Kamis, 25 September 2014

PEMIMPIN

Bila ada kelompok dalam masyarakat yang menolak pemimpin pada berbagai tingkat karena alasan agama, rasanya sah-sah saja. Dalam negara demokrasi aspirasi seperti itu tak masalah untuk disampaikan ke lembaga perwakilan rakyat atau disuarakan di media massa.

Tetapi bila kelompok itu memaksakan kehendak, pemimpin harus berasal dari agama yang sama dengan agama mereka, dan orang dari agama lain tidak boleh menjadi pemimpin, maka tindakan pemaksaan kehendak ini sudah bertentangan dengan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu Pancasila dan UUD 45.

NKRI bukan negara agama. Karena itu ketentuan agama apapun tidak dapat digunakan untuk pengaturan masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak agama. Negara dan pemerintah harus bersikap tegas menghadapi kelompok yang memaksakan kehendak ini.

Pemilihan pemimpin pada berbagai tingkat yaitu walikota/bupati, gubernur dan presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat. Jika yang menang adalah orang yang tidak seagama dengan kelompok tertentu, bahkan dengan penganut agama mayoritas, maka kemenangan itu harus dihargai dan diterima. Jika tidak puas dengan hasil pemilihan langsung itu, silahkan menggugat ke Mahkamah Konstitusi.

NKRI adalah negara hukum. Pancasila dan UUD 45 adalah sumber hukum dan hukum tertinggi. Jika ada fihak yang tidak dapat menerima itu silahkan melakukan dua pilihan yaitu usahakan perubahan dengan cara demokratis atau  pindahlah ke negara yang sesuai dengan keyakinan yang diperjuangkan itu.

Bila kelompok itu berasal dari umat Islam maka mereka harus melihat fakta politik di Indonesia sejak merdeka sampai kini. Meskipun umat Islam mayoritas, namun sejak pemilu pertama 1955 sampai 2014, partai Islam tidak pernah memenangkan pemilu. Apakah pemilu itu dilakukan secara demokratis dan terbuka seperti pemilu 1955 dan setelalah reformasi politik, atau pemilu rekayasa saat Suharto berkuasa. Itulah fakta politiknya. Capaian tertinggi partai Islam adalah pemilu 1955. Setelah itu perolehan suaranya hanya sekitar 30 persen.

Apakah suara yang sekitar tiga puluh persen itu mau menentukan dan mengalahkan suara sekitar tujuh puluh persen? Jika jawabannya ya, pastilah itu ketidakwarasan yang sangat keterlaluan.

Orang-orang yang merasa diri tokoh Islam yang mau memaksakan kehendak itu mestinya berani dengan jujur melakukan refleksi, perenungan, dan kritik diri dengan bertanya mengapa di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam tetapi partai Islam tidak pernah menang pemilu?

Pastilah sangat banyak faktor penyebabnya. Mungkin saja salah satunya adalah perilaku orang-orang yang disebut tokoh Islam dan pemimpin yang beragama Islam.

Dulu menteri agama yang merupakan tokoh Islam  jadi terpidana kasus korupsi. Kini, menteri agama yang merupakan ketua umum partai Islam jadi tersangka kasus korupsi. Tokoh dari partai yang sama dengan jabatan bupati tertangkap tangan dalam kasus suap menyuap yang tergolong korupsi. Presiden partai yang mengaku sangat Islam jadi terdakwa kasus korupsi, bahkan hak politiknya dicabut Mahkamah Agung. Ratusan kepala daerah yang telah jadi tersangka atau terpidana kasus korupsi mayoritas beragaman Islam. Inilah faktanya.

Walikota Surabaya yang diusung bukan oleh partai Islam berani menutup lokalisasi Dolly. Artinya ia berani bersikap tegas terhadap maksiat. Sedangkan sejumlah kepala daerah yang diusung partai Islam, sejauh ini belum berani lakukan hal yang sama. Inilah buktinya.

Tidak mengherankan bila sejumlah besar orang berpendapat bahkan yakin, Islam itu hanya digunakan sebagai label. Sekedar topeng yang belum tercermin dalam perilaku nyata. Wajar jika kemudian mereka tidak memilih partai Islam. Boleh jadi mereka yang enggan, bahkan di media sosial sampai ada yang mengatakan jijik, untuk memilih partai-partai Islam merasa bahwa Islam hanya dijadikan alat politik, dan digunakan sebagai retorika saja. Tidak dijadikan pedoman perilaku nyata dalam praktik hidup keseharian.

Sebagai contoh lihatlah di televisi cara bicara dan argumentasi tersangka korupsi Suryadharma Ali menyikapi kondisi partainya yang terpecah belah. Dia hanya sibuk berbicara tentang aturan legal formal, dan sama sekali tidak bicara moral. Tampaknya sama sekali tak disadari bahwa menjadi tersangka kasus korupsi itu sudah harus membuatnya paling kurang malu hati memimpin partai Islam. Apalagi ia bersikeras menyatakan penetapan dirinya menjadi tersangka oleh KPK hanya salah paham. Apa dikira KPK tidak paham soal korupsi? Bahwa ia didorong mengundurkan diri dari jabatan menteri meskipun belum tentu bersalah, pastilah pertimbangan moral yang dijadikan alasan.
Orang-orang yang merasa diri tokoh Islam mestinya belajar dari M. Natsir dan kawan-kawan seangkatannya yang merupakan tokoh dan pimpinan partai Islam. Mereka berpolitik secara cerdas, santun, argumentatif, dan demokratis untuk memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Mereka juga hidup dengan pola yang menunjukkan akhlak Islam, sehingga kawan dan lawan politiknya sangat menghargai dan menghormati. Mereka sungguh mencerminkan keislaman melalui perilakunya. Mereka sangat tegas dalam prinsip, namun tidak dengan cara menghujat dan memaki orang. Islam sungguh menjadi praktik hidup. Sampai akhir hayatnya M. Natsir dan kawan-kawan seperjuangannya konsisten dengan sikap dan perilakunya ini. Buya HAMKA juga menunjukkan perilaku dan sikap yang sama, tegas dan konsisten dalam prinsip, demokratis dalam cara, dan santun dalam berjuang. Tidak pernah menghujat, apalagi membuat macam-macam tuduhan yang tidak berdasar. Itulah perilaku dan sikap tokoh Islam sejati.

AGAMA SEHARUSNYA DIUJUDKAN DALAM PERILAKU DAN SIKAP HIDUP KESEHARIAN, BUKAN SEKADAR DIJADIKAN TOPENG POLITIK KEKUASAAN.

18 komentar:

  1. Saya setuju dengan Artikel yang bapak buat,seharusnya menghargai sesama umat harus lebih ditingkatkan lagi dinegeri ini. Bukan kita merasa bahwa agama kita yang paling baik,tapi pada dasarnya semua agama itu mengajarkn kepada kita kebaikan. Dinegeri ini bukankan kebebasan untuk berpendapat sangat dijunjung tinggi apalagi menjadi seorang pemimpin itu boleh saja tak ada yaang membatasi apalagi agama,karna itu bukan alasan yang rasional yang tidak membolehkan seseorang menjadi pemimpin karna bukan agama yang mayoritas. Pemerintah juga pasti tidak menyetujui tentang penolakan seorang pemimpin yang beda dari agama yang mayoritas,perbedaan itu yang menjadikan kita bersatu bukan membeda-bedakan.

    BalasHapus
  2. Saya setuju dengan Artikel yang bapak buat,seharusnya menghargai sesama umat harus lebih ditingkatkan lagi dinegeri ini. Bukan kita merasa bahwa agama kita yang paling baik,tapi pada dasarnya semua agama itu mengajarkn kepada kita kebaikan. Dinegeri ini bukankan kebebasan untuk berpendapat sangat dijunjung tinggi apalagi menjadi seorang pemimpin itu boleh saja tak ada yaang membatasi apalagi agama,karna itu bukan alasan yang rasional yang tidak membolehkan seseorang menjadi pemimpin karna bukan agama yang mayoritas. Pemerintah juga pasti tidak menyetujui tentang penolakan seorang pemimpin yang beda dari agama yang mayoritas,perbedaan itu yang menjadikan kita bersatu bukan membeda-bedakan.

    BalasHapus
  3. Dian halimatussa'diyah, p.ips b 2014, saya setuju dengan bapak, tidak peduli latar belakang partainya islam atau apapun. Btuh pemimpin yang tegas dan berni bertindak memperbaiki negara. Bukan menjadikan logo islam sebagai topeng di dunia politik.

    BalasHapus
  4. Dirga Wasahlan
    P.IPS A 2014


    Isi cerita nya sangat membantu kita semua untuk mengetahui ini. Menceritakan tentang pemimpin, agama, dll. Pemimpin itu harus mempunyai jiwa leader dan tentunya mempunyai agama yang jelas. Bukan hanya sekedar mempunyai agama.

    Jika pemerintah menolak dengan pemimpin berbeda agamanya yang mayoritas, maka buktikanlah jika perbedaan itu menjadi satu kesatuan. Bukan musuh kemusuhan!

    Sekian dan terimakasi.

    BalasHapus
  5. saya setuju dengan tulisan bapak, karna setiap orang mempunyai hak untuk berpendapat dan juga bebas untuk memilih agama nya yang dianut. jika pemimpin yang di pilih bukan dari agama mayoritas seharusnya pemimpin tersebut bisa bersikap adil terhadap agama yang lain karna agama itu beragam.

    Eka Yuliyanti
    P.IPS B
    2014

    BalasHapus
  6. zharotul zanah
    P.IPS B 2014
    4915142804

    saya merasa malu membaca artikel ini, sebab artikel ini membuka tentang islam yang berada di indonesia yang hanya menjadikan islam sebagai alat pembenar dari semua sikap buruk umat islam. memang jika merenung maka kita akan melihat bahwa di sila pertama terjadi perubahan dan itu membuktikan bahwa orang di zaman terdahulu lebih mengerti islam. dan tentang partai islam sebainya memperbaiki diri agar tidak mengotorkan agama, agama islam jika di terapkan dengan baik tidak seperti ini. saya menyarankan agar partai islam membaca artikel ini.

    BalasHapus
  7. Wafa Nurul Annisaa P. IPS B 2014

    Saya sependapat dengan tulisan bapak ini, saya juga merasa NKRI bukanlah negara Islam, tetapi NKRI merupakan negara bangsa, seluruh umat. Jadi seharusnya, kita semua harus saling menghargai antar umat. Tidak mencemooh dan sombong. Dalam ajaran agama islam pun, kita harus menghargai agama lain. Jikalau masalah partai islam sekarang tidak pernah mencapai kejayaannya sejak tahun 1955, saya fikir karna banyak kasus korupsi dikalangan partai islam yang membuat para masyarakat berfikir kalau partai islam sama saja dengan partai biasa yang kebanyakan dari mereka korupsi. Tetapi saya sebagai masyarakat menilai bahwa sebuah kasus, jangan kita sikapi dengan nilai yang jelek, karna semua itu belum tentu benar, bisa saja yang membesar-besarkan kasus itu hanyalah media, menurut saya hakim seadil-adilnya ialah hanya ALLAH SWT. Tapi menghargai sesama umat beragama di NKRI ini sangatlah penting karna negeri ini adalah negeri bangsa, bukanlah negeri suatu agama.

    BalasHapus
  8. Saya Eka Puji Haryani, dari P.IPS B 2014

    Menurut saya pemimpin itu adalah sosok yang yang mempunyai kelebihan,yang mampu memengaruhi orang-orang untuk melakukan sesuatu hal atau aktivitas untuk mencapai suatu tujuan.
    Bukan masalah agama , ras atau apa. Kalau memang dia mempunyai jiwa pemimpin siapapun bisa jadi pemimpin asalkan ada yang memilih.
    Bukan tentang agama,tapi tentang bagaimana si pemimpin itu mampu merangkul semua, bijaksana dan adil. Sesungguhnya kita perlu pemimpin yang mau berjuang dan bisa dipercaya oleh masyarakat karna jika bisa dipercaya, apapun yang dilakukan akan mudah dilaksanakan.

    BalasHapus
  9. Hanifan Pratama Sonata
    P.IPS B 2014

    Walaupun indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama islam. tapi para "wakil rakyat" yang terus "berkicau" di dpr apalagi maaf Partai islam hanya "berkicau" untuk kepentingan mereka sendiri. Bukan berarti partai lainnya tidak seperti itu. saya tidak ingin memihak salah satu agama, saya ingin bersifat netral. Karena kita harus bertoleransi dengan agama lainnya. Seperti fakta yang bapak lampirkan didalam tulisan bapak ini, menteri agama di negeri ini saja terkena kasus korupsi, itu menunjukkan bahwa semakin jauhnya nilai - nilai islam pada penganut agama islam di negeri ini. Saya setuju dengan pernyataan bapak yang menyebutkan agama seharusnya diwujudkan dalam perilaku dan sikap hidup dalam keseharian, bukan sekedar dijadikan topeng politik kekuasaan. mungkin saya akan menganalogikan topeng politik sebagai "senjata politik" para wakil rakyat. mereka mengejar kepentingan kelompok mereka dengan menodongkan "senjata politik" mereka ke rakyat dan kelompok yang lain. alhasil korupsi makin meraja lela di negeri kita ini. Sikap inilah yang harus kita ubah. Mindset rakyat juga harus diubah, karena kita merupakan negara demokrasi, kita sebagai rakyat juga harus kritis dalam menyikapi langkah yang diambil para wakil rakyat kita. perlunya pembangunan karakter di indonesia. kita adalah negara multikultural, negara dengan beragam agama. Toleransi sangat diperlukan rakyat indonesia, demi membangun indonesia yang lebih baik.

    BalasHapus
  10. RIJALUL FAHMI
    P.IPS B 2014
    4915145529

    Assalamualaikum wr wb

    Saya sangat setuju dengan bapak, pendapat saya negera kita punya semboyan Bhineika Tunggal Ika, bebeda-beda namun tetap satu jua, kita bukanlah Negara agamis, bukan Negara muslim walaupun mayoritas muslim, disini banyak terdapat partai muslim (PKS,PPP,PKB,PBNU, dll) saya muslim, saya malu ketika pemimpin–pemimpin muslim dipartai-partai islam menjadi tersangka korupsi sebut saja ketua PKS terbelit kasus import daging, Ketua PPP Surya darma ali yang notabene sebagai mentri agama terlibat kasus kuota haji mereka yang seharusnya mejadi cerminan umat muslim denigri ini, malah menjadi contoh buruk pemimpin muslim bagaimana kita dapat mempercayai partai-partai islam lagi kalau pemimpin mereka seperti itu, pantas saja partai-partai itu tidak pernah menangkan pemilu
    betul kata bapak padahal agama mayoritas Negara kita adalah muslim tetapi kenapa mereka tidak memilih partai-partai islam, itu karna orang-orang didalam partai tersebut belum tentu benar dan tidak dapat dipercaya, keluarga saya adalah pemilih PKS karna alasnya sederhana karna saya orang islam, pilihlah partai islam, setelah saya tahu bahwa pemimpin partai yang saya pilih teryata terlibat korupsi, apakah saya masih pantas memilih partai yang pemimpinya seorang koruptor, pemimpinya saja seperti itu apa lagi bawahanya, bahkan yang saya tambah kecewa seorang menti agama yang seharunya lebih mengerti tengtang agama, mengerti tentang dosa ternya berani berkorupsi apalagi yang dikorupsi ini masalah Haji, ini sungguh luar biasa agama yang seharusnya menjadi pegangangan mereka pedoman mereka, hanya mereka jadikan kedok semeta untuk memperkaya diri, laklat sekali orang-orang seperti meraka semoga Allah membalas perbuatan mereka didunia dan akhirat
    artikel ini membuat saya harus berfikir labih untuk memlih partai/paemimipin bukan hanya dari agamanya karna orang yang agamanya baik belum tentu moral, perilakunya pun baik.

    Wassalamualaikum wr wb

    BalasHapus
  11. Assalamu'alaikum, wr,wb, Pak Nusa.

    Setelah saya membaca tulisan Bapak yang satu ini, dengan judul "PEMIMPIN" awal nya saya mengira bahwa bahasan artikel ini mengenai kisah pemimpin yang inspiratif, menjadi sebuah bacaan yang ada nilai guna untuk ditiru kebaikan nya. Tapi lagi lagi mengenai prespektif seorang pemimpin yang buruk.
    Tidak hanya itu, bahasan mengenai agama, saya sedikit kurang berkenan mengulik tentang itu lebih jauh, bersyukur Bapak tidak mengulas nya lebih panjang, karena akan menjadi momok yang lebih ekstrim lagi jika dibaca.
    Tidak panjang lebar, saya hanya mengatakan saya sangat sependapat dengan pernyataan ini:
    "AGAMA SEHARUSNYA DIUJUDKAN DALAM PERILAKU DAN SIKAP HIDUP KESEHARIAN, BUKAN SEKADAR DIJADIKAN TOPENG POLITIK KEKUASAAN."

    Sekian komentar yang dapat saya sampaikan, kurang lebih nya saya mohon maaf, terima kasih.
    Wassalamu'alaikum, wr,wb.

    Salam Hormat.
    Afda Fauziyah / P.IPS B 2014 / 4915142818

    BalasHapus
  12. Betul pak seharusnya bila bicara tentang agama kaitkanlah tentang akhlak bukanbtentang tata cara berkuasa dan memimpin politik politik. Jelas bagaimana mau memimpin kalau akhlaknua saja belum benar dari segi terkecil saja sudah hancur gimana Indonesia bisa berkembang

    BalasHapus
  13. Indonesia adalah negara yang terdiri dari pulau pulau, jadi wajar jika Indonesia memiliki banyak keberagaman dari mulai suku, ras dan agama. Disetiap agama apapun kita diajarkan bahwa kita sebagai satu kesatuan bangsa Indonesia harus menghargai perbedaan itu khusunya perbedaan agama yang selalu diributkan, yaitu meributkan seorang pemimpin yang beragama minoritas. ini jelas tindakan yang salah jika kita mempersoalkan masalah itu. Jelas jelas negara kita bukan negara Islam, negara kita memiliki hak masing masing untuk memilih agama yang mereka percayai. Jadi kita harus menjunjung tinggi "Bhineka Tunggal Ika" walaupun kita berbeda beda agama suka dan ras tetapi kita tetap satu, yaitu masyarakat Indonesia.
    "PERBEDAAN ITU INDAH"
    Sri Rahayu
    P.IPS A 2014
    4915141019

    BalasHapus
  14. Mayoritas masyarakat di negeri ini bersifat egaliter, terkhusus para politisinya. Membiarkan praktek korupsi turun temurun membudaya sampai ujungnya. Di praktekan oleh pimpinannya, lalu di lakukan lagi oleh bawahannya. Lalu akan seperti itu terus menerus. Seperti sistem ATM, Amati, Tiru, Modifikasi. Sungguh egaliter yang loyalis. Rasa-rasanya bangsa ini seperti tak bermuka didepan hukum. Tak takut hukum, apalagi malu terhadap hukum yang di pegangnya sendiri.
    Mengenai kasus Suryadharma Ali, seperti banyak masyarakat Indonesia, saya pun turut kecewa. Bagaimana bisa sebuah AGAMA dijadikan kedok untuk praktek korupsi tersebut? Ironis sekali. Saya juga malu sendiri jadinya, “idih pak haji yang ngakunya islam getol akhirnya korup juga?” dalam pergaualan di masyarakat kita sering bersinggungan dengan banyak kalangan yang non-muslim, seperti ada jarak dengan mereka ketika kita sama-sama sedang berdiskusi topik-topik yang boleh dibilang sudah lumrah seperti praktek korupsi ini. Apa tidak malu menteri-nya seorang muslim malah korup? Sulit dibayangkan.
    TITA NURMALA – P.IPS B 2014
    4915144096

    BalasHapus
  15. Saya sangat setuju dengan bapak. Negeri ini memenangkan apa yang menjadi mayoritas. Seakan-akan yang minoritas tidak boleh ambil alih persoalan negeri ini. Seperti pak ahok yang ditentang masyarakat kelompok fanatik islam tidak boleh naik menjadi seorang gubernur jakarta.

    BalasHapus
  16. Assalamu'alaikum wr. wb. Nama saya Khairun Nikmal Baiti dari Prodi P.IPS B 2014. Saya sangat setuju dengan artikel dan pendapat bapak yang menyatakan bahwa citra partai islam sudah jelek dan islam hanya diperalat untuk kepentingan politik semata. Petinggi islam semakin membabi buta. Lihat proyek sedikit dikorupsi dan faktanya sangat banyak politisi islam yang tersandung kasus korupsi. Tetapi jika kita lihat realitanya, di agama lain jika salah satu dari mereka menjadi pemimpin pasti mayoritas akan mengangkat yang seagama dengannya lalu islam tersingkirkan. Kemudian yang ingin saya tanyakan, bagaimanakah sikap kita sebagai ummat islam? Sekiranya begitulah pandangan saya, mohon dijawab pertanyaan saya ya pak. Wassalamu'alaikum wr. wb.

    BalasHapus
  17. Saya setuju dengan tulisan bapak, bahwa sekarang orang islam yang menjadi pejabat tidak mencontohkan perilaku yang diajarkan oleh islam. Contoh dari Suryadarma Ali yang tidak mengaku bersalah, ia pun dengan seenaknya mengatakan KPK salah paham atas dirinya. Jelas islam ataupun agama lain tidak mengajarkan berbohong. Apalagi jelas ia berbicara dan publik mengetahuinya, sungguh tidak bijak yang ia lakukan. Di mana peran agama yang harusnya ia contohkan sebagai menteri agama. Sungguh islam tercoreng dari sikap pengecut yang tidak mengakui kesalahannya. Jelas rakyat banyak yang berpendapat bahwa agama islam yang mayoritas di negeri ini hanya dijadikan identitas saja, tidak dengan perilakunya. Itulah banyak yang memilih partai bukan atas dasar agama melainkan kinerjanya.

    BalasHapus
  18. Achmad ramadhan PIPS B 14

    Setelah saya membaca tulisan bapak di atas, saya ingin berkomentar. Menurut saya tulisan bapak sangat menarik, saya juga setuju dengan pendapat bapak bahwa kita adalah negara demokrasi, kita juga berhak dipimpin oleh siapa saja. Tidak harus dari golongan atau kaum tertentu.

    BalasHapus

setiap komentar yang masuk akan terkirim secara langsung ke alamat email pribadi Bapak DR. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd