Seorang kawan terkapar tak berdaya di rumah sakit. Ia pernah lama di ruang ICU. Berkali-kali pindah dari ruang intermediate ke ruang rawat biasa. Saat agak enakan ia selalu menyatakan keinginan sangat kuat untuk segera mati. Keluarganya sungguh amat sedih.
Istrinya yang sabar tetap menunjukkan perhatian dan cinta. Anak-anaknya mendadak rajin shalat dan terus mendoakannya. Terutama anak bungsunya seorang perempuan yang masih SMP. Anak lelakinya yang badung, kini rajin shalat dan puasa sunat.
Dalam suasana perasaan yang timbul tenggelam antara keinginan kuat untuk mati karena penyakit paru-paru yang telah pula menggerogoti jantungnya dan kegembiraan mendapat perhatian penuh keluarga, serta perubahan positif anak-anaknya, ia mulai bersyukur.
Sepanjang hidupnya yang sudah 57 tahun, baru kali ini ia melihat anak-anaknya rajin shalat. Ia memang tak pernah perhatikan kehidupan iman keluarganya. Bahkan ia sendiri belum pernah memberikan keteladanan shalat dan puasa Ramadhan.
Harapan untuk sembuh mulai muncul. Ia ingin menebus banyak kesalahan yang dilakukannya terhadap keluarga pada masa lalu. Kini ia berdoa semoga Allah memberinya kesempatan lagi agar bisa membimbing diri sendiri dan keluarganya dalam iman.
Perlahan ia mulai sembuh, dan akhirnya bisa dibawa pulang. Selama di rumah ia tunaikan janjinya. Kini, ia merasa hidup bahagia, karena keluarganya hidup dalam kedamaian iman. Meski sebagian besar hartanya sudah terkuras habis untuk membiayai sakit parahnya. Ia merasakan bahwa semua yang dijalaninya yaitu sakit parah dan terkurasnya harta adalah pernyataan cinta Allah padanya yang diungkapkan dengan cara yang tepat untuk memalingkannya dari semua kejahatan yang pernah dilakukannya. Kini ia ikhlas dan sangat mensyukuri hidup. Ia benar-benar bahagia, pastilah keluarganya juga.
Seorang teman lain kini mendekam di penjara. Ia katakan ada banyak hikman atas apa yang menimpanya. Kini ia merasa hidupnya sangat bermakna. Ia merasa sangat berbahagia. Penjara memang telah mengungkung raganya, namun memberinya kesempatan untuk mengasah, menjamakan, dan menghaluskan jiwanya yang selama ini menjadi majal karena dilumuri oleh lumpur dan kerak kesenangan duniawi.
Ia dihukum penjara karena tersangkut kasus korupsi yang melibatkan seorang petinggi negeri. Ia tadinya juga seorang pejabat tinggi. Saat pertama kali namanya dimuat di media, ia sangat stres dan malu. Keluarganya, terutama anak perempuannya begitu malu dan terpukul sampai tidak berani datang ke sekolah. Ia sendiri sangat terpukul dan tak berani masuk kantor untuk waktu yang cukup lama.
Ketika aku mengajaknya ketemu dan makan siang seminggu setelah pengumuman itu, ia sangat senang. Karena hampir semua teman, termasuk yang sering dibantunya, rupanya sudah menjaga jarak dari dirinya. Bila bertemu dengannya mereka menghindar, layaknya menghindari bangkai tikus yang teronggok di jalanan. Ia senang karena masih ada yang mau mengajaknya makan siang.
Ia curhat tentang betapa malu dirinya ditetapkan jadi tersangka kasus korupsi, apalagi ia merasa hanya menjalankan perintah atasan. Ia benar-benar stres dan sangat marah. Setiap kali berbicara, emosi muncrat dari kata-kata dan mewarnai wajahnya. Juga urat lehernya yang menjadi tegang.
Waktu berjalan, kasusnya semakin ramai diberitakan, wajahnya semakin sering muncul di televisi, tentu sebagai tersangka. Saat itulah ia mulai merasa bahwa manusia seringkali bersikap tidak adil terhadap manusia lain. Ia mulai mendekatkan diri pada Tuhan. Ia juga meminta keluarganya untuk melihat semua kejadian ini sebagai cara Tuhan memberi mereka jalan hidup baru yang boleh jadi lebih baik dari sebelumnya. Meski pada mulanya terasa sangat melukai, seperti daging ditusuk besi panas.
Waktu berlalu dan ia diputuskan bersalah. Ia menghadapi semuanya dengan lebih sabar. Keluarganya juga. Meski ia kini jadi terdakwa, namun ia tetap bersyukur karena akhirnya ia menemukan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan yaitu rajin shalat malam dan puasa sunat, keluarganya juga. Ia yakin telah menemukan hidup yang lebih bermakna. Banyak tindakan positif yang dilakukannya dipenjara.
Tidak sedikit manusia yang mengalami titik balik dalam hidupnya. Pemicunya adalah penderitaan dalam bentuk penyakit atau kebangkrutan. Ada pula yang disebabkan oleh kekalahan atau terpuruk karena jadi tersangka kasus kejahatan.
Bisa saja, titik balik itu terjadi karena tidak ada pilihan lain, menjadi pelarian dari kenyataan yang pahit atau ketakberdayaan, dan pengakuan akan kekalahan dan kegagalan. Jadi, titik balik menjadi manusia yang berbeda dan kebanyakan mencari ketenangan jiwa dalam pangkuan Yang Illahi, lebih karena dipaksa keadaan. Kadang keterpaksaan itu terbukti ketika sang pelaku terbebas dari derita, ia kembali pada keaslian yang membuatnya jatuh terpuruk. Harus diakui memang ada yang seperti itu.
Namun jangan diabaikan, banyak di antara mereka secara istiqomah atau konsisten hidup dengan diri yang baru ini, meskipun penderitaan sudah jauh meninggalkannya. Maknanya, walaupun boleh jadi ia memulai titik balik ini secara terpaksa karena tidak ada pilihan lain. Tetap saja ia mulia dan bahagia karena konsistensinya itu. Sunngguh, ia menjadi manusia baru yang lebih baik dan bahagia. Artinya, apapun niat awalnya, hasil akhirnyalah yang menentukan.
Bersebalikan dengan itu adalah manusia yang mengejar kesenangan berlebih-lebihan. Meski sudah hidup dengan standar jauh di atas rata-rata, namun masih mencari lebih. Dikira kesenangan itu tak bertepi.
Sebagai contoh bisa disebutkan para terdakwa dan tersangka kasus korupsi seperti Nazarudin, Angelina Sondakh, Djoko Susilo, Lufthi Hasan Ishaq, Atut, adiknya Wawan dan Akil, Jero Wacik, Sutan Bhatoegana, Suryadharma Ali, Anas Urbaningrum, dan Rusli Zainal.
Mereka memburu kesenangan dalam banyak bentuk. Mengumpulkan uang dan harta dalam jumlah yang fantastis, hidup bermewah-mewah. Bahkan ada di antara mereka bersenang-senang dengan perempuan ABG dan yang berusia muda. Sungguh, mereka mereguk semua kesenangan duniawi.
Para remaja kita juga banyak yang menempuh hidup berenang-renang ke hulu, berakit-rakit ke tepian. Bersenang-senang dahulu, bersakit-sakit kemudian, terutama dengan cara menjadi pecandu narkoba.
Mereka semua pastilah menjalani dan merasakan kesenangan yang amat sementara. Kemudian menderita berkepanjangan. Apakah karena masuk penjara atau karena menderita sakit yang parah dan akut.
Mereka yang masuk penjara, apalagi karena kasus korupsi pastilah penderitaan itu sangat berat terasa. Karena bukan hanya mereka yang harus menanggung malu, juga keluarganya. Bahkan saat mereka sudah menjalani hukuman, cap sebagai koruptor tak akan hilang begitu saja.
Bila kini mereka terjatuh terjerembab dalam penderitaan, merekalah yang menentukan apakah memiliki kemauan dan keberanian untuk melakukan revolusi penghayatan hidup, melakukan titik balik, dengan cara mencaritemukan hikmah dari semua kejadian buruk yang menimpa diri, dan secara tegas beranjak menuju kehidupan baru, menjadi manusia yang berbeda dengan penghayatan hidup dan pribadi yang berbeda.
Persoalannya adalah apakah masih tersedia cukup waktu untuk melakukan perubahan revolusioner itu, beranjak menjalani titik balik kehidupan. Merasakan dan menghayati kehidupan yang penuh ketenangan dan kebahagiaan.
Hidup memang bukan jalan lurus lempang seperti jalan tol. Tetapi merupakan jalan berliku yang ditaburi kerikil, dan banyak lubang penuh lumpur. Namun tetap indah dan pantas disyukuri bila kita berani mengambil keputusan untuk tetap memilih kebenaran demi kebahagiaan, kini dan nanti.
BAHAGIA DAN DERITA ADALAH KEADAAN YANG NISCAYA DALAM HIDUP MANUSIA.
Artikel ini bagus. Ada satu hal yang menurut saya menarik mengenai agama.
BalasHapuskeimanan merupakan pedoman hidup. Seharusnya kita memperhatikan keimanan supaya kita selalu ingat akan dosa dan tidak terjerumus kedalam hal yang buruk. Sebagai seorang imam dalam keluarga seharusnya menjadi panutan yang baik untuk keluarganya dan mengajarkan kepada anak-anaknya betapa pentingnya suatu keimanan.
Memang di setiap kejadian yang kita perbuat pasti ada hikmahnya.
(Siti Nur Rosdiana , P.IPS 2014 kelas A)
Asyifa Laely
BalasHapus4915142821
P.ips B 2014
Ceritanya menyentuh pak... Terkadang diri kita sendiri tanpa disadari terlalu sering mengeluh atas cobaan yg ada, saran saya, tulis lagi cerita2 inspiratif seperti ini pak, karena sangat memotivasi... Terimakasih
Nama : Yulia Citra
BalasHapusKelas : IPS B 2014
Assalamu'alaikum pak,
Saat membuka blog bapak untuk kesekian kalinya entah mata saya langsung tertuju pada tulisan bapak ini. Setelah membaca nya saya sangat suka dengan amanat yang tersirat dari tulisan ini, menggambarkan bahwa terkadang manusia terlalu sibuk dengan duniawi memperkaya dirinya hingga lupa bahwa cara mereka mencari nafkah telah salah.
Adapun hal yang ingin saya tanyakan :
1. Apakah tulisan bapak ini akan bapak tambahkan dan kembangkan lagi hingga dapat menjadi satu full buku layaknya novel, atau tulisan ini hanya akan bapak buku kan dengan menggumpulkan kumpulan tulisan lainnya dengan judul yg berbeda beda?
2. Saya sering kehabisan kata dalam menulis, padahal saya ingin sekali dapat menyelesaikan sebuah buku mengenai diri/hidup saya. Menurut bapak bagaimana menanggapi hal ini, apakah ada solusi agar saya dapat mencapai keinginan saya?
Terima Kasih,
Wasalam
Triyani Ambar Sari. Pendidikan IPS B 2014
BalasHapusAssalammu'alaikum wr,wb
Pak, tapi terkadang manusia sangat sulit untuk merasa bersyukur dalam suatu hal. Jadi tak jarang diantara mereka banyak sekali yang merasa tidak puas dalam hidupnya. Boleh jadi mereka kurang bersyukur. Pun terkadangan Saya begitu. Tapi, Saya mencoba melatih diri untuk mensyukuri apa yang Tuhan beri. Terima kasih Pak, tulisan Bapak menyadarkan Saya bahwa hidup tak selalu mudah, bahwa hidup harus bersyukur, dan bahwa hidup harus menerima. Dan Saya sangat berterima kasih lagi pada Bapak. Karena Bapak Saya jadi semangat menulis. Menulis apa yang di hati, di pikiran, bahkan dalam sehari Saya bisa menulis hingga delapan lembar kertas.
Yumna Adzillah
BalasHapusP.IPS B 2014
4915144089
Setelah Saya membaca artikel ini, Saya langsung teringat dengan materi yang disampaikan saat mengikuti program pendikar yaitu 'bidukku takkan ku dayungkan ke lautan yang sepi dari buaya'. Kata-kata itu menunjukkan bahwa hidup memang susah, kemanapun kita arahkan hidup kita, sejauh apapun kita lari dari masalah, masalah akan terus mengejar. Namun paradigma setiap manusia juga berbeda-beda, ada yang menjalani dan mengambil hikmah, ada juga yang banyak mengeluh, marah lalu depresi. Orang yang berpikir positif akan introspeksi diri dan terus memperbaiki, seperti dua orang teman Bapak yang diceritakan di artikel ini. Saya selalu senang membaca kisah tentang orang yang tadinya hanya mengejar kenikmatan dunia tanpa memikirkan makna, sebab dan akibatnya lalu berubah menjadi orang yang baik dan bersyukur. Itu membuat Saya semakin ingin mengupgrade diri dan tidak malu dengan kekurangan saya.
Semoga kita semua termasuk orang yang mau memperbaiki diri, aamiin~
Zikri Sharu R-P.IPS B 2014
BalasHapusAllah swt akan menguji setiap hambaNya intuk menaikan derajat orang tersebut atau sebagai teguran agar kita kembali mengingat Allah .
Bisa jadi allah sedang merindukan kita untuk berdoa kepadaNya, bahkan ujian tersebut bisa menjadi titik hijrah kita kearah yang lebih baik .
Allah tidak akan memberikan ujian melebihi kemampuan hambaNya .
dan orang orang yang sabar dalam menghadapi ujian, insyaalah akan mendapatkan pahala dan di naikan derajatnya disisi Allah
Karna akan selalu ada hikmah dibalik setiap peristiwa
Nama salwa salsabila
BalasHapuskelas p.ips B
no reg 4915144083
memang terkadang allah menciptakan manusia itu kadang di bawah dan jiga kadang diatas, maka dari situ kita harus bisa dan tetap mensyukurinya. Dengan adanya kita bersyukur kepada allah maka allah pasti akan menambah pahala rezeki kita
trimakasih
Emi Tri Ariani
BalasHapusP.IPS A, no reg: 4915141033
Pendapat saya mengenai tulisan ini adalah kurang setuju dengan contoh koruptor di atas. Mungkin hanya segelintir koruptor yg menyesal dan marah karena ditetapkan menjadi teraangka akibat dari perbuatannya, penderitaan karena masuk penjara membuat mereka lebih rajin ibadah. Akan tetapi banyak juga pejabat yang korupsi dan masuk penjara tetapi mereka malah terlihat senang dan hidup di penjara dengan fasilitas yang mewah, bukan dijadikan pelajaran dan mendekati diri kepada-Nya. Hal ini membuktikan hal buruk bukan membuatnya menjadi lebih baik malah tak ada perubahan.