Anas Urbaningrum ditetapkan pengadilan terbukti dengan sah dan meyakinkan sebagai koruptor. Koruptor itu jahat. Itu artinya Anas Urbaningrum adalah penjahat. Meskipun pendukungnya tiga perempat mati membelanya, Anas Urbaningrum tetaplah koruptor jahat. Semoga KPK segera banding ke Mahkamah Agung. Semoga Mahkamah Agung memenuhi tuntutan jaksa. Koruptor memang jangan dihukum ringan. Digantung di Monas itu terbilang ringan. Sebaiknya dilempar dari puncak Monas.
Belum lagi kasus Anas selesai, karena KPK naik banding. Ada pula kisah Annas yang baru. Gubernur Riau yang juga adalah ketua DPD Partai Golkar Riau.
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Golkar Tantowi Yahya menyatakan prihatin atas ditangkapnya Gubernur Riau Annas Maamun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (25/9/2014). Annas merupakan kader Golkar yang menjabat sebagai Ketua DPD Golkar Riau. (25 September 2014)
Annas yang satu ini ditangkap tangan oleh KPK. Ini membuktikan bahwa yang menyebabkan kepala daerah menjadi koruptor bukanlah pilkada langsung. Tetapi lebih banyak disebabkan oleh siapa kepala daerah itu dan dari partai mana ia berasal.
Annas yang telah renta ini sebelumnya telah membuat heboh masyarakat karena tuduhan melakukan pelecehan seksual. Tidak tanggung-tanggung, dengan tiga wanita. Satu di antaranya adalah pembantu rumah tangga. Annas merupakan satu dari tiga Gubernur Riau yang ditanggkap KPK.
Sebelum Annas, Gubernur Riau yang ditangkap KPK adalah Saleh Djasit dan Rusli Zainal. Keduanya adalah kader utama Partai Golkar di Riau. Itu berarti tiga Gubernur Riau asal Golkar ditangkap karena korupsi. Jika melihat fakta ini agaknya semakin jelas bahwa korupsi lebih banyak terpaut dengan asal partai daripada model pemilihan kepala daerah. Secara nasional kepala daerah yang paling banyak ditangkap karena kasus korupsi memang berasal dari Partai Golkar.
Fakta ini sama sekali tidak mengejutkan. Golkar sebenarnya hanya melanjutkan tradisi atau kebiasaan mereka selama masa orde baru. Pada zaman orde baru terkesan tidak ada korupsi karena nyaris tidak ada pejabat yang diadili karena kasus korupsi.
Jangan pernah berkesimpulan tidak ada korupsi karena tidak ada kasus atau sedikit sekali kasus korupsi yang dibawa ke pengadilan. Ini sangat terkait dengan sistem kekuasaan, tradisi penegakan hukum, model pengawasan masyarakat dan kebebasan pers.
Kita semua tahu, pada zaman orde baru sistem hukum sepenuhnya ada di bawah kendali kekuasaan eksekutif yang sangat otoriter. Kebebasan pers sangat terbatas dengan sistem kontrol yang amat ketat dan kebijakan pembredeilan. Sementara kekuatan masyarakat benar-benar tidak diberi kesempatan untuk bangkit dan berperan. Inilah yang menjadi sebab mengapa kelihatannya zaman orde baru itu tidak ada atau sedikit sekali korupsi dibandingkan zaman reformasi.
Bila rumah sakit kosong, itu tidak berarti tidak ada orang sakit. Boleh jadi yang membuat rumah sakit kosong adalah mahalnya biaya berobat yang membuat orang sakit tidak mampu membayar bila berobat ke rumah sakit. Itulah sebabnya jangan berkesimpulan orde baru yang menerapkan pilkada tidak langsung itu bersih dari korupsi.
Banyaknya kader Partai Golkar yang menjadi kepala daerah terlibat korupsi sebenarnya merupakan bukti yang nyata dan tegas bahwa korupsi itu sudah mengurat mengakar sejak lama dan menjadi kebiasaan. Jadi bukan kebiasaan yang baru tumbuh.
Dalam kaitan inilah mesti dipahami mengapa partai baru seperti Partai Demokrat pada awal kemunculannya, dan partai baru lain yang tokoh-tokoh utamanya relatif bersih mendapat dukungan rakyat. Karena rakyat sudah sangat muak dan jijik dengan partai lama yang sampai sekarang terbukti sangat koruptif seperti Partai Golkar.
Jangan heran bila kader-kader partai baru itu terlibat korupsi, rakyat langsung berpaling. Partai Demokrat sekarang mengalami hukuman rakyat yang ramai-ramai berpaling.
Problemnya adalah nyaris tak ada partai yang bersih dari korupsi. Hanya ada perbedaan peringkat atau derajat. Ada yang peringkat korupsinya tinggi, sedang dan sangat sedikit yang rendah. Rakyat sungguh tak memiliki banyak pilihan.
Tingginya angka golput dari waktu ke waktu tentu tidak bisa tidak harus dikaitkan dengan fakta ini. Rakyat memang sudah muak dan kehilangan harapan.
Rasanya sudah merupakan keniscayaan untuk memberi hukuman sangat berat bagi koruptor. KPK, polisi, jaksa dan hakim harus berani bersikap progresif memanfaatkan hukum yang ada untuk memberi hukuman yang berat dan menimbulkan efek jera bagi para koruptor.
Negara bangsa ini tidak akan pernah bisa maju, bahkan akan semakin terpuruk bila para koruptor diberi terlalu banyak kesempatan untuk merampok uang rakyat. Dari berbagai kejadian dan hukuman yang diberikan pada para koruptor, tampaknya belum juga menimbulkan efek jera. Itulah sebabnya tiga kader Partai Golkar yang menjadi Gubernur Riau secara berturut-turut melakukan tindak pidana korupsi.
KORUPTOR HARUS DIHUKUM SEBERAT-BERATNYA.
Sudah hattrick gubernur riau di KPK pak
BalasHapusEmi Tri Ariani
BalasHapusP.IPS A, no reg: 4915141033
Komentar saya mengenai tulisan ini adalah saya sangat amat muak dengan. Tindak pidana korupsi di negeri ini. Akibatnya adalah yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin. Itu merupakan fakta di Indonesia. Mereka yang korup tidak mengaca dan muka tembok semua, uang rakyat yang harusnya mensejahterakan malah dipakai untuk kesenangan pribadi. Sungguh sangat miris melihat keadaan ini yang kita pun tidak tahu kapan kasus korupsi berakhir atau berkurang dikit saja.
Emi Tri Ariani
BalasHapusP.IPS A, no reg: 4915141033
Komentar saya mengenai tulisan ini adalah saya sangat amat muak dengan. Tindak pidana korupsi di negeri ini. Akibatnya adalah yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin. Itu merupakan fakta di Indonesia. Mereka yang korup tidak mengaca dan muka tembok semua, uang rakyat yang harusnya mensejahterakan malah dipakai untuk kesenangan pribadi. Sungguh sangat miris melihat keadaan ini yang kita pun tidak tahu kapan kasus korupsi berakhir atau berkurang dikit saja.
Emi Tri Ariani
BalasHapusP.IPS A, no reg: 4915141033
Komentar saya mengenai tulisan ini adalah saya sangat amat muak dengan. Tindak pidana korupsi di negeri ini. Akibatnya adalah yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin. Itu merupakan fakta di Indonesia. Mereka yang korup tidak mengaca dan muka tembok semua, uang rakyat yang harusnya mensejahterakan malah dipakai untuk kesenangan pribadi. Sungguh sangat miris melihat keadaan ini yang kita pun tidak tahu kapan kasus korupsi berakhir atau berkurang dikit saja.
Anas kan bahasa ARAB artinya "manusia" tapi yang sangat disesali namanya ANAS bla-bla.. tapi kelakuanya seperti bukan Anas atau manusia. padaha; Aas Urbaningrum saat mengenyam pendidikan sebagai ketua organisasi Islam di tempatnya, tapi sekarang ? saya melihat Anas Urbaningrum seperti makhluk munafik padahal mukanya polos tanpa dosa, dan dia pernah pernah mengatakan " kalau anas korupsi 1 rupiah pun gantung anas di monas" namun saat ia tertangkap ? ia tidak ingat dengan kata-katanya dia orang yang berbohong besar . dan yang parah hanya dihukum sebentar saja. padahal dinegara lain koruptor digantung bahkan Amerika yang menjunjung HAM sangat tinggi mengIzinkan untuk menggantung para koruptor
BalasHapusAchmad Sunandar P.IPS 2014 Kelas B
Hukum mati pak seharusnya biar kapok atau seperti di arab dipotong tgnnya jika mencuri, koruptor kan mencuri uang rakyat -rayiasyhada p.ips b
BalasHapusricky kurnia. ips B 2014
BalasHapusdi Riau ini sudah 3 periode berturut2 dr golkar, dan selalu bermasalah. nepotisme banyak terlihat pada kader partai golkar yang bermasalah, partai ini emang bener warisan orba. entah kenapa masih bisa selamat partai ini sampe sekarang
Noviana Winarsih P.IPS B 2014
BalasHapusMenurut saya, seperti yang Bapak telah bahas pada tulisan diatas "Ini membuktikan bahwa yang menyebabkan kepala daerah menjadi koruptor bukanlah pilkada langsung. Tetapi lebih banyak disebabkan oleh siapa kepala daerah itu dan dari partai mana ia bersal".
Korupsi bukanlah masalah dari sistem pilkada langsung melainkan masalah dari pribadi yang menjabat sebagai pemimpin daerah tersebut.
ICW: "Riau pantas raih rekor MURI untuk korupsi". Hal ini tentu membuat nama Riau menjadi tercoreng, karena sudah tiga kali kepala daerahnya terjerat kasus korupsi. Bukankah seorang pimpinan adalah panutan? kalau pemimpinnya saja korupsi, lalu bagaimana dengan orang-orang yang berada dibawah kepemimpinannya ?
Pertanyaan : Pak, apakah semua kader dari partai yang melakukan korupsi dapat dikatakan seorang koruptor ?
Saya sependapat dengan tulisan bapak, karna bagaimana pun koruptor sudah memakan uang rakyat yang tidak bersalah, mereka memakai uang rakyat untuk kepentingan pribadi dan untuk bersenang-senang. Uang yang harusnya untuk kepentingan rakyat bukan untuk kepentingan pribadi. Seharusnya mereka di hukum seberat-beratnya, namun bukan di penjara yang memakai fasilitas seperti di hotel. Karna banyak koruptor yang di penjara namun di dalam penjara tersebut mereka mendapat fasilitas seperti di hotel yang mewah.
BalasHapusEka yuliyanti
P.IPS B 2014
4915142817
Nama : Kun Khaerina Hapsari
BalasHapusKelas : P. IPS A 2014
NIM : 4915141047
Saya sendiri golput. Sudah muak dengan segala janji janji partai. Visi serta Misi mereka tidak sesuai. Dari partai yg 'katanya' berideologi Pancasila, hingga para yg berpeci pun, tidak lepas dr rayuan setan.
Saya setuju sekali jika para koruptor dihukum seberat-beratnya. Karena selama ini, kasus korupsi terus saja meningkat, bahkan hampir merata di segala kalangan. Itu artinya, si "koruptor pemula" masih menganggap remeh hukuman bagi para koruptor yg telah ditangani oleh pihak yg berwajib, karena hukumannya terlalu ringan, sehingga mereka berani melakukan itu. Kebudayaan yg telah dibawa Belanda ini harus segala dihilangkan dr Indonesia sesegera mungkin.
Setuju dengan pak nusa. Kalau para koruptor tidak di hukum dengan hukuman yang berat, maka sama saja akan memberikan kesempatan kepadanya untuk mengulangi perbuatannya. Untuk memberantas korupsi hukum memang harus tegas jangan terlalu menyepelekan. Jangan bobrok kan indonesia dengan mental korupsi.
BalasHapusLika Satvarini
PIPS B
Miftahul Falah
BalasHapusP.ips b
Hukuman dinegara ini sangatlah lemah, dimana tajam kebawah dan tumpul ke atas. Dimana para pejabat yang salah dan membuat kerugian banyak untuk negara diberi hukuman ringan disertai fasilitas yang luar biasa lengkapnya. Sedangkan rakyat kecil yang berbuat salah hukumannya hampir setara dengan para koruptor. Ini mencerminkan bahwa hukum yang berlaku hanya tahluk dengan material bukan kebenaran.