 2012

    kekerasan, sesuatu yang seharusnya tidak terjadi dalam lembaga pendidikan. bagaimana tidak kampus dimana seseorang seharusnya dapat menimba ilmu malah melakukan kekerasan. entah dari kapan tradisi menyiksa junior ini terus terjadi. entah mengapa pihak STIP seolah tidak peduli dengan nyawa manusia yang melayang. dimanakah hati nurani mereka yang menyiksa dimas.

    1. apakah bisa di putus tradisi menyiksa junior ini ?
    2. apakah yang menjadi faktor senior mempunyai hak untuk menyiksa juniornya ?
    3. apakah tradisi penyiksaan di STIP berawal dari pihak2 STIP sendiri ?

    BalasHapus
  50. Nama : Zulia Trisna Sari
    NIM : 4915122539
    Prodi : Pendidikan IPS A 2012

    Pendidikan yang menggunakan kekerasan tentunya akan melahirkan kekerasan yang lebih akut. Terjadinya kekerasan di kalangan senior dengan junior sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Karena hal ini sudah ada sejak lama. Seharusnya hal seperti ini perlu di tindak lebih lanjut agar kekerasan tersebut dapat diminimalisir. Jangan sampai image pendidikan berubah menjadi buruk akibat dari adanya kekerasan dalam dunia pendidikan. Karena sejatinya, pendidikan itu anti dari kekerasan.

    Pertanyaan
    1. Apa yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan dalam dunia pendidikan, khususnya kekerasan antara senior dengan junior?
    2. Bagaimana cara meminimalisir pola senioritas yang dapat membawa dampak buruk?
    3. Adakah tanggung jawab dari sekolah atas adanya kekerasan yang dilakukan antar muridnya?

    BalasHapus
  51. lagi-lagi senioritas yg menindas dan berujung kriminalitas, kelakuan para senior ini bukan lagi hal baru dan malah sudah menjadi rahasia umum, entah bagaimana asal muasalnya senioritas terjadi pada sekolah2 di negeri ini.
    namun satu hal yg pasti, para akademisi senior negeri ini baik mahasiswa maupun siswa tak pernah mau belajar bagaimana bersikap yg tepat tatkala menjadi senior. kejadian ini terus berulang antar senior-junior disetiap tahunya selama sekolah/kampus menerima anak didik baru dengan berlandas ingin melakukan hal sama pada junior yg juga mereka telah dapatkan dikala masih junior dulu. apalagi ditambah adegan sinetron ditelevisi yg seolah-olah mengompori juga menggurui adegan senior-junior. bak lingkaran setan saja. jikalau ingin mengakhirinya tak bisa hanya satu sisi saja, tapi kesemua sisinya harus ditindak dengan tepat.

    mahasiswa bapak,
    izzuddin 4915111644

    BalasHapus
  52. Anggun Nur Oktaviani
    4915116872
    P.IPS B 2011
    Seorang anak bangsa mati mengenaskan di tengah lingkungan pendidikan yang katanya sekolah tinggi Sistem senioritas dengan tega membantai juniornya, perilaku mereka tak ubahnya seorang penjahat bukan mahasiswa. Sekolah tinggi yang ada di Indonesia seharusnya sudah menghilangkan system senioritas tersebut, pemerintah mesti bertindak tegas atas kasus-kasus seperti ini karena bukan hanya terjadi di STIP, sebelumnya sudah banyak kasus seperti ini terungkap dan anehnya masih terjadi lagi.
    Mendidik dengan menggunakan kekerasan tidak akan menghasilkan hal baik, Setuju dengan ungkapan bapak “Dunia kerja tidak membutuhkan para lulusan yang dididik dengan kekerasan, apapun bidang pekerjaannya. Kebugaran tubuh, disiplin tinggi, dan keuletan yang dibutuhkan manusia untuk hidup layak dan sukses tidak bisa dibiasakan dengan kekerasan. Semuanya bisa ditumbuhkembangkan dengan sikap tegas, keteladanan dan konsistensi. Sikap tegas sangat berbeda dengan kekerasan”

    BalasHapus
  53. Monica Carla
    P.IPS 2011/B

    Lembaga Pendidikan merupakan institusi yang bertujuan untuk menghasilkan manusia yang cerdas, berakhlak baik dan berguna bagi masyarakat. Adapun pendidikan merupakan proses untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh manusia agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Guna mencapai tujuan tersebut, diperlukan kondisi belajar yang kondusif dan jauh dari kekerasan. Namun kenyataannya saat ini adanya banyak peristiwa yang menjelaskan kepada masyarakat umum bahwa kekerasan dalam pendidikan bukan merupakan hal yang asing bagi telinga masyarakat saat ini. kita sering dikejutkan dengan berbagai macam kasus mengenai kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan (school bullying). Adanya faktor senioritas yang tinggi sehingga menyebabkan banyak korban menjadi dendam dan akan melakukan tindakan kekerasan kembali pada junior. hal ini menjelaskan bahwa tujuan pendidikan dengan kenyataan pendidikan saat ini sangat berbeda. seringkali "kekerasan" menjadi hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan kedisiplinan yang tinggi. Begitulah tindakan yang dilakukan oleh sekolah-sekolah yang menerapkan disiplin yang tinggi seperti STIP.
    Pertanyaan:
    1. Bagaimana cara menghilangkan budaya kekerasan dalam suatu institusi pendidikan bila budaya kekerasan tersebut sudah terpantri sejak lama?
    2. Bagaimana peran pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah yang kaitannya dengan kekerasan dalam pendidikan?
    3. Apakah faktor senioritas yang berlandaskan kekerasan yang ditemui di STIP memang sengaja dibiarkan oleh sekolah demi tujuan mendisiplinkan siswa? Apakah faktor tindakan kekerasan yang dilakukan oleh senioritas terhadap dimas merupakan perbuatan yang disengaja dan ada unsur balas dendam?

    BalasHapus
  54. Nama: Maria Oktavia
    NIM : 4915116882
    Pendidikan IPS 2011 B

    PENDIDIKAN SEJATI PASTI ANTI KEKERASAN!

    Jika di dunia pendidikan tidak ada kekerasan pasti tidak akan ada korban-korban yang jatuh, seperti halnya Dimas. Di dunia pendidikan memang sangat melekat istilah senior dan junior baik di sekolahan maupun di perguruan tinggi. Seharusnya istilah ini dijadikan suatu hal yang bisa memperat tali persaudaraan seperti halnya kakak dan adik, dimana seorang kakak bisa membantu dan menuntun adiknya dalam suatu kegiatan di sekolah ataupun dikampus. Namun kenyataanya dimanapun itu di sekolah maupun perguruan tinggi istilah senior dan junior dianggap sebagai jurang pemisah yang membedakan status mereka. Senior sebagai angkatan tua yang harus dipatuhi dan junior sebagai angkatan muda yang harus menaati dan patuh dengan senior, sehingga junior menganggap senior bukan sekedar kakak kelas tetapi orang yang harus dipatuhi, yang membuat para junior harus tunduk dan menuruti para senior. Hal ini terus menurus terjadi karena telah melekat di dunia pendidikan untuk itu harus adanya suatu perubahan dimana setiap orang yang terlibat dalam dunia pendidikan bekerja sama untuk melindungi dan menghargai satu sama lain.

    Pertanyaan:
    1. Apakah setiap kejadian di dunia pendidikan seperti tewasnya Dimas ini murni hanya karena kesenioritasan? Tidak ada unsur lain?
    2. Bagaimana menghilangkan kekerasan di dalam pendidikan terutama dalam hal kesenioritasan?
    3. Bagaimana yang seharusnya di lakukan pihak sekolah ataupun perguruan tinggi untuk membina para senior dalam bersikap terhadap junior? Hukum atau sanksi yang seperti apa yang dapat membuat para senior takut dan tidak berani melakukan kekerasan terhadap junior?
    4. Mengapa kekerasan banyak terjadi di dunia pendidikan? Apa yang salah dan perlu diperbaharui dalam dunia pendidikan?

    BalasHapus
  55. Izzah Ifadah
    4915137147
    PIPS B 2013

    Masalah yang paling sering kita temui terutama bagi pelajar dan mahasiswa adalah senioritas. Biasanya para senior cenderung ingin dihormati oleh juniornya. Jika para junior menunjukkan sikap tidak hormat kepada seniorya, maka para senior akan memberi 'pelajaran' kepada mereka. Perlakuan tersebut membuat 'dinding pemisah' antara senior dengan junior. Seharusnya senior bisa mengayomi juniornya, karena sebenarnya tidak ada perbedaan antara senior dan junior. Mereka tidak selalu lebih baik daripada junior, mereka hanya lebih dulu tahu dibanding junior.

    1. Apa yang menyebabkan senior selalu ingin dihormati oleh junior?
    2. Bagaimana cara menghilangkan sikap senioritas yang sudah dalam tahap di luar kewajaran?
    3. Apakah kekerasan tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal?
    4. Apa yang harus diubah dari sistem pendidikan agar dapat menghilangkan kekerasan tersebut?

    BalasHapus
  56. Chintia Gandi
    4915116871
    P.IPS B 2011

    Kekerasan dalam pendidikan tidak ada kata yang mustahil kecuali orang yang bersabar dalam setiap perbuatan dan tindakannya, mungkin ada sesuatu hal yang mengakibatkan seseorang melampiaskan kemarahannya ataupun dendam yang berkesumat di dalam dirinya. Jabatan ataupun tingkatan sering kali digunakan sebagai tameng dalam melakukan kekerasan, sekolah ataupun lembaga pendidikan maupun instansi yang lain.

    Pertanyaan :
    1. Apakah perlu adanya keimanan dalam diri seseorang agar kekerasan tidak terjadi, tetapi pada faktanya kekerasan timbul secara tiba-tiba karena tingkatan emosi yang meningkat, bagaimanakah mengatasi hal tersebut ?
    2. Selalu yang kita dengar jabatan adalah segalanya untuk mengatur setiap tindakan dan gerakan seseorang dalam sebuah kepemimpinan. Apakah disini terlihat egoisme seseorang yang bisa berdampak pada kekerasan ?

    BalasHapus
  57. Hanna Marissa (4915116890)
    Pendidikan IPS B 2011

    Cerita dan pernyataan yang terdapat di tulisan pak nusa sangat menyadarkan kita yang membaca tulisan ini untuk tahu dan menyadari bahwa pendidikan yang ada di Indonesia saat ini sungguh memprihatinkan. Tidak sedikit sekolah tinggi ataupun sekolah biasa tempat dimana kita semua mengenyam pendidikan yang menggunakan cara kekerasan sebagai salah satu cara untuk mendidik dan membiarakan kebiasaan kekerasan itu beranak pinak atau turun menurun. Budaya kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan berawal dari kebudayaan atau kebiasaan menggunakan kekeerasan yang di warisi dari para senior sebelumnya. Senior yang melakukan kekerasan dengan alasan untuk mendidik terhadap juniornya akan melahirkan dan memebentuk junior yang merasakan kekerasan itu nantinya menjadi senior yang melakukan kekerasan juga terhadap junior berikutnya. Dan siklus seperti ini akan selalu berlanjut. Bukan hanya kasus yang terjadi STIP dan STPDN saja yang merupakan kasus kekerasan dengan ber cap kan senioritas, namun banyak juga kasus mengenai seorang guru yang melakukan tindak kekerasan terhadap siswanya dan lagi-lagi memakai alasan untuk mendidik. Kasus tawuran yang marak terjadi di antar siswa SMP maupun SMA juga menjadi tindak kekerasan yang dilakukan antar siswa SMP ataupun SMA. Tawuran yang menjadi budaya di SMP ataupun SMA tertentu, lagi-lagi di turunkan dari para senior sebelumnya. Hal ini membuktikan bahwa, budaya atau tindak kekerasan bukan saja di turunkan oleh senior namun, dapat juga di turunkan sama orang yang berkuasa atau orang yang mengaku berpendidikan, namun moral yang dimilikinya tidak pernah dididik, seperti kekerasan yang di lakukan seorang guru terhadap siswanya. Mungkin bagi mereka yang selalu atau sering menggunakan kekerasan dalam pendidikan menganggap bahwa kekerasan merupakan cara yang baik atau di anggap sebagai pelajaran yang baik bagi si anak atau si korban kekerasan yang melanggar aturan atau berani melawan mereka yang umurnya lebih tua (kurang ajar). Namun, tanpa mereka sadari kekerasan yang mereka lakukan akan mengakibatkan luka jiwa, penyakit hati (dendam) yang nantinya akan di lampiaskan korban terhadap orang-orang berikutnya. Menurut saya, untuk membasmi kekerasan dalam pendidikan, tidak cukup dengan hanya menghukum orang-orang yang baru saja melakukan kekerasan terhadap korbannya dan kasusnya terangkat, namun hukumlah juga akar-akarnya. Akar-akarnya yang di maksud adalah hukumlah juga orang-orang atau senior-senior sebelumnya yang mewarisi budaya kekerasan pada pelaku.

    BalasHapus
  58. Setelah membaca tulisan bapak, saya memberikan kesimpulan bahwa saat ini, tidak ada satu lembaga pun yang bersih dari tindak kejahatan, bahkan sampai Lembaga Pendidikan pun tidak ketinggalan, kasus yang sedang marak saat ini banyak yang terjadi di sekolah, kasus pelanggaran - pelanggaran yang terjadi di lingkup sekolah sudah berulang kali terjadi dan baru terbongkar, hal tersebut merupakan tanda bahwa terdapat oknum - oknum di dalam sekolah yang saling bersinergi menjalankan misi mereka. Sudah tidak ada bedanya lagi orang yang berpendidikan maupun tidak, toh perbuatan nya tidak mencerminkan orang berpendidikan bukan?

    Kasus di atas gambaran kesenioritasan yang merupakan awal mula munculnya tindakan yang tidak manusiawi, kekerasan yang terjadi sampai merenggut nyawa seseorang. Anehnya, bagaimana kekerasan tersebut dapat tidak diketahui oleh pihak lembaga sejak dini? atau memang dibiarkan saja? tindakan keji dengan kedok senioritas. Lalu, bagaimana nasib anak - anak kita di masa depan? Masih adakah rasa percaya kita kepada lembaga pendidikan yang notabene lembaga pendidikan bermutu tinggi?

    Bagaimana membuat para orang tua dan kita nanti sebagai calon tenaga pendidik lebih aware terhadap keadaan yang sedang terjadi di suatu lembaga sehingga tindakan - tindakan yang tidak di inginkan tersebut dapat dicegah?

    BalasHapus
  59. Ida Farida
    4915116886
    P.IPS B
    seharusnya kejadian seperti ini tidak terulang kembali. sebuah lembaga pendidikan yang mencetak lulusan seorang perwira, para mahasiswa nya bisa melakukan hal tersebut. ini dimungkinkan karena kekerasan dalam STIP sudah turun temurun yang dilakukan para senior terdahulu. peran pemerintah sangat penting dalam mengusut kasus yang terjadi di STIP ini. sudah banyak korban meninggal karena masalah sepele yaitu antara senior dengan para junior. yang paling penting adalah para orangtua dari semenjak kecil mendidik anaknya tidak dengan kekerasan. boleh saja asalkan tidak melampaui batas dalam mendidik seorang anak. anak akan meniru orangtua nya dari tingkah laku orang tua nya sejak kecil.
    pertanyaan:
    1. bagaimana agar tindakan kekerasan dalam pendidikan dapat dihilangkan secara menyeluruh?
    2. bisakah pemberian hukuman yang berat bisa dilakukan kepada si pelaku yang melakukan tindak kekerasan tersebut?

    BalasHapus
  60. Nama : Subur
    NIM : 4915122559
    Pendidikan IPS A 2012

    Mendengar kata" kekerasan", rasanya seperti telinga serasa teriris dan sembilu sekali. Apalagi ini terjadi pada dunia pendidikan yang notabennya sekolah tinggi. Kita tahu, sekolah tinggi sederajat dengan universitas sehingga memang itu merupakan puncak dari sebuah sistematika jenjang pendidikan. Diibaratkan pula seperti sebuah pohon, dimana sekolah tinggi adalah daunnya yang berada di puncak menjulang tinggi untuk menggapai asa seseorang. Lalu, jika di puncaknya saja banyak kekerasan yang terjadi, bagaimana dengan akar dan batang yang menopangnya dari bawahnya. Perihal senior maupun junior, itu sudah dikenalkan dalam masa jenjang SD, SMP maupun SMA dan sederajat. Oleh karena itu, tidak heran jika senioritas itu dijadikan kedok oleh para oknum tertentu untuk melakukan kekrasan. Semua itu sudah menjadi tradisi yang diwarisi secara turun temurun. Tanpa ada ketegasan bertindak oleh pemerintah maupun instansi yang terkait. Jika sudah jatuh korban saja, barulah mereka bertindak. Memang, mirisnya pendidikan negeri ini yang di warnai kekerasan, baik kekerasan fisik maupun psikis seperti kasus-kasus yang sudah terjadi.

    BalasHapus
  61. Anis Sholihatunnisa PIPS B 2011
    Senioritas adalah gejala sosial yang ada di masyarakat kita. Setiap individu sosial yang ada di masyarakat, terbilang hampir semuanya pernah mengalami masa-masa ini. Fenomena ini biasanya terjadi selama jenjang pendidikan seseorang. Subur mengakar di lingkungan pendidikan kita. Memberi warna menarik pada wajah dunia pendidikan kita. Sering kita lihat beberapa bentuk negatif senioritas, salah satunya seperti pada kasus yang Pak Nusa beberkan diatas yang menimpa Dimas (taruna STIP), korban kekerasan senior yang memang telah berada diluar ambang kewajaran. Tradisi balas dendam sepertinya sudah menjadi motivasi utama sang senior. Mereka tak segan lagi mempraktikan aji mumpung paham “kesempatan dalam kesempitan”. Polemik ini memang memiliki dampak yang serius dan akan berakibat pada perubahan mental junior secara fundamental. Dunia kampus yang notabene sebagai tempat pembibitan calon intelektual harapan bangsa malah melahirkan manusia bermental kerdil yang mengenyampingkan hati nurani dalam bertindak. Pengekangan budaya berani dan kritis mengakibatkan jurang pemisahan antara senior dan junior menganga lebar. Pasalnya, senior kerap memposisikan junior sebagai objek yang bisa diperlakukan seenaknya. Inilah barangkali perilaku senior-junior yang kebablasan. Pada akhirnya, segala bentuk kekerasan itu hanya akan menelurkan generasi bermental apatis. Mengenai fenomena ini, apakah yang harus dilakukan Pak, untuk mengatur keberadaan senioritas ini agar tetap proporsional dan berada dalam koridor kewajaran?

    BalasHapus
  62. Nur EkaYanti Lestrai
    P.IPS A 2011

    isi dari tulisan bapak sangat bagus untuk membuka hati dan mata kita bahwa di dalam pendidikan tidak ada kata berbeda semuanya sama satu tujuan untuk menuntut ilmu dan belajar dengan benar agar bisa meraih cita-cita yang di inginkan bukan untuk merasa seniro ataupun yang lebih hebat dari angkatan di bawahnya atau bisa di katakan bersekolah bukan untuk merasa menjadi jagoan. seharusnya dengan banyaknya kejadian yg sebelumnya sebagai senior bisa melihat bahwa itu perlakuan yang tidak baik bukan malah di terapkan dan semakin menjadi - jadi.untuk apa mempunyai pendidikan tinggi tetapi kelakuannya seperti pereman dan so jagoan, sebagai senior seharusnya menerapkan perlakuan yg baik bukan memberi contoh yg tidak baik pantas saja kekersan dalam pendidikan sudah menjadi kasus turun temurun karena junior akan melakukan hal yang sma ketika mereka merasa jadi senior. tetapi mengapa ya pak dengan banyaknya kejadian seperti itu sampai sekarang masih saja terjadi kekerasan dan ada stilah senoritas?, dan mengapa hukum di indonesia bagi yang menghilangkan nyawa seseorang hanya di beri pasal/hukuman ringan saja?kenapa tidak di hukum sesuai apa yang telah di lakukan?

    BalasHapus
  63. Itsna Fika Annisa
    4915116863
    P.IPS B 2011

    “Kekerasan” sebuah kata yang sangat bermakna negatif. Apalagi kekerasan itu dilakukan di sebuah lembaga pendidikan yang tidak seharusnya itu terjadi. Sekolah tinggi yang seharusnya melahirkan lulusan generasi penerus yang berkualitas bukan menghasilkan generasi penerus yang bermental preman dan pengecut dengan mengatasnamakan senioritas. Tradisi kekerasan sepertinya memang sudah menjadi budaya dilakukan oleh para senior kepada para juniornya. Unsur balas dendam merupakan salah satu alasan mengapa kekerasan itu kerap dilakukan karena mereka juga menerima kekerasan tersebut dari para seniornya terdahulu. Seperti yang sering kita lihat dan dengar sudah banyaknya korban tewas akibat kekerasan yang terjadi di sekolah tinggi tidak juga membuat pemerintah untuk turun tangan menangani kasus kekerasan ini. Pemerintah seolah membiarkan akan jatuhnya korban-korban selanjutnya akibat kekerasan yang dilakukan di sekolah-sekolah tinggi tersebut. Pihak sekolah pun seakan menutup mata dan telinga atas tewasnya taruna mereka seperti contoh Dimas. Pihak STIP seakan cuci tangan atas kasus yang terjadi. Pihak sekolah pun tidak bersikap atau berbuat apapun perihal tradisi kekerasan yang kerap dilakukan senior mereka kepada junior dan seakan membenarkan tradisi tersebut boleh dilakukan untuk membangun kedisiplinan seseorang. Ini merupakan suatu kriminalitas yang terjadi di dalam dunia pendidikan. Mau dibawa kemanakah nasib pendidikan kita bila semua taruna didik dengan cara seperti itu? Apa yang akan terjadi bila generasi penerus bermental kriminal?

    Pertanyaan:
    1. Bagaimana cara memberantas tradisi kekerasan (senioritas) di sekolah-sekolah tinggi seperti STIP atau STPDN yang identik dengan kekerasan sampai ke akar-akarnya? Apa yang harus dilakukan sehingga kasus tewasnya Dimas ini tidak terjadi lagi?
    2. Bagaimana cara menanamkan atau menumbuhkan sikap disiplin yang baik? Karena menanamkan kedisiplinan seseorang terkadang tidak lepas dari unsur keras sehingga masih dikatakan dalam batas wajar.
    3. Apa yang harus dilakukan pemerintah terkait sikap STIP yang cenderung cuci tangan atas kasus tewasnya Dimas?
    4. Apakah korban kekerasan selalu akan menjadi pelaku kekerasan nantinya seperti rantai atau siklus yang tidak bisa terputus?

    BalasHapus
  64. Nama : Ulfa Suci yanti
    NIM : 4915127079
    PIPS B 2012
    Sungguh sangat tragis kisah dimas yang diceritakan oleh bapak nusa diatas. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan orang tuanya yang ingin anaknya menjadi lulusan STIP justru bernasib seperti itu. Para senior yang sengaja merencanakan kasus kekerasan tersebut harus dihukum dengan selayaknya dan seadil adilnya!!! Tentu saja karena mereka telah menghilangkan nyawa seseorang. Saya sangat setuju dengan apa yang pak nusa katakan bahwa tidak selayaknya perguruan tinggi membiarkan cara-cara orang bermoral rendah seperti ‘kekerasan’ digunakan didalam perguruan tinggi tersebut. Kita harus memutuskan rantai tradisi kekerasan yang diberikan oleh senior kepada junior disekolah manapun.
    Kekerasan didalam pendidikan zaman sekarang ini memang semakin marak saja. Tak jarang saya menonton berita di televisi, bahkan sampai ada oknum guru sendiri yang melakukan kekerasan terhadap muridnya. Apapun alasannya, kita sebagai manusia yang mempunyai akal sehat dan hati nurani seharusnya dapat menghindari cara cara kekerasan apalagi didalam bidang pendidikan. Apa jadinya jika negara ini terus membiarkan kekerasan menjadi tradisi disekolah? Tentu penerus bangsa kita akan mempunyai jiwa pendendam, pemarah, kasar, yang sama sekali tidak mencerminkan identitas bangsa indonesia.

    BalasHapus

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd